Nur Iksan
FIB Universitas Brawijaya

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

SUBJEKTIVITAS KOLEKTIF : KRISIS EKSISTENSI DALAM KARYA SENI Nur Iksan
Studi Budaya Nusantara Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Studi Budaya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (533.491 KB) | DOI: 10.21776/ub.sbn.2019.003.01.04

Abstract

Sebagaimana manusia merupakan makhluk dinamis yang diwajibkan selalu memperbaiki kualitas hidupnya, tidak seharusnya ia menyesuaikan dan  menetralkan nilainya pada tawaran dari luar. Idealnya, manusia menuju diri yang sejati melalui pemenuhan pada keterlibatannya dalam setiap proses untuk “menjadi subjek” didalamnya. Sebuah proses yang dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan holistik sebagai pondasi penyempurnaan makna kehidupannya.   Menjadi diri yang berkepribadian dan membentuk diri dengan bebas serta sadar atas tindakannya. Hal ini merupakan konsekuensi yang harus dihadapi dengan menempatkan pilihan berdasarkan pada kewenangan otonom untuk sebuah keyakinan dengan penghayatan dalam beraktifitas. Tetapi ditengah arus global sekarang ini kehidupan manusia yang mampu mencapai keontetikan diri menjadi barang mewah. Realitasnya, kontruksi penguasa otoriter yang legal maupun ilegal melalui media masa telah menciptakan kebudayaan secara massal dan dalam satu pandangan. Fenomena ini dapat dilihat pada sistem kerja media masa yang menyajikan imajinasi yang artifisial secara kontinyu dengan mekanisme hipnosis sebagai teknik injeksi kesadaran. Sebuah sistem penyeragaman yang menawarkan “kemapanan” berdasarkan kebendaan, pencitraan, status sosial dan bahkan moralitas. Bentuk tawaran tersebut, tanpa didasari pengetahuan secara subjektif semakin mendorong individu mengalami krisis eksistensi.   Fenomena di atas sebagai ide gagasan penciptaan karya seni grafis dengan muatan autokritik terhadap kondisi manusia yang sedang mengalami krisis eksistensi, dengan penggunaan metode penciptaan: ekplorasi, brainstorming dan pembentukan atau perwujudan. Proses perwujudannya dengan mengolah kelebihan karya seni grafis melalui reproduksi ke dalam satu media kanvas dengan teknik Puzzele. Karya seni dari tema "Subjetivitas Kolektif" diharapakan bisa menjadi media reflektif dari manusia yang sedang mengalami krisis eksistensi.
RELIEF CANDI KIDAL SEBAGAI IDE PENCIPTAAN MOTIF BATIK SRI WEDHATAMA Femi Eka Rahmawati; Nur Iksan; Ahmad Syarifuddin Rohman
Brikolase : Jurnal Kajian Teori, Praktik dan Wacana Seni Budaya Rupa Vol 12, No 2 (2020)
Publisher : Institut Seni Indoensia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/brikolase.v12i2.3238

Abstract

Kota Malang merupakan salah satu kota yang memiliki peninggalan sejarah terutama dari  situs-situs candi Kerajaan Singosari. Kerajaan Singosari merupakan salah satu kerajaan besar di nusantara yang sampai sekarang terdapat peninggalan sejarahnya, yaitu Candi Kidal. Keunikan candi ini adalah terdapat ornament yang tidak hanya sebagai ornament hias, namun terdapat ornament cerita yang mempunyai makna filosofis sangat tinggi. Salah satu perwujudan pelestarian ornament Candi Kidal yakni dengan pembuatan batik. Batik merupakan salah satu kekayaan kebudayaan bangsa Indonesia yang sudah diakui dunia dan banyak digunakan dalam berbagai acara baik dari kalangan bawah, menengah dan kalangan atas ataupun acara kenegaraan.Penelitian ini bertujuan mendokumentasikan ornament hias atau relief dan merancang motif batik dari ornament-ornamnet hias Candi Kidal yang sesuai dengan makna untuk di sandang sebagai citra batik khas Malang Raya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan kombinasi penelitian desain, sehingga menghasilkan desain motif batik Sri Wedhatama. Nama batik Sri Wedhatama  merupakan perwakilan dari perlambangan baik pada ornament, sehingga diharapkan motif tersebut membuat penyandang mempunyai praba yang baik sesuai dengan motif batik yang disandangnya. 
EKSPLORASI MEDIA OIL PASTEL DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI GRAFIS (SILK SCREEN) DENGAN TEKNIK LANGSUNG Nur Iksan
JADECS (Journal of Art, Design, Art Education & Cultural Studies) Vol 7, No 2 (2022)
Publisher : Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um037v7i22022p182-194

Abstract

Karya seni sebagai bentuk pemaknaan akan pengalaman seniman tentu dalam proses kreatifnya akan selalu melewati pola eksplorasi-eksplorasi secara kontinyu di setiap penciptaannya. Eksplorasi disini dapat berupa teknik, bahan, gaya visual maupun narasi; namun dewasa ini eksplorasi bahan jarang terlihat di wacana seni rupa khusunya seni grafis, sedangkan sifat dari material bahan yang digunakan mempunyai efek atau citraan gambar yang unik dengan material bahan lainnya. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini akan mengeksplorasi oil pastel yang diproyeksikan dalam karya seni grafis (silk screen) dengan teknik langsung, dan menggunakan metode pendekatan campuran (mixed); kuantitatif doproyeksikan dalam eksplorasi material pembuatan oil pastel dan kualitatif diproyeksikan untuk mendiskripsikan teknik oil pastel ke dalam sebuah karya seni grafis. Hasil penelitian oil pastel dari kandungan paraffin wax bisa digunakan dalam penciptaan karya seni sik screen, dan diaplikasikan dalam karya “Pondasi Terjanji”.Kata kunci : Silk Screen, Seni Grafis, Oil Pastel, Teknik Langsung
SENI DALAM DIMENSI EKOLOGI: PERAN INSAN SENI DALAM ADVOKASI ISU LINGKUNGAN Mayang Anggrian; Nur Iksan
Brikolase : Jurnal Kajian Teori, Praktik dan Wacana Seni Budaya Rupa Vol 14, No 2 (2022)
Publisher : Institut Seni Indoensia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/brikolase.v14i2.3964

Abstract

Art and its crosses in ecological areas have the opportunity and potential to help advocate environmental issues in the community. However, the art of ecology and advocacy about it has not been done by many artists. Even artwork and environmental advocacy are less popular and desirable in the art ecosystem because it doesn’t intersect with the practical economy of artists. In fact, referring to the increasingly critical global ecological situation, it is currently necessary to make sustainable efforts to build community eco consciousness. This research then questioned about the motives of art activist doing artwork with environmental theme, as well as their role in advocating environmental issues in society. Furthermore, this research also examines how the impact of artistic work with the environmental theme on the surrounding community. This is interesting because the various environmental advocacy efforts that have been caried out by these artist have been responded to by various dynamics in society, and it can be seen if people of the arts can play a unique role in environmental advocacy. In the end the qualitative descriptive method used in this study found a number of certain pattern about the motivation, role, and impact of environmental art work that has been carried out by artists in the local community. Based on this research environmental advocacy and artistic work have become a catalyst for the appreciation of eco-consciousness of the surrounding community. The position of the arts is quite strategic as agent of change.
Denotation and Connotation of Mandau, A Weapon of Kanayatn Dayak Tribe in West Kalimantan Iwan Pranoto; Nur Iksan; Ika Yuliati
Terob : Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol. 13 No. 2 (2023): April
Publisher : Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20111/terob.v13i2.43

Abstract

The culture and the cultural product itself that develop in today’s society cannot be separated from the recognition and agreement of some community groups, the philosophical values, or the natural signs that are embedded in everyday life, or usually called myths. One of them is Mandau, a weapon of the Kanayatn Dayak tribe, in Sebetuk village, Ngabang sub-district, Landak district, West Kalimantan. The Mandau is a weapon owned by the Kanayatn Dayak people and is often used for many purposes such as cutting the grass, chopping the wood, cutting the meat from hunted animals, protecting themselves from wild animals, conducting traditional rituals and as weapons of war. This Mandau is differentiated into two categories, the one that has sacred value and another one that does not. In this study, the object of research was the one with a scared value. The Mandau that developed in the Kanayatn Dayak community has its own a message and meaning. The denotation and connotation of the Mandau were discussed in this study based on semiotic of Roland Barthes's thought. By employing a qualitative approach, the fine art elements of the Mandau such as the decorative motifs, colors, and shapes became the main discussion. Each of them has its own meaning and thus it is trusted by the local community.