Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Texere

PENGARUH KONSENTRASI ASAM ASETAT DAN RETARDER KATIONIK PADA PROSES PENCELUPAN BENANG POLIAKRILAT MENGGUNAKAN ZAT WARNA BASA Karina Indirani; Samuel Martin Pradana; Wiwiek Eka Mulyani
Texere Vol 20, No 2 (2022): Texere Volume 20 Nomor 2 Tahun 2022
Publisher : Politeknik STTT Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53298/texere.v20i2.05

Abstract

Pencelupan benang poliakrilat dengan zat warna basa untuk warna muda sampai medium sering mengalami permasalahan diantaranya adalah ketidakrataan dalam pencelupan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pencelupan tersebut adalah penggunaan retarder dan kondisi proses seperti suhu dan pH larutan celup. Pada penelitian ini membahas pengaruh variasi konsentrasi asam asetat dan retarder kationik terhadap ketuaan dan kerataan warna yang dihasilkan dalam proses pencelupan. Selain itu untuk menentukan konsentrasi optimum dari penggunaan asam asetat dan retarder kationik pada proses pencelupan sehingga menghasilkan pencelupan yang sesuai. Varasi konsentrasi asam asetat sebesar 0,5; 1,0; 1,5; dan 2,0 ml/l dan retarder kationik sebesar 0,5; 1,0; 1,5; dan 2,0 ml/l pada suhu 105°C dan waktu pencelupan selama 20 menit dengan metode arrest temperature system. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat mengakibatkan hasil celup lebih tua tetapi lebih rata dan makin tinggi konsentrasi retarder kationik maka hasil celup lebih muda tetapi lebih rata. Kondisi optimum diperoleh pada pengerjaan dengan konsentrasi asam asetat 0,5 ml/l menggunakan retarder kationik 0,5 ml/l berdasarkan bobot perangkingan dengan total nilai sebesar 1340. Pada kondisi tersebut nilai K/S 11,46 dengan standar deviasi 0,27 dan nilai tahan luntur warna sebesar 4 – 5.
Penentuan Kondisi Optimum Nacl Dan Na2co3 Dalam Proses Pencelupan Kain Rajut Kapas-Bambu (60%-40%) Dengan Zat Warna Reaktif (Reactive Blue Brf) Samuel Martin Pradana; Nada Zakiyya Zahra; Rr Wiwiek Eka Mulyani
Texere Vol 21, No 1 (2023): Texere Volume 21 Nomor 1 Tahun 2023
Publisher : Politeknik STTT Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53298/texere.v21i1.01

Abstract

Pengembangan bahan tekstil banyak dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, contohnya pembuatan serat dari tanaman bambu. Penggunaan serat bamboo biasanya dicampur dengan serat kapas yang merupakan serat alam untuk menghasilkan kain dengan sifat daya serap terhadap air atau keringat yang tinggi. Penggunaan serat bamboo sebagai bahan tekstil terbarukan diklaim memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan serat kapas, salah satunya adalah daya serapnya yang tinggi. Daya serap tersebut dipengaruhi oleh sifat moisture regain (MR) yang terdapat pada suatu serat. Moisture regain serat bamboo hampir 2 kali lipat daripada moisture regain serat kapas. Perbedaan moisture regain antara serat kapas dan bamboo tersebut dapat menyebabkan perbedaan daya serap pada kain yang terdiri dari campuran serat kapas dan bamboo.Perbedaan daya serap antara serat kapas dan serat bamboo cukup signifikan sehingga dapat berpengaruh terhadap kerataan warna hasil pencelupan kain campuran kapas-bamboo. Untuk meningkatkan kerataan warna, diperlukan penambahan zat pembantu tekstil dalam proses pencelupan. Zat pembantu tekstil yang berperan penting dalam pencelupan serat selulosa dengan zat warna reaktif adalah elektrolit (natrium klorida) dan alkali (natrium karbonat). Penambahan elektrolit dan alkali dengan konsentrasi tertentu ke dalam larutan celup dapat meningkatkan penyerapan zat warna ke dalam serat. Penggunaan elektrolit dan alkali tersebut diharapkan mampu membuat penyerapan zat warna reaktif terhadap serat kapas dan bamboo menjadi relatif sama sehingga menghasilkan kerataan warna yang baik dengan ketuaan warna yang tinggi serta ketahanan luntur warna yang baik pula.Percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pencelupan kain rajut kapas-bamboo (60%-40%) dengan zat warna reaktif bifungsional (Reactive Blue BRF) yang memiliki dua gugus reaktif (monoklorotriazin dan vinil sulfon) menggunakan metode perendaman. Dalam percobaan ini dilakukan dua variasi, yaitu variasi konsentrasi natrium klorida (30 g/l, 45 g/l, 60 g/l) dan natrium karbonat (10 g/l, 20 g/l, 30 g/l) yang berfungsi sebagai zat pembantu tekstil dalam proses pencelupan. Kain hasil pencelupan dievaluasi ketuaan warna, kerataan warna, dan ketahanan luntur warnanya terhadap pencucian.Hasil pengujian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi natrium klorida dan natrium karbonat berpengaruh terhadap ketuaan dan kerataan warna hasil pencelupan, tetapi tidak berpengaruh terhadap ketahanan luntur warna terhadap pencucian. Semakin tinggi konsentrasi natrium klorida dan natrium karbonat yang digunakan, maka semakin tinggi ketuaan warna dan kerataan warna kain hasil pencelupan. Akan tetapi, penggunaan natrium klorida dan natrium karbonat dengan konsentrasi berlebih dapat menyebabkan warna hasil pencelupan kurang rata.Kondisi optimum yang diperoleh dari penelitian ini adalah pencelupan dengan menggunakan natrium klorida (NaCl) 45 g/l dan natrium karbonat (Na2CO3) 20 g/l. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kain kapas-bamboo yang dicelup dengan konsentrasi tersebut memiliki ketuaan warna yang cukup tinggi (nilai K/S zat warna yang terserap pada bahan 12,1963), kerataan warna terbaik (nilai standardeviasi paling rendah 0,2560), dan ketahanan luntur warna terhadap pencucian yang baik dengan skala penodaan pada kain pelapis atau multifiber 4-5.