This Author published in this journals
All Journal LAW REFORM
Ratna Herawati
Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

DINAMIKA RELASI ANTARA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM SISTEM AUDIT KEUANGAN NEGARA Gilang Prama Jasa; Ratna Herawati
LAW REFORM Vol 13, No 2 (2017)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.589 KB) | DOI: 10.14710/lr.v13i2.16155

Abstract

Hubungan antara BPK dengan DPR dapat terpengaruh oleh opini hasil pemeriksaan keuangan yang dikeluarkan BPK, terutama apabila menyangkut pengelolaan anggaran dalam lingkup DPR. DPR tidak serta merta mau menerima hasil LKPP yang disampaikan oleh BPK.Penelitian ini bersifat deskriptif dan dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum normatif. Data yang diteliti adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, khususnya mengenai sistem audit keuangan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan kemudian dikaitkan dengan relasi antara BPK dengan DPR dalam sistem audit keuangan Negara, serta hambatan yang dihadapi oleh BPK dalam pelaksanaan sistem audit keuangan negara dalam hubungannya dengan DPR. Hasil penelitian bahwa, Pertama, sistem audit yang dilakukan BPK pada dasarnya merupakan salah satu kegiatan yang terjadi pada akhir kegiatan pengelolaan anggaran (post audit). Kedua, dalam melaksanakan fungsi pengawasan antara DPR dan BPK mempunyai hubungan fungsional secara timbal balik yaitu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK merupakan bahan bagi DPR untuk melaksanakan fungsi pengawasan. Ketiga, reformasi dengan perubahan terhadap Pasal 23 UUD 1945 tidak serta merta diikuti dengan penguatan kelembagaan BPK terkait dengan kewenangannya, dimana sampai saat ini BPK belum mampu melaksanakan tugas konstitusionalnya secara maksimal. 
PEMILIHAN KEPALA DESA SERENTAK DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DESA (Studi Kasus Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Serentak Tahun 2016 di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau) Rudiadi Rudiadi; Ratna Herawati
LAW REFORM Vol 13, No 1 (2017)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.83 KB) | DOI: 10.14710/lr.v13i1.15956

Abstract

Era reformasi yang terjadi pada tahun 1998 menandai berakhirnya Pemerintahan Orde Baru, hal inilah yang melatar belakangi lahirnya otonomi daerah dan UU No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Perjalanan sistem otonomi daerah terus mengalami perubahan, hal itu ditandai dengan lahirnya UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Lahirnya UU No.23 tahun 2014 ini menjadi dasar lahirnya UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa, hal itu semakin memperkuat status desa sebagai pemerintahan yang memiliki hak otonomi yang asli dan demokratis. Lahirnya UU Desa ini menjadi dasar hukum mengenai pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Indonesia, seperti yang disebutkan dalam Pasal 31 ayat (1). Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Yuridis Empiris, spesifikasi penelitian adalah Deskriptif Analitis dan data yang digunakan data pri,er dan sekunder. Hasil analisa penelitian menyimpulkan: peraturan tentang Pilkades pasca Era reformasi diatur dalam UU No.22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Namun setelah lahirnya UU No.6 tahun 2014 tentang Desa, pelaksanaan Pilkades dilaksanakan secara serentak diseluruh wilayah di Indonesia, seperti yang disebutkan dalam Pasal 31 ayat (1). Selain itu, pelaksanaan Pilkades serentak di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, tahun 2016 terdapat beberapa permasalahan: adanya aturan persyaratan pencalonan yang dikhususkan untuk Calon Kepala Desa yang beragama Islam, yaitu “dapat membaca al-quran”, sedangkan bagi Calon Non-muslim tidak diatur persyaratan tersebut. Hal itu mengindikasikan adanya diskriminatif dalam agama, serta  dapat merusak proses demokrasi di desa. Permasalahan lain yang terjadi adalah, adanya campur tangan Panitia Kabupaten secara langsung dalam proses seleksi bakal Calon Kepala Desa. Selain itu, pelaksanaan Pilkades serentak dilihat dalam perspektif otonomi desa, idealnya semua tahapan dalam pemilihan dan juga tahapan penyeleksian Bakal Calon diserahkan kepada Panitia Pemilihan di desa. 
FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH MENGENAI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DI KABUPATEN BATANG Benny Abidin; Ratna Herawati
LAW REFORM Vol 14, No 2 (2018)
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (124.647 KB) | DOI: 10.14710/lr.v14i2.20872

Abstract

Implementasi Perda APBD Kabupaten Batang pada periode 2016 dari sisi pengawasan DPRD sebagai mitra Kepala Daerah sebagai penyelenggaraan pemerintahan daerah pada era otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tulisan membahas dan menganalisa pola pengawasan DPRD terhadap perda APBD yang memiliki implikasi tercapainya tujuan pembangunan daerah sesuai dengan perda perencanaan pembangunan daerah (RPJPD/RPJMD). Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang terdiri bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta analisa data bersifat kualitatif. Pengawasan DPRD Kabupaten Batang terhadap Perda APBD belum berjalan maksimal yang disebabkan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Batang lebih didominasi pengawasan teknis-fungsional daripada pengawasan politik. Polla pengawasan DPRD Kabupaten Batang belum berorientasi pada visi-misi, tujuan dan sasaran pembangunan Kabupaten Batang 2012-2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan DPRD Batang terhadap pelaksanaan Perda APBD Batang 2016 adalah faktor hukum, aparat penegak hukum, fasilitas dan sarana prasarana penegakan hukum dan faktor masyarakat (Budaya). Faktor hukum sendiri telah dapat menciptakan kondisi pengawasan DPRD berjalan efektif. Faktor aparat penegak hukum, fasilitas dan sarana prasarana penegakan hukum dan faktor masyarakat (Budaya) masih menjadi menjadi penghambat pengawasan DPRD Batang terhadap pelaksanaan Perda APBD Batang 2016. Hambatan-hambatan tersebut adalah belum terjalin koordinasi dan sinergi antar aparat pengawasan fungsional dan DPRD Kabupaten Batang, belum digunakan dengan baik pola penganggaran berbasis kinerja, belum optimalnya penerapan budaya berbasis kinerja dan belum tersedianya mekanisme partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran.Kata Kunci: Otonomi Daerah; Check and Balances; Good Governance; Pengawasan.