Husnul Muttaqin
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

URGENSI REKONSTRUKSI SOSIOLOGI BAGI KAJIAN CYBER SOCIETY Husnul Muttaqin
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v14i1.1552

Abstract

The rapid changes in information technology raise questions about the relevance of sociological theories in explaining the new reality of cyber society. At least, there are two important questions that must be answered by sociologists:  first, what are the characteristics of cyber reality that become the new study area of sociology? Second, how should sociology been reconstructed to understand the new model of society in cyberspace? These questions will be explored through a meta-theory study. Meta-theory is intended to study the basic structre of sociological theory, especially in the form of reflective analysis of existing theories. One of itsmain concerns is determining the object of study in a particular discipline.Through meta-theory study, this research comes to two conclusions. First, virtual reality has different characters from real life. But, frequently, virtual reality is experienced by individuals like everyday life reality, or even more real than real reality. Through the characteristics of simulation, interaction, artificiality, immersion, telepresence, networked communication and anonymity, virtual reality is transformed into a part of everyday life that cannot be separated from human life. Second, facing this new reality, sociology must adjust its scientific construction. Reconstruction of sociology can be initiated by defining what are the objects of sociological studies regarding the issues of cyber society. Based on three paradigms of Ritzer, this study concludes that social fact, social definition and social behavior paradigms must be reinterpreted, especially in relation to the importance for sociological paradigms to include non-human aspects in its theoretical buildings.Perkembangan teknologi informasi yang demikian cepat memunculkan pertanyaan soal relevansi teori-teori sosiologi dalam menjelaskan realitas baru dunia cyber. Setidaknya, ada dua hal penting yang harus dijawab oleh sosiologi: pertama, bagaimana karakteristik realitas cyber yang menjadi wilayah kajian baru sosiologi? Kedua, bagaimana sosiologi harus direkonstruksi untuk dapat memahami model masyarakat baru di dunia cyber? Kedua pertanyaan tersebut akan ditelaah melalui kajian metateori. Metateori dimaksudkan untuk mengkaji struktur dasar teori sosiologi, terutama dalam bentuk analisis reflektif atas teori-teori yang sudah ada. Salah satu konsen utama kajian metateori adalah menentukan objek kajian yang dipelajari dalam satu disiplin ilmu tertentu. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, realitas virtual memiliki karakter yang berbeda dengan realitas nyata dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, tak jarang realitas virtual itu dialami oleh individu tak ubahnya seperti kenyataan hidup sehari-hari, atau bahkan lebih nyata dari kenyataan riil. Melalui karakter simmulation, interaction, artificiality, immersion, telepresence, networked communicationdan anonimity, realitas virtual menjelma menjadi bagian kehidupan sehari-hari yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kedua, menghadapi realitas baru ini, sosiologi mau tidak mau harus menyesuaikan bangunan keilmuannya. Rekonstruksi sosiologi dapat dimulai dengan mendefinisikan apa yang sebenarnya menjadi objek kajian sosiologi masyarakat cyber. Berangkat dari tiga paradigma Ritzer, penelitian ini mengambil kesimpulan paradigma fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial harus dimaknai ulang, terutama dalam kaitan dengan pentingnya paradigma sosiologi untuk menyertakan aspek non-human dalam bangunan teoritisnya.
MENUJU SOSIOLOGI PROFETIK Husnul Muttaqin
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 10, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v10i1.1147

Abstract

Modern social sciences, including sociology, believe that religion is outside the world of science. The growth of the sciences is characterized by their secular perspectives. On the other side, the idea of islamization of social sciences is trapped in the dichotomy between secular social sciences and Islamic social sciences. In this article, the writer discuss an alternative paradigm of the integration between social science (Sociology) and religion. Based on the idea of Prophetic Social Science proposed by Kuntowijoyo, the writer states the importance of an alternative paradigm to develop sociology, called Prophetic Sociology. Prophetic Sociology is constructed based on three fundamental and integral pillars: humanization, liberation and transcendence.
Agenda Reformasi Kultural Relasi Antarumat Beragama di Indonesia Husnul Muttaqin
Millah: Journal of Religious Studies Vol. IV, No.1, Agustus 2004 Pluralisme Agama
Publisher : Program Studi Ilmu Agama Islam Program Magister, Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/millah.vol4.iss1.art2

Abstract

The writer explores that religion, besides had ever been accused as the source of humanity crime, and has been being trusted by people to realize the humanity hope better in the future. This hope of course has base because actually religion had never been teaching violence but love each other. Based on the assumption above, the writer states to all adherents of religions to prove that religion is not a source of conflict but on contrary it offers meaningful life for human in modern world. Religion is transcendental meaning offering humanity, liberation, and transcendence agendas for all human.
RELASI AGAMA DAN MODERNITAS: Menggugat Teori Sekularisasi Husnul Muttaqin
The Sociology of Islam Vol. 2 No. 2 (2012): Desember
Publisher : Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/jsi.2012.2.2.%p

Abstract

Tulisan ini hendak mengkaji relasi agama dan modernitas dalam konteks teori sekularisasi. Kritik metodologis atas teori sekularisasi menjadi konsentrasi utama dalam tesis ini. Dalam kaitannya dengan persoalan ini, menarik untuk dikaji sebab-sebab metodologis yang menyebabkan teori ini pada akhirnya menemui kegagalan. Konsep dasar teori sekularisasi terangkum dalam tiga tesis: pertama, proses modernitas sesungguhnya menyebabkan terjadinya kemerosotan relijiusitas dalam kehidupan manusia. Kedua, Sekularisasi juga meniscayakan terjadinya privatisasi agama. Modernitas yang mengusung panji-panji rasionalitas akan mendepak agama dari wilayah publik dan mempersempit ruang geraknya menjadi tak lebih dari urusan privat. Ketiga, modernitas memberikan pilihan-pilihan yang sangat beragam pada masyarakat untuk mendefinisikan dunia. Agama tidak bisa lagi memiliki privilege sebagai satu-satunya penguasa atas definisi dunia. Agama harus masuk dalam situasi pasar dan bersaing dengan lawan-lawan relijius lain dan nonrelijius untuk memasarkan definisinya atas dunia. Secara metodologis, teori sekularisasi mengandung kelemahan serius. Kelemahan ini berupa pendefinisian relijiusitas yang sama sekali tidak memadai, penggunaan logika oposisi biner dan penyimpulan yang keliru atas fenomena sosial. Disamping itu, teori ini kemudian juga digeneralisasi (diuniversalisasi). Ini adalah kesalahan metodologi serius akibat pengaruh positivisme yang menyamakan secara gegabah gejala sosial budaya dengan gejala alam yang bersifat tetap, sehingga positivisme hendak mencari hukum-hukum atas fenomena sosial yang dapat digeneralisasi untuk semua masa dan tempat. Terakhir, sekularisasi juga mengalami proses ideologisasi dan sakralisasi sehingga mengubahnya menjadi ideologi atau “agama” yang kebenarannya dianggap absolut. Kata Kunci: relijiusitas, modernitas, teori sekularisasi.
HUMANISME DAN PETAKA MODERN Warsito Warsito; Husnul Muttaqin
The Sociology of Islam Vol. 2 No. 2 (2012): Desember
Publisher : Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/jsi.2012.2.2.%p

Abstract

Peradaban modern dimulai dari geliat renaissance yang kemudian disempurnakan dengan aufklarung. Dengan janji-janji kemanusiaannya, peradaban baru yang mengusung misi humanisasi ini membangun peradaban dengan kecepatan tinggi. Karya besar gerakan humanisme ini dapat kita saksikan pada peradaban modern yang kita saksikan saat ini. Namun, dalam perjalanannya yang panjang, humanisme antroposentris ini ternyata tidak benar-benar mampu mewujudkan janji-janji manisnya. Manusia berada dalam ancaman serius berupa bencana alam dan perbudakan manusia oleh manusia lain dan perbudakan manusia oleh teknologi yang ia ciptakan sendiri. Tampaknya, bencana ini terjadi karena setelah manusia secara gilang gemilang berhasil menaklukkan alam, mereka kemudian bergerak lebih jauh dengan “membunuh” Tuhan dan kemanusiaan. Untuk itulah, humanisme teosentris ditawarkan sebagai antitesis agar manusia dapat keluar dari keterpurukannya. Kata Kunci: antroposentris, humanisme teosentris, modernitas