This Author published in this journals
All Journal e-CliniC
Lisbeth F.J. Kandou, Lisbeth F.J.
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Gambaran tingkat kecemasan dengan pengukuran TMAS dan prestasi belajar siswa perempuan dan laki-laki kelas 1 SMA Negeri 1 Kawangkoan Mamuaya, Miracle H.; Elim, Christofel; Kandou, Lisbeth F.J.
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.4.2.2016.12797

Abstract

Abstract: Anxiety arises as a result of the response to stress or conflicts. This is commonly occurs when a person experiences any changes in his/her life and is required to be able to adapt. Anxiety is the most common mental disorders. Around 20% of the world population suffers from anxiety and as many as 47.7% of teenagers often feel anxious. High school students are prone to anxiety. Psychosocial stressor is any situation that causes a change in one's life so that he/she is forced to adapt or cope with stressors that arise. Changes in the learning environment has also become one of the trigger factors of anxiety and depression in high school students. This study aimed to obtain the difference of the degrees of anxiety and depression between high school male students and female students. This was a descriptive analytical study with a cross sectional design. All respondents’ achievement and levels of anxiety obtained from TMAS questionnaires were noted. In this study there were 144 selected respondents consisted of 74 female students and 70 male students; all were grade 1 students. The results showed that most male students did not experience anxiety (43 students; 61.42%). On the contrary, most female students experienced anxiety (57 students; 77.02%). Among the male students, most of them who did not experience anxiety had an average value between 80-90 meanwhile among the female students most of them who experienced anxiety had a value achievement of 80-90. Conclusion: There was no relationship between the level of anxiety and value of achievement among high school students in Kawangkoan. Keywords: homeostasis, psychosocial stressors, distorted perception. Abstrak: Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi bila seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut untuk mampu beradaptasi. Kecemasan merupakan gangguan mental terbesar. Diperkirakan 20% dari populasi dunia menderita kecemasan dan sebanyak 47,7% remaja sering merasa cemas. Siswa SMU rentan terhadap kecemasan. Stresor psikososial adalah setiap keadaan yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa beradaptasi atau menanggulangi stresor yang timbul. Perubahan lingkungan belajar juga menjadi salah satu faktor pencetus kecemasan dan depresi pada siswa SMU. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan derajat kecemasan dan depresi antara siswa SMU laki-laki dan perempuan kelas 1 SMA Negeri 1 Kawangkoan. Jenis penelitian ini deskriptif analitik dengan desain potong lintang. Dari keseluruhan responden gambaran yang diamati meliputi nilai capaian siswa dan tingkat kecemasan yang diperoleh dari kuesioner TMAS. Dari hasil penelitian diperoleh 144 responden yang terdiri dari 74 siswa perempuan dan 70 siswa laki-laki dari siswa kelas 1. Sebagian besar remaja laki-laki tidak mengalami kecemasan yakni sebanyak 43 siswa (61,42%) sedangkan pada siswa perempuan sebagian besar mengalami kecemasan yakni sebanyak 57 siswa (77,02%). Pada remaja laki-laki jumlah terbanyak siswa Mamuaya, Elim, Kandouw: Gambaran antara tingkat... yang tidak mengalami kecemasan memiliki nilai rata-rata antara 80-90. sedangkan pada remaja perempuan yang memiliki jumlah kecemasan tertinggi berada pada nilai capaian 8 . Simpulan: Tidak ditemukan hubungan antara tingkat kecemasan dan nilai capaian studi pada siswa SMU kelas 1 SMA Negeri 1 Kawangkoan. Kata kunci: homeostasis, stresorpsikososial, distorsipersepsi
Kebiasaan makan pada anak gangguan spektrum autisme Onibala, Elfriani M.; Dundu, Anita E.; Kandou, Lisbeth F.J.
e-CliniC Vol 4, No 2 (2016): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.4.2.2016.12803

Abstract

Abstract: Autism or Autistic Spectrum Disorder (ASD) is a developmental disorder which is marked as disorders in communication and social interaction, and repeated behavior. The causes of autism are not clear yet, however, genetic, environmental, and immunological factors might have some roles in the occurence of autism. Autistic children usually have different eating habits, such as eating the same kind of food for a pretty long time. Autistic children should be given gluten free, casein free, and additive substance free diets since this can improve their hyperactivity. This study aimed to obtain the eating habits of autistic children in several schools in Manado. There were 33 respondents who filled questionnaires about the eating habbit of their autistic children. The results showed that there were 10 children (30.1%) who frequently consumed gluten; 18 children (54.6%) who rarely consumed gluten; and 5 children (13.2%) who did not consume gluten. About casein consumption, there were 10 children (30.1%) who frequently consumed casein, 12 children (36.4%) who rarely consumed casein, and 11 children (33.4%) who did not consume casein. About additive substance consumption, there were 6 children (18.2%) who frequently consumed additive substances; 17 children (51.6%) who rarely consumed additive substances; and 10 children (30.1%) who did not consume these additive substances.Keywords: autism, eating habit Abstrak: Autisme pada anak atau Autistic Spectrum Disorder (ASD) merupakan gangguan perkembangan yang ditandai dengan gangguan komunikasi, gangguan interaksi sosial, dan perilaku berulang. Penyebab autisme belum diketahui pasti. Diduga faktor genetik, lingkungan, dan sistem imun berperan pada terjadinya gangguan ini. Anak autis biasanya memiliki kebiasaan makan yang berbeda, seperti sering memakan jenis makanan yang sama secara berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama. Kebiasaan makan ini dapat berpengaruh pada perbaikan perilaku anak autis. Pada anak autisme biasanya diterapkan makanan bebas gluten, kasein, dan zat aditif karena dapat membantu perbaikan hiperaktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan pada anak autis di beberapa Sekolah Luar Biasa di Manado. Terdapat 33 responden yang mengisi kuesioner tentang kebiasaan makan anak autis. Hasil penelitian mendapatkan 10 anak (30,1%) sering mengonsumsi gluten, 18 anak (54,6%) jarang mengonsumsi gluten, dan 5 anak (13,2%) tidak mengonsumsi gluten. Mengenai konsumsi kasein dari 33 responden terdapat 10 anak (30,1%) sering mengonsumsi kasein, 12 anak (36,4%) jarang mengonsumsi kasein, dan 11 anak (33,4%) tidak mengonsumsi kasein. Mengenai bahan aditif, 6 anak (18,2%) yang sering mengonsumsi zat aditif, 17 anak (51,6%) jarang mengonsumsi zat aditif, dan 10 anak (30,1%) tidak mengonsumsi zat aditif.Kata kunci: autisme, kebiasaan makan