Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Kajian Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa untuk Mengembangkan Karakter Anti Korupsi Wiyono, Subelo; Samho, Bartolomeus; Pangalila, Theodorus; Pasandaran, Sjamsi
Jurnal Civic Education: Media Kajian Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.841 KB) | DOI: 10.36412/ce.v3i2.1096

Abstract

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila Salah satu bagian penting dari materi pendidikan anti korupsi di Indonesia adalah pemahaman nilai-nilai Pancasila. Berbagai sumber menunjukkan masih kurangnya penelitian Pendidikan Anti Korupsi berbasis Pancasila. Sila pertama Pancasila yang menjiwai keempat sila berikutnya menjadi sentral penelitian awal ini. Perguruan tinggi memiliki posisi strategis untuk memenuhi harapan peneliti dalam peranannya sebagai pendorong efektivitas pemberantasan tindak pidana korupsi. Berkaitan dengan gagasan-gagasan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan qualitative research dengan model grounded. Teknik pengumpulan data akan peneliti lakukan dengan studi dokumen, wawancara, dan observasi. Sumber dokumen adalah dokumen formal, literatur, buku teks, dan perangkat pembelajaran. Informan adalah pakar di bidang filsafat, Pendidikan Kewarganegaraan, dan dosen. Observasi dilakukan terhadap proses pembelajaran Pancasila oleh dosen di perguruan tinggi. Analisis data menggunakan model induktif. Akan tetapi dalam bagian (artikel) ini peneliti masih sebatas menggunakan studi pustaka sebagai awal penelitian yang lebih besar. Penelitian awal yang akan dituangan dalam artikel ini memberikan gambaran bagaimana persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia dan peluang yang bisa dijadikan celah untuk menyelesaikannya. Telaah terhadap nilai Ketuhanan Yang Maha Esa peneliti anggap cukup strategis menjadi bagian awal penelitian yang lebih besar.
KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA DAN TANTANGAN-TANTANGAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA DEWASA INI Bartolomeus Samho; Oscar Yasunari
Research Report - Humanities and Social Science Vol. 1 (2009)
Publisher : Research Report - Humanities and Social Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3816.149 KB)

Abstract

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan telah menjadi citra tersendiri bagi sejarah pendidikan di Indonesia. Konsep pendidikannya menampilkan kekhasan kultural Indonesia dan menekankan pentingnya pengolahan potensi-potensi peserta didik secara terintegratif. Pada titik itu pula, konsep pendidikannya sungguh kontekstual untuk kebutuhan generasi Indonesia pada masa itu.Kini gagasan dan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, yang begitu berharga dan humanis pada masa dulu, menjadi terasa begitu klasik dan nyaris di lupakan. Itu lantaran pendidikan di Indonesia pada masa kini lebih dominasi kognitif dan jauh dari nuansa terintegratif sehingga reduktif terhadap hakekat pendidikan dan kemanusiaan. Mengapa demikian? Ada sementara pihak yang meyakini bahwa hal itu terkait dengan upaya lembaga pendidikan dalam praksisnya yang terlalu terfokus pada upaya untuk menyiasati ujian sekolah ataupun Ujian Nasional (UN), dan bukan untuk membentuk manusia yang otentik, berkepribadian dan peka terhadap dunia di luar sekolah.Padahal, pendidikan dalam konteks yang sesungguhnya, sebagaimana diyakini juga oleh Ki Hadjar Dewantara, adalah menyangkut upaya memahami dan menganyomi kebutuhan peserta didik sebagai subyek pendidikan. Dalam konteks itu, tugas pendidik adalah mengembangkan potensi-potensi peserta didik, menawarkan pengetahuan kepada peserta didik dalam suatu dialog. Semuanya itu dimaksudkan untuk memantik dan mengungkapkan gagasan-gagasan peserta didik tentang suatu topik tertentu sehingga yang terjadi adalah pengetahuan tidak ditanamkan secara paksa tetapi ditemukan, diolah dan dipilih oleh murid. Dalam perspektif itulah Ki Hadjar memaknai pendidikan sebagai aktivitas “mengasuh”.
MENGARTIKULASI PANCASILA MENJADI SPIRITUALITAS KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA YANG MAJEMUK: SEBUAH KAJIAN FILOSOFIS Bartolomeus Samho; Rudi Setiawan
Research Report - Humanities and Social Science Vol. 2 (2015)
Publisher : Research Report - Humanities and Social Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (798.356 KB)

Abstract

Indonesia adalah bangsa yang majemuk dalam suku, agama, ras, dan golongan. Pluralitas ini telah sejak dahulu disadari oleh para pendiri bangsa dan menjadi ciri khas masyarakat di Indonesia. Para pendiri bangsa tentu berharap agar pluralitas yang sungguh real di Indonesia itu kelak tetap terpelihara dalam kondisi yang utuh. Dalam rangka mewujudkan harapan itu, mereka merumuskan suatu semangat hidup bersama. Rumusan yang dimaksudkan bersumber pada elemen-elemen yang ada dalam jiwa Indonesia.1 Rumusan itulah yang menjadi ruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia bersumber dari “keutamaan hidup” (virtue) bangsa Indonesia. Ia adalah inti atau kristalisasi kultur bangsa Indonesia yang sarat dengan nilai-nilai spiritual. Sebagai demikian, Pancasila patut menjadi spiritualitas kehidupan bangsa Indonesia. Nilai-nilai vital yang terkandung di dalamnya menjadi kekuatan dalam proses “menjadi Indonesia”. Berangkat dari penalaran di atas, penelitian ini hendak kami fokuskan pada klaim bahwa Pancasila adalah spiritualitas kehidupan bangsa Indonesia. Artinya, gerak atau orientasi kehidupan bangsa Indonesia yang ideal dalam tatanan real adalah dijiwai dan dihidupi oleh nilai-nilai dasar Pancasila.Kata Kunci: Pancasila, spiritualitas, Indonesia, pluralisme, pluralitas, kebhinnekaan,
Pendidikan Karakter dalam Kultur Globalisasi: Inspirasi dari Ki Hadjar Dewantara Bartolomeus Samho
MELINTAS Vol. 30 No. 3 (2014)
Publisher : Faculty of Philosophy, Parahyangan Catholic University, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.126 KB) | DOI: 10.26593/mel.v30i3.1447.285-302

Abstract

Education is a wide terminology describing among others the transformative and liberatif activities of human being. One of the major aims of an education programme is to make a more balanced growth of a person’s characters, covering the intellectual, spiritual, social, emotional, and physical dimensions. In the light of Ki Hadjar Dewantara, the founder of Tamansiswa educational institution, one might say that education is an effort to advance the good characters (the inner strength and characters), the mind, and the body. For him, education is an effort to liberate the physical and spiritual aspects of a human being. Thus every activity in an education institution should be a process of humanisation that goes holistically, that is, physical, mental, spiritual, individual, sosial, cultural, dan natural growths. In line with this, a well educated person who has good characters may respect other people’s rights and could develop ecological concern. This article aims to explore how far education institutions can respond within the range of Ki Hadjar Dewantara’s concept of education to the globalization issues affecting our society today.
URGENSI “MODERASI BERAGAMA” UNTUK MENCEGAH RADIKALISME DI INDONESIA Bartolomeus Samho
Sapientia Humana: Jurnal Sosial Humaniora Vol 2 No 01 (2022): Edisi 3
Publisher : Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.042 KB) | DOI: 10.26593/jsh.v2i01.5688

Abstract

This paper aims to describe the reasons behind the importance of “religious moderation” to prevent radicalism in Indonesia. The method used in this paper is literature study (books, journals, encyclopedias, and dictionaries). The results of this study indicate that "religious moderation" has the opportunity to maintain the nobility of religion so that it remains relevant and significant for all ages. In conclusion, a significant and relevant religious vision and mission to bring beauty, peace, a sense of kinship and unity in social diversity becomes manifest in "religious moderation". Therefore, the call for "religious moderation" is imperative, namely: religion must be lived and practiced for the liberation of humans from extreme attitudes and actions that risk dehumanizing. In that perspective, religion should not be used as an instrument to justify destructive actions. Instead, make religion a source of creative inspiration to continuously improve the quality of human life everywhere.
DIMENSI KEILAHIAN SUNDA WIWITAN DALAM UPACARA SEREN TAUN DI CIGUGUR Willfridus Demetrius Siga; Kurniasih . .; Alfonsus . Sutarno; Bartolomeus . Samho; Valerianus Beatae Jehanu
Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam Vol 7, No 2 (2022): JAQFI VOL.7 NO. 2, 2022
Publisher : Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Negri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jaqfi.v7i2.20994

Abstract

Local religions in Indonesia are generally perceived as culture, not religion. The local religious tradition that existed before the world religion was seen as something with a profane dimension, not sacred. As a result, the divine dimension of local religion is denied. This ethnographic research aims to reveal the divinity dimension of local religion by taking a case study of the local religion of Sunda Wiwitan in Cigugur, Kuningan, West Java. The divine dimension of Sunda Wiwitan can be found in a special way in the entire series of Seren Taun ceremonies, namely the thanksgiving ceremony for the harvest as well as the Sunda Wiwitan religious holiday. In prayers, sacred places and times, ritual materials, music, songs and mantras, ceremonial clothing, performers, and sacred figures all manifest the existence of a supernatural figure (God). The dimension of divinity depicted in the local Sunda Wiwitan religion is very relevant and significant for developing an inclusive and appreciative attitude towards the diversity of religious traditions in Indonesia. With it, the promotion of peace and inter-religious harmony is also possible to construct.
Menelisik Relevansi Pancasila Sebagai Spiritualitas Hidup Bangsa Indonesia Yang Majemuk Bartolomeus Samho; Rudi Setiawan
Civic Education: Media Kajian Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 2 (2022): Desember 2022, Jurnal Civic Education: Media Kajian Pancasila dan Kewarganegara
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Negeri Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (265.834 KB) | DOI: 10.53682/jce.v6i2.4940

Abstract

Pancasila is the spirituality that animates the life of the Indonesian nation. This paper aims to describe Pancasila as the spirituality of life for the Indonesian people. Based on the results of research in 2015 entitled "Articulating Pancasila as the spirituality of the pluralistic life of the Indonesian nation: a philosophical study", the researchers affirm and promote the relevance of Pancasila as the spirituality of the Indonesian people's life. The research method used in this paper is qualitative with a heuristic and hermeneutics approach. The results or findings of this study indicate that Pancasila originates from the culture of the Indonesian nation. It is an extract or crystallization of cultural values that are life principles of the Indonesian people. Therefore, the articulation of Pancasila as the spirituality of the Indonesian people's life seems relevant. The benefit of this research is to broaden the horizons of Pancasila in the life of the Indonesian people. In addition, this research is also useful for strengthening the commitment of the Indonesian people in implementing, affirming, and promoting the values of Pancasila in the practice of life.