p-Index From 2019 - 2024
0.408
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Islamic Education
Haidar Putra Daulay
Pascasarjana UIN Sumatera Utara Medan

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Manusia dalam Pendidikan Islam Menurut Hasan Langgulung Haidar Putra Daulay; Zaini Dahlan; Aimanun; Akublan Siregar
Islamic Education Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Medan Resource Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1339.358 KB) | DOI: 10.57251/ie.v1i1.9

Abstract

Konsep manusia menurut kajian Hasan Langgulung terdiri dari berbagai konsep-konsep dasar meliputi konsep khalifah Allah di muka bumi yang mengandung potensi seperti fitrah manusia, Roh disamping pemenuhan kebutuhan jasmani, kebebasan kemauan manusia dan potensi akal pikiran. Konsep lainnya adalah tentang kejadian atau penciptaan manusia serta tujuan hidupnya, sifat-sifat asal manusia, konsep amanah manusia, dan terakhir perjanjian antara Tuhan dan manusia (mithaq). Mengenai implikasi konsep manusia menurut Hasan Langgulung adalah pada intinya, Pendidikan Islam dalam pada tujuan akhir (ultimate aim) adalah pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang ciri-cirinya terkandung dalam konsep ‘ibadah dan amanah yaitu memiliki fitrah, roh disamping badan, kemauan yang bebas, dan akal. Dengan kata lain tugas pendidikan adalah mengembangkan keempat aspek ini pada manusia agar ia dapat menempati kedudukan sebagai khalifah. Kelemahan daripada kajian Hasan Langgulung mengenai manusia antara lain dalam hal tulisan, Hasan Langgulung tidak menulis kajian tentang manusia secara utuh, tulisan yang ada tersebar dari berbagai tulisan dan buku. Dalam hal teknis pemaparan, Hasan Langgulung dalam mengungkapkan tentang konsep manusia terjadi tumpang tindih dan tidak sistematik, mungkin dikarenakan luasnya wilayah kajian ini. Bebrapa hal yang masih menjadi perdebatan adalah tentang konsep kebebasan kemauan manusia, Hasan Langgulung tidak dengan secara tegas menyatakan bahwa kebebasan yang Allah berikan kepada manusia. . Bahwa konsep khalifah Allah sudah cukup untuk menafikan wujud kebebasan itu sendiri. Dalam hal ini kebebasan yang diberikan Allah kepada manusia sifatnya terbatas, Hasan Langgulung lebih cenderung pada pemikiran Asy’ary yang mencoba mengsintesakan antara kehendak Tuhan dan kehendak manusia. Pemikiran ini menimbulkan ambivalensi, bahwa disatu sisi manusia diberikan kebebasan dalam berpikir dan berkehendak dan disini lain, peranan Tuhan sangat dominan dalam hal pembentukan perbuatan manusia, dengan memakai konsep iradat-Nya, sehingga dalam praktik pendidikan Islam, Langgulung terkesan ragu dan pessimistik. Hasan Langgulung juga mengakui bahwa konsep yang ia paparkan adalah sangat mendasar, maka ia menyatakan bahwa tulisan tidak dapat dijadikan sebagai bimbingan dan acuan yang jelas terhadap pendidikan Islam secara praktis. Untuk itu sangat diperlukan buku atau kajian yang lebih komprehensif lagi dalam mendukung kajian tersebut, sehingga didapatkan sebuah konsep pendidikan Islam yang benar-benar dapat dijalankan dan diterapkan di masyakarat
Kolonialisme dan Dikotomi Pendidikan di Indonesia Haidar Putra Daulay; Zaini Dahlan; Andika Priono; Asrul Parlindungan Lubis
Islamic Education Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Medan Resource Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1121.807 KB) | DOI: 10.57251/ie.v1i1.10

Abstract

It is well known that Indonesia is a vast area and is very rich with various natural resources, including spices. These spices became the initial attraction for European nations to come to Indonesia, because they really needed them. The arrival of European nations (especially the Portuguese, Dutch and British) since the 9/15 century to trade which later developed into political and military colonization. The Dutch colonial occupation had very complex motives and goals with three major themes, which were often referred to as 3G: Gold (Gold), Glory (Power), and Gospel (Religion / Gospel), namely Economy, politics and religion. In relation to these interests, the drafters of the concept of education seemed unable to separate themselves from the socio-economic and political conditions of the Dutch central government, and their relation to the political interests of the Dutch East Indies. Thus every policy implemented in the field of education tended to be related to the interests of Dutch colonial politics in Indonesia. So that Islamic education itself is difficult to develop and its development is very limited and not given free space.