La Ode Muh Umran
Universitas Halu Oleo

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PERAN ELIT POLITIK DALAM PERUMUSAN PEMBENTUKAN KEBIJAKAN PEMEKARAN KABUPATEN MUNA BARAT Iza Nur Al Muzammil Sadikin; La Ode Muh Umran; La Bilu
Jurnal Local Politic And Government Issues (Calgovs) Vol 3, No 1 (2022): Juli
Publisher : Jurnal Local Politic And Government Issues (Calgovs)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52423/calgovs.v3i1.30892

Abstract

Skripsi ini yang berjudul Peran Elit Politik Dalam Perumusan Pembentukan Kebijakan Pemekaran Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi Tenggara oleh Izha Nur Al Muzammil Sadikin (C1E118 059) dibawah bimbingan Bapak Dr. H. Laode Muh. Umran,.M.Si sebagai pembimbing I dan Dr. La Bilu. S.Pd., M.Si sebagai pembimbing II. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan peran elit politik dalam perumusan kebijakan pemekaran Kabupaten Muna Barat kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Analisis terhadap data dan informasi yang telah diperoleh dilakukan secara kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, setelah dilakukan identifikasi fakta, verifiksi dan validitas serta interpertasi dan analisis terhadap hasil penelitian maka, disimpulkan bahwa Peran elite politik tidak bisa lepas dari pengaruh perubahan yang terjadi pada sistem politik yang melingkupinya. Elite yang menjadi motorarena kontestasi dan perebutan kekuasaan. Dengan adanya pemekaran, ruang kekuasaan baru akan terbuka. Sehingga dengan demikian, elite politik Kepulauan Muna Induk akan berusaha mengambil posisi demi mengamankan kekuasaannya. Peran penting elite politik sangat dibutuhkan dalam konteks pemekaran Kabupaten Muna Barat. Dalam rangka mempermudah terlaksana pemekaran Kabupaten Muna Barat, minimal ada tiga lembaga pemerintahan yang harus dilalui dan dikawal jika ingin mewujudkan pemekarandaerah sebagaimana yang tertuang dalam PP RI No.78/2007. Pertama, Persetujuan DPRD Kabupaten dan persetujuan Bupati Muna Induk. Kedua, Persetujuan DPRD Provinsi dan Gubernur Sulawesi Tenggara. Ketiga, Rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Tiga poin ini harus dipenuhi, jika tiga poin ini terpenuhi, maka Kabupaten Muna Barat akan segera terwujud.
PERAN POLITIK ANGGOTA DPRD PEREMPUAN DALAM MERESPON KEPENTINGAN PEREMPUAN DI KABUPATEN KONAWE UTARA 2014-2019 Sukriyanti Sukriyanti; La Ode Muh Umran; Suriani Suriani
Jurnal Local Politic And Government Issues (Calgovs) Vol 1, No 02 (2020): Edisi September 2020
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (456.584 KB) | DOI: 10.52423/calgovs.v1i02.15061

Abstract

Pemberdayaan kaum perempuan serta pemenuhan hak-haknya sampai dengan saat ini masih terasa dimarginalkan, oleh karena itu perlunya perhatian lembaga-lembaga terkait termasuk lembaga Dewan Perwakilan Rakyat khususnya yang ada di daerah untuk membuat regulasi-regulasi dan anggaran pendukung dalam membantu dan memperjuangkan kepentingan perempuan. Penelitian ini dilakukan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Konawe Utara, dengan tujuan untuk mengetahui peran anggota DPRD perempuan dalam merespon kepentingan perempuan di Kabupaten Konawe Utara Tahun 2014-2019, jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, dimaksudkan untuk menggali informasi lebih mendalam melalui wawancara dengan informan yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, masih kurangnya peran anggota legislative perempuan dalam mengakomodir kepentingan perempuan melalui pembuatan regulasi seperti peraturan daerah, serta anggarannya yang diatur oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Konawe Utara, hal ini disebabkan oleh yang pertama, dari segi kuantitas anggota perempuan kalah jumlah dengan anggota laki-laki, yang kedua, tidak diberikan kesempatan dalam berbagai hal karena pimpinan fraksi dan komisi di dominasi oleh kaum laki-laki, yang ketiga adalah representasi pendidikan perempuan yang masih rendah, dan yang keempat adalah inisiatif dari anggota perempuan itu sendiri dalam mengusulkan regulasi yang mengatur tentang kepentingan perempuan