Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Arboreal mammals inventory in Tapos area of gunung Gede Pangrango national park Amin Indra Wahyuni; Ardian Khairiah; Bambang Mulyawan
Bioscience Vol 6, No 1 (2022): Biology
Publisher : UNIVERSITAS NEGERI PADANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24036/0202261114291-0-00

Abstract

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) is a mountainous tropical rain forest ecosystem area that has the potential natural resources of flora, fauna and ecosystems, so inventory is needed to know the existence of a various species and organism community structure in that habitat. This study was aimed to get arboreal mammal inventory data in Pengelolaan Taman Nasional (PTN) Tapos area and expected to provide scientific data that can be used as a reference for conservation efforts at PTN Tapos. The method used in this study is line transect in Cibayawak and Pasir Banteng track and the activity observation using focal animal sampling method and continued with data descriptive analysis. 5 species of mammal consist Ratufa bicolor, Tupaia javanica, Hylobates moloch, Trachypitecus auratus and Callociurus notatus species were found in this study. 5 mammal species found in Cibayawak track consist of 36 individuals while in Pasir Banteng track, 3 species mammal found consist of 11 individuals. High amount of mammal found in Cibayawak track caused by the availability of feed based on the finding of primate forage trees from species Ficus sp., feeding activity found from Ratufa bicolor and Tupaia javanica, and also availability of water sources in the form of river as water source and as well as a limiting factor.Pusat Taman Nasional (PTN) Tapos merupakan salah satu bidang pengelolaan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang memiliki visi pengembangan konservasi sebagai pusat konservasi hutan hujan tropis yang sinergis dengan pembangunan wilayah dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data inventarisasi primata dan mamalia kecil di kawasan PTN Tapos. Metode yang digunakan adalah line transect di jalur cibayawak dan pasir banteng dan pengamatan perilaku dengan metode focal animal sampling dilanjutkan dengan analisis data secara deskriptif. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data sains yang dapat digunakan sebagai referensi untuk upaya konservasi di PTN Tapos. Dari penelitian ini ditemukan 5 spesies mamalia terdiri dari spesies Ratufa bicolor, Tupaia javanica, Hylobates moloch, Trachypitecus auratus dan Callociurus notatus. Pada jalur cibayawak ditemukan 5 spesies mamalia dengan jumlah mencapai 36 individu sedangkan pada jalur Pasir banteng ditemukan 3 spesies mamalia sejumlah 11 individu. Tingginya jumlah temuan mamalia di jalur cibayawak dikarenakan ketersediaan pakan yang lebih tinggi berdasarkan  temuan pohon pakan primata dari spesies Ficus sp. serta aktivitas makan Ratufa bicolor dan Tupaia javanica. 
Potential Medicinal Plant Species For Fever Used by Minangkabau Ethnic at Nagari Taruang-Taruang, West Sumatra, Indonesia Ardian Khairiah; Nisyawati Nisyawati; Marina Silalahi; Adeel Abdulkarim Fadhel Altuhaish
Al-Kauniyah: Jurnal Biologi Vol 15, No 2 (2022): AL-KAUNIYAH JURNAL BIOLOGI
Publisher : Department of Biology, Faculty of Science and Technology, Syarif Hidayatullah State Islami

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/kauniyah.v15i2.25261

Abstract

AbstractFever is a symptom of illness that is commonly found in the Minangkabau ethnic community. This way, the Minangkabau ethnic community has local knowledge of utilizing plants to cure fever. The purpose of this study was to obtain species of plants used by the Minangkabau ethnic community in the treatment of diseases with symptoms of fever, as well as their potential as modern medicinal ingredients. The research method was carried out by using the open, semi-structural, and participatory observation techniques. Interviews were conducted with 9 key informants selected by purposive sampling and 126 respondents selected by snowball sampling. Data were analyzed qualitatively with descriptive statistic and quantitatively by calculating the Cultural Significance Index (CSI) and fidelity value. The medicinal plants used were 40 species from 22 families. The most used families were Euphorbiaceae (5 species), Musaceae, and Poaceae (each of 4 species), and Rubiaceae (3 species). Cocos nucifera had the highest CSI value, indicating the species was widely used in Minangkabau community. Based on the value of fidelity, 70% value was obtained by 4 plants to treat fever, namely Costus speciosus, Kalanchoe pinnata, Sacciolepeis interrupta, and Enhydra fluctuans. The four plants have the potential to be further developed into modern medicinal ingredients.AbstrakDemam merupakan gejala sakit yang umum ditemukan pada masyarakat etnis Minangkabau. Masyarakat etnis Minangkabau memiliki pengetahuan lokal dalam memanfaatkan tumbuhan untuk penyembuhan demam. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat etnis Minangkabau dalam pengobatan penyakit dengan gejala demam, serta potensinya sebagai bahan obat modern. Metode penelitian dilakukan dengan teknik wawancara terbuka, semistruktural dan observasi partisipasif. Wawancara dilakukan pada 9 orang informan kunci yang dipilih secara purposive sampling dan 126 orang responden yang dipilih menggunakan snowball sampling. Data dianalisis secara statistika deskriptif dan kuantitatif dengan menghitung nilai kultural (Index of Cultural Significance) dan nilai Fidelitas. Tumbuhan yang obat yang dimanfaatkan sebanyak 40 jenis yang berasal dari 22 suku. Famili terbanyak yang dimanfaatkan yaitu Euphorbiaceae (5 jenis), Poaceae dan Musaceae (masing masing 4 jenis), dan Rubiaceae (3 jenis). Cocos nucifera merupakan tumbuhan obat dengan nilai kultural (CSI) tertinggi. Berdasarkan nilai fidelitas terdapat 4 tanaman yang memiliki nilai 70% dalam penyembuhan demam, yaitu Costus speciosus, Kalanchoe pinnata, Sacciolepeis interrupta, dan Enhydra fluctuans. Keempat tanaman tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan obat modern.
POPULASI DAN SEBARAN MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI KAWASAN RESORT PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL TAPOS, TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO Ardian Khairiah; Taqiyuddin Zanki Haidar; Kenni Sondari; Amin Indra Wahyuni; Armar Riliansyah Tamala; Ade Basyuri; Alma Fadilah; Nida Khairun Nisaa; Lingga Heru Prasetio; Hilal Fadlan Ramada; Dinda Rama Haribowo; Puji Gantina
BIO EDUCATIO : (The Journal of Science and Biology Education) Vol 7, No 2 (2022): Bio Educatio : The Journal of Science and Biology Education
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (654.3 KB) | DOI: 10.31949/be.v7i2.4179

Abstract

Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) telah mengalami penurunan cukup tajam dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah perburuan langsung di habitat alaminya untuk diperdagangkan dan dibunuh sebagai hama. Kawasan hutan Resort Pengelolaan Taman Nasional (PTN) Tapos merupakan salah satu habitat Monyet Ekor Panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi dan sebaran Monyet Ekor Panjang di kawasan Resort PTN Tapos. Pengumpulan data populasi dilakukan dengan metode transek jalur sepanjang 1000m pada pukul 08.00 – 16.00, dan pengumpulan data sebaran dilakukan melalui titik koordinat lokasi hasil perjumpaan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Analisis data populasi menggunakan persamaan King’s method, sedangkan titik koordinat yang telah terkumpul ditampilkan dalam bentuk peta sebaran menggunakan ArcGIS 10.8 kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil pengamatan menunjukkan estimasi populasi tertinggi berada di blok hutan Pasir Koja jalur atas sebanyak 47,03 individu/ha dengan kepadatan populasi sebesar 4,70 individu/ha. Sedangkan, hasil terendah terdapat di blok hutan Pasir Beunyeng pada jalur atas dengan estimasi populasi sebanyak 2,73 ind/ha dan kepadatan populasinya 0,27 individu/ha. Pada blok hutan Pasir Koja, Monyet Ekor Panjang paling banyak ditemukan pada wilayah PTN Tapos. Namun, terdapat dua lokasi Monyet Ekor Panjang yang ditemukan diluar wilayah PTN Tapos. Sedangkan pada blok hutan Pasir Beunyeng lokasi temuan Monyet Ekor Panjang berada diluar area wilayah PTN Tapos
Aktivitas Makan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Kawasan Resort Pengelolaan Taman Nasional Tapos, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Hana Iffatalya; Dinda Rama Haribowo; Ardian Khairiah; Fitra Pirmansyah; Ahmad Rijal; Amin Indra Wahyuni; Taqiyuddin Zanki Haidar; Ade Basyuri; Kenni Sondari; Wanda Sopiah; Faqih Fathurahman Zidny; Salsabila Ratna Wulandari
Bioma : Berkala Ilmiah Biologi Vol. 25, No 1, Tahun 2023
Publisher : Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/bioma.25.1.60-73

Abstract

Monyet ekor panjang (MEP) memiliki peran dalam meregenerasi hutan, salah satunya melalui aktivitas makan. Resort PTN Tapos merupakan salah satu habitat MEP yang lokasinya berdekatan dengan pemukiman warga sehingga dapat mempengaruhi aktivitas makan MEP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas makan MEP yang meliputi aktivitas yang sering dilakukan, aktivitas makan berdasarkan waktu, usia, serta jenis pakan yang dimakan oleh MEP pada dua lokasi pengamatan, yaitu Blok Hutan Pasir Beunyeng (PB) dan Pasir Koja (PK). Pengamatan aktivitas MEP menggunakan metode instantaneous scan sampling dan disajikan dalam bentuk persentase. Aktivitas makan MEP yang teramati di Blok PB sebesar 10,92%, sedangkan di blok PK sebesar 21,72%. Aktivitas waktu makan MEP di blok PB tertinggi pada sore hari 71,43%, sedangkan di blok PK tertinggi pada pagi hari 76,92%. Aktivitas makan MEP berdasarkan usia di blok PB tertinggi pada remaja 53,85%, sedangkan di blok PK tertinggi pada remaja 41,07%. Kelompok MEP di blok PB lebih memilih jenis pakan daun Calliandra sp. sebesar 76,92%, sedangkan MEP di blok PK lebih memilih jenis pakan daun Bambusa sp. sebesar 39,29%. Sumber pakan MEP di habitatnya terus berkurang disebabkan peralihan fungsi lahan sehingga pergerakan MEP cenderung memasuki perkebunan penduduk sekitar.
Diversity of Long-tailed Macaque Food Trees (Macaca fascicularis) at The Tapos National Park Management Resort Area, Mount Gede Pangrango National Park Dinda Rama Haribowo; Ardian Khairiah; Ence Maman; Dia Kurnia Alam; Hilal Fadlan Ramada; Indi Pitria Damayanti; Nida Khairun Nisaa; Salwa Fakhirah Alayafi; Rizky Reza Vahlevi; Feby Irfanullah; Lingga Heru Prasetio
Jurnal Biologi Tropis Vol. 23 No. 3 (2023): July - September
Publisher : Biology Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, University of Mataram, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jbt.v23i3.5035

Abstract

: Long-tailed macaque (LTM) are arboreal primates which have an ecological function as seed dispersers and as controllers of insect populations in their habitat. LTM populations were found in the Tapos National Park Management Resort forest area, MGPNP. The existence of food trees greatly influences the existence and activity of LTM, so knowledge about the diversity of LTM food trees in the Tapos National Park Management Resort area is very important to do. This research aims to determine the level of species dominance in the plant community and diversity of LTM food trees in the Pasir Koja and Pasir Beunyeng Forest Blocks, Tapos Management Resort Area.  Data collection on LTM food trees was carried out using the grid line method of vegetation analysis. Data processing was carried out by calculating the importance value index (IVI) of food tree vegetation and calculating the diversity index (H') of food tree species. The results showed that the highest IVI value in the Pasir Koja forest block was Bamboo (Bambusa sp.) with a value of 106.76%, while Ki acret (Spathodea campanulata) had the lowest IVI value of 10.65%. Meanwhile, the highest IVI value in the Pasir Beunyeng forest block was Kaliandra (Calliandra surinamensis) with an IVI of 166.60%, while reed bamboo (Gigantochloa atter) had the lowest IVI value of 17.62%. The food tree species diversity index in the Pasir Koja and Pasir Beunyeng forest blocks is categorized as low.