Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Exercise Habits and Family Disease History as Determinant of Activity Intolerance and ECG Patterns of Patients with Acute Coronary Syndrome (ACS) Wiwiek Retti Andriani; Agus Wiwit Suwanto; Heru Wiratmoko; Agung Eko Hartanto; Sumy Dwi Antono; Endang Purwaningsih; Gandes Widya Hendrawati; Mirza Failasufi; Langgeng Cahyono
Health Notions Vol 6, No 4 (2022): April
Publisher : Humanistic Network for Science and Technology (HNST)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33846/%x

Abstract

Acute Coronary Syndrome (ACS) occurs due to blockage of coronary blood vessels which causes a decrease in oxygen flow and advanced conditions has an impact on physical activity. Factors associated with activity intolerance and ECG patterns suc as: sex, age, education, history of previous illnesses, exercise habits, family history of illness. The study involved all patients diagnosed with NSTEMI in the ICCU room at RSUD Dr. Harjono, a sample of 30 respondents was selected using a consecutive sampling technique. This research was analyzed by multivariate analysis.  The result of this research showed that factors that influence the tolerance of the activities of patients with coronary heart disease were sports habits and a history of previous illnesses. The respondent's habit of exercising affected the complaints that arise during the activity (each p-value was less tha 0.05). As conclusion, factors that affect the activity intolerance of coronary heart disease patients are physical exercise habits and family history of disease. Keywords: determinant factors; activity intolerance; ECG patterns; acute coronary syndrome
EFEKTIFITAS RELAKSASI BENSON DAN SLOW STROKE BACK  MASSAGE TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN PADA PASIEN HEMODIALISA Agus Wiwit Suwanto; Esti Sugiyorini; Heru Wiratmoko
Indonesian Journal for Health Sciences Vol 4, No 2 (2020): September
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (153.108 KB) | DOI: 10.24269/ijhs.v4i2.2309

Abstract

Terapi hemodialisa yang diberikan kepada pasien gagal ginjal kronik dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan yang terjadi adalah cemas tingkat ringan, sedang dan berat. Kecaemasan ini terjadi pada semua kalangan usia pasien hemodialisa, baik pasien yang punya pekerjaan maupun tidak, dan pada pasien yang sudah lama maupun pasien baru. Kecemasan yang terjadi pada pasien hemodialisa merupakan suatu kondisi yang harus ditangani karena akan memperberat kerusakan sel ginjal. Penelitian ini dilakukan bertujuan memberikan solusi untuk menurunkan kecemasan pada pasien hemodialisa dengan menggunakan teknik relaksasi Benson yang dipadukan dengan pemberian slow stroke back massage pada daerah punggung. Metode penelitian ini menggunakan penelitian quasi eksperimen dengan one group pre-test dan post-test dengan intervensi teknik relaksasi Benson dan slow stroke back massage terhadap 22 orang sampel penelitian. Kecemasan pada responden diukur dengan instrument HARS dan hasil penelitan di analisis dengan peired t-test. Berdasarkan uji statistik, mean skore kecemasan post-test pasien hemodialisa di RSU Aisyiyah Ponorogo menunjukkan terjadinya penurunan jika dibandingkan dengan mean skore kecemasan pre-test dengan tingkat signifikansi 0.000. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa relaksasi Benson dan slow stroke back massage efektif menurunkan kecemasan pasien hemodialisa di RSU Aisyiyah Ponorogo.
Asuhan Keperawatan pada Klien Pasca Stroke dengan Gangguan Komunikasi Verbal di Wilayah Puskesmas Jenangan Ponorogo Amelia Agnes Kartika; Agus Wiwit Suwanto; Heru Wiratmoko
Journal of Management Nursing Vol. 1 No. 4 (2022): Journal of Management Nursing
Publisher : Scipro Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53801/jmn.v1i4.66

Abstract

Latar Belakang: Stroke merupakan penyakit serebrovaskular ditandai dengan adanya kematian jaringan otak akibat kekurangan suplai darah dan oksigen, sehingga dapat menimbulkan manifestasi klinis yaitu kesulitan berbahasa. Afasia merupakan gangguan berbahasa yang terjadi akibat adanya kerusakan otak di bagian kiri,  hal ini menyebabkan penderita sulit berbicara, membaca, dan menulis. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa asuhan keperawatan pada pasien pasca stroke dengan gangguan komunikasi verbal. Metode: Penelitian ini dirancang dengan metode deskriptif kualitatif berbentuk studi kasus. Asuhan keperawatan diberikan kepada Ny.S selama 7 hari. Teknik pengumpulan data diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan pasien mengalami afasia dibuktikan hasil skrining FAST ditemukan skor 16 pada usia 56 tahun, serta hasil komunikasi verbal pasien mengalami peningkatan dengan pemberian terapi wicara AIUEO selama 7x24 jam dengan penilaian DFCS didapatkan pada hari pertama total skor 12 dan mengalami peningkatan pada hari keenam hingga hari ketujuh dengan total skor 18. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh pemberian terapi wicara AIUEO dengan penilaian skala komunikasi fungsional derby (DFCS) pada pasien pasca stroke yang mengalami gangguan komunikasi verbal di wilayah Puskesmas Jenangan Ponorogo. Kesimpulan: Terapi wicara AIUEO dengan penilaian DFCS terbukti efektif dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi verbal pada klien pasca stroke yang ditunjukkan adanya peningkatan dari afasia sedang menjadi afais ringan pada hari ke-6 hingga ke-7 setelah pemberian terapi wicara AIUEO berdasarkan penilaian skala komunikasi fungsional derby (DFCS). Sehingga asuhan keperawatan pada pasien pasca stroke dengan gangguan komunikasi verbal di wilayah puskesmas jenangan ponorogo dapat teratasi sebagian.