Dengan mayoritas sektor industri dan bisnis yang mengalami perkembangan pesat belakangan ini, Indonesia bertransformasi menjadi pemain kunci dan signifikan dalam perekonomian global. Tantangan yang sedang berlangsung adalah menemukan keseimbangan antara menjadikan negara ini sebagai tempat yang menarik bagi investor untuk mengembangkan bisnis mereka dan menyediakan aliran investasi asing skala besar. Meskipun pada prinsipnya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UUPM”) menjamin perlakuan yang sama bagi setiap penanam modal di Indonesia, penanam modal asing wajib mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sebagai cara untuk mengakomodir pembatasan- pembatasan tersebut, pihak asing biasanya mengadakan apa yang disebut sebagai nominee arrangement dengan pihak Indonesia. Praktisnya, keabsahan dan kekuatan mengikat nominee arrangement sering ditentang dalam kaitannya dengan penggunaannya dalam menghindari larangan berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku terkait dengan investasi, terutama ketika perjanjian tersebut mengakibatkan perselisihan antara pihak- pihak yang terlibat.Secara normatif, praktik nominee arrangement dilarang berdasarkan UUPM Indonesia. Maksud dari pembatasan adalah untuk menghindari suatu perjanjian dimana suatu perusahaan secara formal dimiliki oleh salah satu pihak sedangkan secara manfaat dimiliki oleh pihak lain. Melalui artikel ini, penulis mencoba membahas isu terkait keabsahan praktik nominee arrangement dalam kaitannya dengan kegiatan investasi di Indonesia.