Ni Putu Yuliana Kemalasari
Universitas Bali Internasional

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KEPASTIAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA MEDIS YANG BERKEADILAN I Putu Harry Suandana Putra; Ni Putu Yuliana Kemalasari
Jurnal Ilmu Hukum The Juris Vol 6 No 2 (2022): JURNAL ILMU HUKUM : THE JURIS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/juris.v6i2.664

Abstract

Article 14 of Law Number 29 of 2004 concerning Medical Practice states that the Indonesian Medical Discipline Honorary Council (MKDKI) is the body authorized to determine whether doctors and dentists have made mistakes in the application of medical and dental disciplines and to impose sanctions. This provision indicates that any medical dispute appears to be resolved through the Indonesian Medical Discipline Honorary Committee. However, the current medical dispute settlement through MKDKI is not in accordance with the principle of impartiality, as seen from the process of resolving medical disputes which takes a long time and may not necessarily be executed, including whether the applicant/patient won the case in the Indonesian Medical Discipline Honorary Council (MKDKI) session. What is the legal certainty of equitable medical dispute resolution? And how to realize a just MKDKI decision? The research method is carried out in a normative juridical manner. The results of the study show that justice can be obtained through civil lawsuits, either unlawful acts or defaults on the implementation of therapeutic agreements between patients and doctors in district courts. Legal certainty will be realized if medical dispute resolution arrangements are formed. Meanwhile, the applicant/patient in resolving medical disputes using the MKDKI mechanism, in this case between the patient and the doctor, has not received justice because the MKDKI decision does not contain an unlawful act clause, but rather the application of medical science to patients.
EFEKTIVITAS PENGAWASAN BPOM RI TERHADAP PEREDARAN OBAT DEMAM, FLU DAN BATUK YANG MENYEBABKAN KEMATIAN AKIBAT GAGAL GINJAL AKUT PADA ANAK Ni Putu Yuliana Kemalasari; I Putu Harry Suandana Putra; I Nengah Pasek Suryawan
Jurnal Hukum Saraswati (JHS) Vol. 5 No. 1 (2023): JURNAL HUKUM SARASWATI , MARET 2023
Publisher : Faculty of Law, Mahasaraswati University, Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kasus kematian anak yang diduga akibat gagal ginjal akut menjadi persitiwa luar biasa dalam dunia kesehatan di Indonesia pada pertengahan tahun 2022. Berbagai spekulasi bermunculan sampai dengan adanya sebuah penelitian dan kajian dimana hal tersebut disebabkan oleh kandungan zat kimia etilen glikol (EG) dan dietilen (DEG) dalam obat sirup penurun demam yang dikonsumsi oleh anak-anak. Berdasarkan berita dalam media online setidaknya tercatat 324 anak dari 28 provinsi di Indonesia meninggal dengan gejala gagal ginjal akut. Peristiwatersebut menyorot badan pengawas obat dan makanan yaitu BPOM. Para pihak baik pemerintah, swasta, LSM dan komisi perlindungan konsumen meminta pertanggungjawaban kepada BPOM yang diduga lalai dalam melakukan pengawasan sehingga obat-obatan yang berbahaya tersebut dapat lolos izin edar dan izin produksi. Menyikapi permasalahan tersebut, telah muncul isu hukum mengenai pertanggungjawaban hukum BPOM terhadap peredaran obat sirup yang mengakibatkan gagal ginjal akut pada anak sehingga menyebabkan kematian. Untuk memecahkan permasalahan hukum tersebut, dilakukan dengan metode penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa BPOM sebagai lembaga negara dan subjek hukum wajib melakukan pertanggungjawaban secara hukum akibat dugaan kelalaiannya dalam melakukan pengawasan dari obat-obatan yang mengakibatkan kematian pada anak.
Protection of Medical Record Data as a Form of Legal Protection of Health Data through the Personal Data Protection Act Ni Putu Yuliana Kemalasari; I Putu Harry Suandana Putra
Journal of Digital Law and Policy Vol. 2 No. 3 (2023): Journal of Digital Law and Policy - May 2023
Publisher : Catuspata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58982/jdlp.v2i3.338

Abstract

This study aimed at analyzing government’s efforts to provide protection for medical record data of patients as a form of legal protection for patient’s medical data. In the midst of the flurry cases of personal data leakage by hackers, it has raised concerns from various parties about the possibility of medical records leaking of someone’s medical history. Medical history or medical record contains confidential information about a person’s condition related to health and the history of health care that has been carried out. It becomes particularly serious when it records certain diseases of the patient that should not be spread out to the public. In Indonesia, several regulations regarding the protection of personal data which is a person’s privacy rights have been formed. However, this is not enough to deal with the development of digital technology to provide legal certainty for the protection of personal data including medical records as one of the objectives of the law, namely to provide legal certainty and protection. Therefore, this study examines how the legal protection of medical record data based on legal protection according to positive law and the Personal Data Protection Act.
Hilangnya Bagian Tubuh Pasien Yang Mengakibatkan Kecacatan Permanen Akibat Kelalaian Medis Dalam Aspek Pertanggungjawaban Hukum Ni Putu Yuliana Kemalasari; I Putu Harry Suandana Putra
Jurnal Ilmiah Raad Kertha Vol 6, No 2 (2023)
Publisher : Universitas Mahendradatta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47532/jirk.v6i2.928

Abstract

Hilangnya bagian tubuh pasien akibat kelalian tenaga medis berdampak pada kecacatan yang disengaja, sehingga membutuhkan kepastian hukum kepada pasien yang dapat diperoleh dengan meminta pertanggungjawaban hukum baik secara pidana maupun perdata kepada tenaga medis akibat kelalaiannya tersebut. Pentingnya pertanggungjawaban hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada pasien sebagai korban atas tindak kelalaian dari tenaga medis sehingga mengakibatkan kecacatan permanen. Untuk menjawab permasalahan tersebut metode penelitian hukum yang dipergunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang diangkat. Pertanggungjawaban hukum akibat kelalian dari tenaga medis yang menyababkan kecacatan permanen pada pasien dapat mengacu kepada ketentuan Pasal 1371 ayat (1) KUHPerdata dan/atau Pasal 46 Undang- Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit jo Pasal 190 ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. kecacatan permanen pasien yang diakibatkan hilangnya anggota tubuh pasien akibat kelalaian dari tenaga medis umum disebut dengan malpraktek. Malpraktek adalah kesalahan atau kelalaian yang disengaja atau tidak dengan sengaja oleh tenaga medis yang menimbulkan kerugian pada kesehatan atau keselamatan dari pasien sebagai korban. Bahwa dapat disimpulkan pertanggungjawban hukum yang dapat dijatuhkan kepada tenaga medis akibat kelalaiannya dapat dimintakan pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata.
MEDICAL DISPUTE RESOLUTION BETWEEN PATIENTS AND MEDICAL PERSONNEL AFTER LAW NUMBER 17 OF 2023 CONCERNING HEALTH Putu Harry Suandana Putra; Ni Putu Yuliana Kemalasari; I Gusti Made Maha Putra
JILPR Journal Indonesia Law and Policy Review Vol 5 No 3 (2024): Journal Indonesia Law and Policy Review (JILPR), June 2024
Publisher : International Peneliti Ekonomi, Sosial dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56371/jirpl.v5i3.252

Abstract

Hubungan antara dokter dan pasien terletak pada adanya persetujuan tindakan medis dan perjanjian terapeutik. Pelanggaran terhadap persetujuan tindakan medis atau perjanjian terapeutik dapat berupa perbuatan melawan hukum atau wanprestasi. Dokter dalam melakukan tindakan medis tidak luput dari kesalahan atau kelalaian. Kesalahan atau kelalaian dokter ini dapat juga dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum. Untuk menentukan ada atau tidaknya kesalahan dokter dalam melakukan tindakan medis, maka pasien berdasarkan ketentuan Pasal 304 jo Pasal 305 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dapat mengadukan ke Majelis Penegakan Disiplin Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang dibentuk Menteri Kesehatan. Namun, hingga saat ini mejelis tersebut belum terbentuk sebagaimana maksud dalam Pasal 304 ayat (5). Selanjutnya setelah melewati proses dalam Majelis Penegakan Disiplin Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, pasien atau keluarganya yang mengalami kerugian akibat tindakan medis maupun tindakan dari tenaga kesehatan harus menyelesaikan perselisihan melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Tata cara alternatif penyelesaian sengketa medis hingga saat ini belum diatur dalam peraturan pemerintah. Bagaimana penyelesaian sengketa medis yang terjadi antara tenaga medis dan pasien? Bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Penyelesaian sengketa medis harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 304 dan 310 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Sementara itu, perlindungan hukum terhadap pasien yang berada di rumah sakit dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 184 jo Pasal 189 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Apabila terjadi sengketa antara rumah sakit, dokter, dan pasien, maka penyelesaian sengketanya harus diselesaikan melalui Majelis Penegakan Disiplin Profesi Tenaga Kesehatan dan Tenaga Medis serta terlebih dahulu dilakukan penyelesaian perselisihan sebelum ke pengadilan. Ketentuan Pasal 310 membuka peluang adanya pelbagai lembaga mediasi dan arbitrase kesehatan.