Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Konsep Etika dalam Bhagavadgita Hamsah, Ustadi
Jurnal Filsafat "WISDOM" Vol 13, No 3 (2003)
Publisher : Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2695.165 KB) | DOI: 10.22146/jf.31301

Abstract

As a Hinduism holy script Bhagavadgita was cortained the principle view of faith. In this script, fundamental aspec: of thing always depended to cosmic view manifested in concept of Atman and Brahman, Bhagavadgita explained non-dualistic philosophy as a ground of ethics, namely Isvara (God from Shankara) who had good attitudes (sagunas)
Membaca Pemikiran Bediuzzaman Said Nursi tentang Signifikansi Agama dan Identitas Bagi Kemajuan Sosial Hamsah, Ustadi
TEOSOFI: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam Vol. 8 No. 2 (2018): December
Publisher : Program Studi Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (319.222 KB) | DOI: 10.15642/teosofi.2018.8.2.293-314

Abstract

Identity is the basic principle of the society. The search for identity and effort to build and defend identity is the fundamental struggle for society. Theoretically, the prosperous society depends on the strength of its identity. The society can achieve the social advancement, extraordinary ethos, and creativity because of their strong identity. This article attempts to explain how identity and self-capability contribute to the social advancement. This explanation refers to the thought of the modern gigantic Turkish thinker, Bediuzzaman Said Nursi. Exploring the construction of Said Nursi?s concept of Islamic identity and self-capability in developing society, especially in social prosperity and economic progression, this paper attempts to explain the foundation of social and individual prosperity. According to Said Nursi, the development of culture and civilization will be established by powerful identity which constructed by awareness of collective personality (?ahs-? manevi). The powerful identity, therefore, bases on the spirit of self-capability that will raise a progress and development. Referring to Said Nursi, this basic foundation of self-capability developed through three principles, namely self-interest versus self-sacrifice, extravagance versus frugality, and greed versus contentment. Then, by practicing and applying these three values, the prosperity and development can be achieved.    
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN BERBASIS MASJID MELALUI PROGRAM LUMBUNG PADI DI DESA GENENG, JAMBAKAN, BAYAT, KLATEN, JAWA TENGAH Hamsah, Ustadi
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 16 No. 1 (2017)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.2017.161.111-126

Abstract

A discourse of women empowerment has been understood to be based on social capital , from the existence and the role of women themselves. This article is an attempt to enrich the discourse of women empowerment based on mosque. The function and the role of mosque will be socially linked to the patterns of women’s empowerment in creating food security i.e. rice barns. So far, the function of mosque is seen limited to a place for religious rituals that have a limited implication on its social role. Similarly, the function and the role of women in the village in particular, are also limited in the public sector. By using the constructive theory of Peter L. Berger, the analysis argues that the “culture” of the mosque provides an affinity for village women to develop empowerment models in the form of rice granaries with the patterns of participation and local organizational capacity. Supported by theological values of the mosque’s function and role, both patterns allow women to play their social functions and roles to be more wider.[Wacana pemberdayaan perempuan yang selama ini dipahami merupakan wacana yang berbasis social capital dari eksistensi dan peran perempuan itu sendiri. Artikel ini merupakan upaya untuk memperkaya wacana men- genai pemberdayaan perempuan yang berbasis masjid. Fungsi dan peran masjid secara sosial akan dikaitkan de- ngan pola-pola pemberdayaan perempuan dalam menciptakan ketahanan pangan yakni lumbung padi. Hal yang menarik adalah wacana bahwa masjid difungsikan sebatas pada tempat ritual keagamaan yang berimplikasi pada peran sosialnya yang sangat terbatas. Kemudian perempuan di desa, khususnya, juga dilihat fungsi dan perannya secara terbatas di sektor publik. Analisis dari persoalan ini dilakukan dengan menggunakan teori teori konstruk- sionisme Peter L. Berger. Dari analisis itu dapat dikemukakan bahwa “culture” masjid memberikan afinitas bagi perempuan desa untuk mengembangkan model pemberdayaan dalam bentuk lumbung padi dalam dengan pola par- ticipation dan local organizational capacity. Kedua pola itu memungkinkan perempuan memainkan fungsi dan peran sosialnya yang lebih luas dan didukung oleh values teologis dari fungsi dan peran masjid.]
AGAMA DAN ETNISITAS: KEKERASAN DALAM GOLONGAN MINORITAS (STUDI KASUS UMAT JAHUDI DIASPORA) Hamsah, Ustadi
Religi: Jurnal Studi Agama-agama Vol 2, No 1 (2003)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/rejusta.2003.%x

Abstract

Persoalan kekerasan merupakan persoalan yang selalu aktual, terlebih ketika dihubungkan dengan legitimasi terhadap ide-ide identitas agama”. Ide-ide itu akan semakin mengkristal menjadi sebuah pandangan yang mengabsahkan kekerasan dalam agama ketika digunakan untuk mempertahankan identitas agama dan “kewibawaan” etnis sekaligus. Agama Yahudi sebagai agama etnis dalam mempertahankan identitasnya, dengan justifikasi ide-ide “jihad” dari teks-teks agama dan sejarah panjang perantauan (diaspora) dengan collective identity-nya, terkadang memunculkan kekerasan dalam  mencapai kadaulatan agamanya. Dengan menelusuri sejarah panjang Yahudi yang selalu menjadi minoritas di negara-negara tempat mereka hidup.
AGAMA SEBAGAI IDENTITAS: RAUSYAN FIKR DAN DINAMIKA AKTUALISASI LEMBAGA KEAGAMAAN DALAM MASYARAKAT Hamsah, Ustadi
Religi: Jurnal Studi Agama-agama Vol 4, No 1 (2005)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/rejusta.2005.%x

Abstract

Seiring dengan kokohnya posisi agama. dalanmasyarakat, para penganutagama dituntut untuk membedkan respon positif terhadap setiap perubahan yangberlangsung dalam masyarakat. Masyarakat memiliki hukum sendiri untukmelakukan perubahan, sehingga setiap perubahan yang terjadi dalam masyarakatsejalan dengan dinamika hukum yang melingkupinya. Setiap elemen yang adadalam masyarakat selalu akan bergenk secara progresif menuju padadisebut dengan modemisasi.
KONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA BANYU PANGURIPAN DALAM AGAMA KATOLIK Hamsah, Ustadi
Religi: Jurnal Studi Agama-agama Vol 9, No 1 (2013): Kompetisi Damai dalam Keragaman
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/rejusta.2013.0901-05

Abstract

The origin of the history of religion is closedly related to water re- sources. It had been known that, since the beginning people always lived in fertile river valley or other places that they could acquire water resources. These phenomena can be vividly seen in the history of ancient Egypt, Mesopotamia, Babylonia, Phunisia, Accadia, Assyria, and so forth. Born in the fertile valleys, adherents of those religious traditions worshipped the godess as a “god of fertility”. They associ- ated the concept of fertility with the godesses. This tradition was not only preserved by ancient tradition but also perpetuated by new reli- gious tradition such as early Catholicism as well as other religious traditions. In relation to such a notion, this article intends to explore the phenomenon of interrelation between the pilgrimage tradition in Catholicism and the concept of water and role of Mary as a “holy mother”. Both water and Mary have correlated to some holy places that followers of Catholicism use to visit.
KELAS MENENGAH SEBAGAI MASYARAKAT LIMINAL: KAJIAN TEORITIS TENTANG CIVILSOCIETY DALAM MASYARAKAT TRANSISI Hamsah, Ustadi
Religi: Jurnal Studi Agama-agama Vol 3, No 2 (2004)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/rejusta.2004.%x

Abstract

Di dalam wacana politik, negara merupakan institusi "sentral" dalam menentukan arah sebuah bangsa. Munculnya fenomena ciuil society merupakan orientasi baru dalam memediasi peran pemerintah dalam lingkup yang lebih luas daripada wilayah birokrasi yang sempit. Cieil society terdiri dari "kelas menengah" yakni kelas "eliT' sosial di luar birokrasi pemerintah juga memerankan fungsi sentral dalam memediasi peran pemerintah di tingkat bawah. Kelompok "elir" ini di dalam "ritual" demokratisasi merupakan kelas peralihan antara kelas bawah menuju kelas elit negara yang sebenamya. Di samping itu, di dalam kultur negara berkembang budaya politik dan sosial masyarakatnya juga mengalami transisi. Untuk melihat bagaimana secara teoritis posisi kelas menengah yang terkadang diidentikkan dengan civil sociery, tulisan berikut ini menfokuskan pembahasan pada srruktur sosial kelas menengah dalam masyarakat tmsisi. Dengan mengelaborasi teori rites of passage Arnold van Gennep dan teori liminalitas Vctor Turner penulis mencoba melihat fenomena tersebut secara lebih analitik dan lebih dekat.