Rian Adhivira Prabowo
Fakultas Hukum Universitas Jember

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Tawaran Model KKR Indonesia Dalam Penyelesaian Pelanggaran Ham Berat Masa Lalu Dengan Sejumlah Pengalaman Pembanding Rian Adhivira Prabowo; Kukuh Budi Mulya
JURNAL HUKUM, POLITIK DAN KEKUASAAN Vol 2, No 1: Agustus 2021
Publisher : Soegijapranata Catholic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/jhpk.v2i1.5648

Abstract

: How a nation contront it’s past is one of the topics on studies of transititonal justice. Since Constitutional Court nullified Indonesian TRC Law 27/2004, reconciliation in Indonesia has entered a status quo. This paper explores possibilities on regulating the future of Indonesian reconciliation law based on three points of departures: (i) the dynamics on regulating reconciliation in Indonesia, (ii) precedents from Constitutional Court’s decisions, and (iii) lesson learned from South Africa and Chile’s TRCs. Using normative legal approach, this paper proposes four reconciliation models: (i) legal policy with amnesy, (ii) legal policy without amnesty, (iii) political policy, and (iv) an alternative model with the formation of Reparation Commission. This paper concludes the last offered model as the least resort for fulfilling victims’ rights on reparation while anticipating future legal/political policy on reconciliation.
PERTAUTAN YANG LEGAL DAN YANG ETIS: PEMAKNAAN REGULASI KPU DAN BAWASLU DALAM PUTUSAN DKPP Muhlisin muhlisin; Luqman Hakim; Rian Adhivira Prabowo
Bahasa Indonesia Vol 4 No 1 (2022): Electoral Governance: Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia
Publisher : Komisi Pemilihan Umum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46874/tkp.v4i1.546

Abstract

Dalam konteks kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Indonesia, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu. Masing-masing lembaga tersebut memiliki tugas, fungsi, dan kewenangan tersendiri, di sisi lain terdapat peran saling mengimbangi di antara ketiganya. Tulisan ini hendak memotret pertautan antara etika dan hukum yang terkandung dalam Putusan DKPP. Meskipun pandangan umum biasanya memisahkan antara yang legal dengan yang etis, namun penulis hendak mengajukan pendapat sebaliknya. Bahwa berdasarkan pengalaman desain kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Indonesia, terdapat kaitan yang kuat antara keduanya, yaitu bahwa yang etis mempengaruhi yang legal. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis menggunakan pendekatan hukum doktrinal yaitu dengan melacak Putusan-Putusan DKPP yang memberikan pemaknaan terhadap regulasi yang diterbitkan oleh KPU dan Bawaslu. Hasil koleksi tersebut kemudian dipilah lebih jauh untuk menemukan pola dan kaidah etis terhadap regulasi. Studi ini menemukan bahwa terdapat irisan antara Putusan DKPP (etis) dan regulasi yang diterbitkan oleh KPU dan Bawaslu (hukum) berdasarkan pada dua hal. Pertama, pola yang terdapat dalam Putusan DKPP, baik yang merekomendasikan perbaikan regulasi, maupun yang merupakan pemaknaan etis terhadap bagaimana regulasi seharusnya diimplementasikan. Kedua, sekaligus masih berhubungan dengan yang pertama, bahwa pertimbangan-pertimbangan yang termaktub dalam Putusan DKPP seharusnya turut digunakan sebagai pedoman implementasi regulasi oleh para penyelenggara pemilu.
Kekosongan Jabatan Presiden dalam UUD 1945: Potensi, Antisipasi, dan Mekanisme Kontrol Nando Yussele Mardika; Rian Adhivira Prabowo
PUSKAPSI Law Review Vol 2 No 1 (2022): June 2022
Publisher : Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) FH UNEJ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7683.796 KB) | DOI: 10.19184/puskapsi.v2i1.30413

Abstract

Tulisan ini berusaha menjawab potensi antisipasi dan mekanisme kontrol kekosongan jabatan Presiden dalam UUD 1945. Pengangkatan topik ini hendak menjawab isu wacana penundaan Pemilu 2024 yang diiringi dengan penambahan masa jabatan Presiden. Sesungguhnya kekosongan kekuasaan disini tidak dapat dimaknai sebagai akibat dari ketiadaan Pemilu saja, melainkan terhadap hal apapun yang mengakibatkan suksesi kepemimpinan tidak dapat berjalan secara normal. Sehingga disini penulis akan memberikan tanggapan dari sudut yang berbeda. Pada satu sisi, harus diterima adanya celah kekosongan hukum dalam UUD 1945 ketika proses suksesi kepemimpinan tidak dapat dilaksanakan secara normal dan sisi yang lain, kekhawatiran akan penyalahgunaan wewenang hi UUD 1945 hingga lahirnya suatu rezim otoriter. Prinsipnya, tulisan ini hendak mengambil jalan tegah solusi kekosongan hukum dalam dan mengulas langkah-langkah apa saja yang dapat ditempuh untuk mengatasi agar tampuk kekuasaan tidak sampai kosong. Tulisan ini disusun dengan metode yuridis normatif, yaitu melalui analisis sumber-sumber peraturan perundang-undangan maupun pustaka lain yang dianggap menunjang.
Reflection & Projection Women's "Special Treatment" in the 2024 Election Regulations: Study of PKPU 10/2023 Ida BUDHIATI; Rian Adhivira PRABOWO
Journal of Political And Legal Sovereignty Vol. 1 No. 1 (2023): Journal of Political And Legal Sovereignty (January – March 2023)
Publisher : Indonesia Strategic Sustainability

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38142/jpls.v1i1.57

Abstract

Purpose - During the 2024 election, the KPU issued PKPU 10/2023, which regulates candidacy. PKPU 10/2023 contains changes to a new method for calculating decimals for calculating women's quotas in electoral districts. The question arises: Does PKPU 10/2023 contain the spirit of special treatment in the interests of women? For this purpose, this study was carried out by departing from three aspects: (i) The historicity of the dynamics of "special treatment" in the 1945 Constitution.Methodology – Also considered in this section are the circumstances and conditions that served as the background for including special treatment provisions in the constitution, along with the dynamics surrounding them. (ii) Precedents in Constitutional Court Decisions which provide rules for the meaning of special treatment. (iii) The role of the KPU as a regulator in formulating its regulations, namely the attribution of authority possessed by the KPU to translate the spirit of the constitution towards special treatment. Finally, (iv) the substance of the PKPU 10/2023 norm itself is reviewed for conformity with the norms.Findings - In succession, the following were found: First, from a historical perspective, the special treatment of women's political quotas shows a tendency for constitutional interpretations to open space for women's political involvement. Second, the KPU as the regulator has a strategic role in interpreting the constitutional spirit, including special treatment for women. Third, regarding substance, the content of norms contained in PKPU 10/2023 is different from Law 7/2017 and the 1945 Constitution.Implication - From these three aspects, this study concludes that PKPU 10/2023 shows a discrepancy in the spirit of special treatment in capturing the interests of women's political representation. There should be changes to PKPU 10/2023 norms while maintaining the special treatment provisions for women as contained in PKPU 20/2018.