Pembiayaan murabahah merupakan produk penting bank syariah guna mendistribusikan dana kepada para nasabah perbankan tersebut. Pembiayaan ini tentu mengacu fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Standar Produk Perbankan Syariah. Perspektif fiqh, marabahah sebagai transaksi jual beli dimana barang mesti ada di antara bank dengan nasabah, tetapi secara praktik adalah penyaluran dana karena bank sebagai mediator yang tidak mempunyai barang, sehingga bank bersandar pada akad wakalah untuk menyalurkan dana dan mendapatkan keuntungan dari jual beli tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa pembiayaan murabahah bil wakalah masih tidak selaras dengan prinsip syariah, bahkan implementasinya tercemar oleh moral hazard, dimana penyaluran dana tanpa ada jual beli barang sebagaimana tertulis dalam akad. Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan metode deskriptif menganalisis bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Dengan menggunakan pendekatan ushul fiqh, penulis melakukan content analysis terhadap norma hukum pembiayaan murabahah. Penelitian ini mengalisis legal standing subjek hukum, hubungan hukum dan menentukan perbuatan hukum sebagai sebuah akad pembiayaan murabahah. Kebaruan dari penelitian ini adalah rukun syarat pembiayaan murabahah terdiri dari empat pihak dan sebelas perbuatan hukum. Revitalisasi dari penelitian ini yaitu DSN-MUI dan OJK perlu membuat legal standing pelaku pembiayaan, bukan hanya bank dan nasabah, serta memasukkan sebelas perbuatan hukum sebagai rukun atau syarat baru dari akad pembiayaan murabahah, agar sesuai dengan prinsip syariah.