Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : LEX ADMINISTRATUM

KEDUDUKAN HUKUM BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MENGAJUKAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT TERHADAP LEMBAGA PERBANKAN Nelson Gulo; Merry Elisabeth Kalalo; Grace H. Tampongangoy
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 5 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaturan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia dan untuk mengetahui kedudukan Hukum Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengajukan permohonan pailit terhadap lembaga perbankan. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Pengaturan Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Lembaga Perbankan diatur secara keseluruhan dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Lebih spesifik diatur dalam pasal 6 sampai pada pasal 13 yang membahas tentang hukum acara mengajukan pernyataan permohonan pailit. Dalam hal UU 37 Tahun 2004 Tentang K-PKPU yang memiliki kewenangan mengajukan permohonan pernyataan Pailit yaitu, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan disesuaikan menurut Debitornya. 2. Peralihan kewenangan permohonan pernyataan pailit terhadap bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan yaitu diawali adanya peralihan pengawasan micropudential bank dari BI ke OJK. Sehingga saat ini yang mengetahui kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan adalah OJK. Namun peralihan pengawasan tersebut tidak turut mengalihkan kewenangan dalam permohonan pernyataan pailit bagi bank dari BI ke OJK menimbulkan kekosongan hukum. Serta perlu dilakukannya harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan pengajuan permohonan pailit lembaga perbankan. Kata Kunci : BI, OJK, permohonan pernyataan pailit
ANALISIS HUKUM TERHADAP LAGU DAERAH YANG TELAH DIMODIFIKASI MENJADI MASH UP OLEH DISCJOKEY DITINJAU DARI UU NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA Viraine Amellya Beslar; Merry Elisabeth Kalalo; Victor Demsi Denli Kasenda
LEX ADMINISTRATUM Vol. 11 No. 5 (2023): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimanakah pelanggaran hak cipta terhadap lagu daerah yang di Mash Up oleh Discjokey untuk kepentingan komersial dan untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum terhadap hak lagu daerah yang di Mash up oleh Discjokey untuk kepentingan komersial. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Pelanggaran hak cipta lagu daerah yang dimodifikasi menjadi mash up oleh discjokey secara komersial khususnya lagu daerah didorong untuk mencari keuntungan pribadi secara cepat dengan mengabaikan izin dari pencipta dan pemegang izin hak cipta. 2. Perlindungan hak cipta atas lagu daerah yang dimodifikasi menjadi mash up oleh discjokey telah diberikan perlindungan secara eksklusif oleh negara melalui Undang-Undang Hak Cipta. Undang-Undang Hak Cipta pun telah memberikan perlindungan terhadap Hak Moral dan Hak Ekonomi dari pemilik atau pemegang Hak Cipta dari lagu daerah tersebut. Kata Kunci : pelanggaran hak cipta terhadap lagu daerah
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK DESAIN INDUSTRI ATAS KESAMAAN PRODUK DESAIN INDUSTRI Mitia Christy Mokodompit; Merry Elisabeth Kalalo; Elko Lucky Mamesah
LEX ADMINISTRATUM Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri atas kesamaan produk desain industri dan untuk mengetahui penyelesaian hukum terhadap sengketa kesamaan produk desain industri. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Perlindungan hukum terdiri atas dua bentuk, yaitu perlindungan hukum preventif merupakan segala yang diupayakan untuk mencegah suatu hal terjadi. Sedangkan hukum represif merupakan perlindungan akhir yang berupa pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang telah dilakukan. Perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri diatur dalam UU No. 31 Tahun 2000 tentang desain industri. Perlindungan hukum terhadap pemegang hak desain industri sangat diperlukan untuk menjamin perlindungan hak-hak pendesain dan menetapkan hak serta kewajibannya, tetapi selain itu juga untuk menjaga agar orang lain yang tidak bertanggung jawab tidak menyalahgunakan hak desain industri tersebut. 2. Penyelesaian hukum terhadap sengketa kesamaan produk desain industri dapat diselesaikan melalui jalur litigasi atau melalui pengadilan dan non litigasi atau di luar pengadilan. Mekanisme penyelesaian sengketa di bidang desain industri sebagaimana yang telah diatur secara terus terang dalam UU No. 31 Tahun 2000 tentang desain industri, yaitu pemegang hak desain industri atau penerima lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan melanggar hak desain industri, berupa gugatan ganti rugi dan/ atau penghentian semua perbuatan yang terkait dengan lingkup hak desain industri ke pengadilan niaga. Para pihak juga dapat menyelesaikan perselisihan atau sengketa tersebut lewat Alternative Dispute Resolution (ADR). Kata Kunci : hak desain industri, kesamaan produk desain industri