Rahmi Dwi Sutanti
Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

KEBIJAKAN APLIKATIF PEMBERATAN PIDANA BAGI PELAKU PENGULANGAN TINDAK PIDANA Sutanti, Rahmi Dwi
INDONESIAN JOURNAL OF CRIMINAL LAW STUDIES Vol 2, No 1 (2017): Mei 2017
Publisher : INDONESIAN JOURNAL OF CRIMINAL LAW STUDIES

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ketentuan sistem pemidanaan bagi pelaku pengulangan tindak pidana; dan kebijakan aplikatif pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif. Hasil penelitian menunjukkan ketentuan sistem pemidanaan bagi pelaku pengulangan tindak pidana dirumuskan tidak hanya dalam KUHP tetapi juga undang-undang di luar KUHP. Hal ini juga merupakan konsekuensi karena dalam sistem pemidanaan pengaturan recidive tidak masuk dalam ketentuan umum. Meskipun sudah diatur dalam undang-undang tersendiri, dalam beberapa undang-undang di luar KUHP rumusan ketentuan recidive ditemukan masih multi tafsir dan berpotensi menimbulkan masalah yuridis. Sedangkan kebijakan aplikatif pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana dapat dilihat dari analisis beberapa putusan hakim berkaitan dengan recidive. Untuk dapat disimpulkan bahwa pelaku memang benar melakukan recidive maka diperlukan bukti-bukti yang jelas, tidak hanya mengandalkan keterangan pelaku. Hal ini berkaitan dengan penambahan ancaman maksimum pidana sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang. Oleh karena itu dalam penerapannya dibutuhkan kecermatan dan ketepatan dari para aparat penegak hukum.The aims of this research is to look at the provisions of the punishment system for perpetrators of repetition of criminal acts; And applicable criminal levying policies for perpetrators of repeat offenses. The research method used is Juridical Normative. The results of the study show that the provision of punishment system for perpetrators of repetition of crime is formulated not only in the Criminal Code but also laws outside the Criminal Code. This is also a consequence because in the system of punishment the recidive arrangements are not included in the general provisions. Although it is set out in a separate law, in some laws outside the Criminal Code the formulation of recidive provisions is found to be multi-interpretive and potentially lead to juridical issues. While applicable criminal levy policies for perpetrators of repetition of crime can be seen from the analysis of some judge decisions related to recidive. To be concluded that the perpetrator is indeed doing recidive then required clear evidence, not just rely on the perpetrators description. This relates to the addition of the maximum criminal threat as mandated by law. Therefore, in its application requires the precision and accuracy of law enforcement officers.
KEBIJAKAN APLIKATIF PEMBERATAN PIDANA BAGI PELAKU PENGULANGAN TINDAK PIDANA Sutanti, Rahmi Dwi
IJCLS (Indonesian Journal of Criminal Law Studies) Vol 2, No 1 (2017): Mei 2017 Indonesian Journal of Criminal Law Studies
Publisher : Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.567 KB) | DOI: 10.15294/ijcls.v2i1.10814

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ketentuan sistem pemidanaan bagi pelaku pengulangan tindak pidana; dan kebijakan aplikatif pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif. Hasil penelitian menunjukkan ketentuan sistem pemidanaan bagi pelaku pengulangan tindak pidana dirumuskan tidak hanya dalam KUHP tetapi juga undang-undang di luar KUHP. Hal ini juga merupakan konsekuensi karena dalam sistem pemidanaan pengaturan recidive tidak masuk dalam ketentuan umum. Meskipun sudah diatur dalam undang-undang tersendiri, dalam beberapa undang-undang di luar KUHP rumusan ketentuan recidive ditemukan masih multi tafsir dan berpotensi menimbulkan masalah yuridis. Sedangkan kebijakan aplikatif pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana dapat dilihat dari analisis beberapa putusan hakim berkaitan dengan recidive. Untuk dapat disimpulkan bahwa pelaku memang benar melakukan recidive maka diperlukan bukti-bukti yang jelas, tidak hanya mengandalkan keterangan pelaku. Hal ini berkaitan dengan penambahan ancaman maksimum pidana sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang. Oleh karena itu dalam penerapannya dibutuhkan kecermatan dan ketepatan dari para aparat penegak hukum.The aims of this research is to look at the provisions of the punishment system for perpetrators of repetition of criminal acts; And applicable criminal levying policies for perpetrators of repeat offenses. The research method used is Juridical Normative. The results of the study show that the provision of punishment system for perpetrators of repetition of crime is formulated not only in the Criminal Code but also laws outside the Criminal Code. This is also a consequence because in the system of punishment the recidive arrangements are not included in the general provisions. Although it is set out in a separate law, in some laws outside the Criminal Code the formulation of recidive provisions is found to be multi-interpretive and potentially lead to juridical issues. While applicable criminal levy policies for perpetrators of repetition of crime can be seen from the analysis of some judge decisions related to recidive. To be concluded that the perpetrator is indeed doing recidive then required clear evidence, not just rely on the perpetrator's description. This relates to the addition of the maximum criminal threat as mandated by law. Therefore, in its application requires the precision and accuracy of law enforcement officers.
KEBIJAKAN APLIKATIF PEMBERATAN PIDANA BAGI PELAKU PENGULANGAN TINDAK PIDANA Sutanti, Rahmi Dwi
IJCLS (Indonesian Journal of Criminal Law Studies) Vol 2, No 1 (2017): Mei 2017 Indonesian Journal of Criminal Law Studies
Publisher : Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/ijcls.v2i1.10814

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ketentuan sistem pemidanaan bagi pelaku pengulangan tindak pidana; dan kebijakan aplikatif pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif. Hasil penelitian menunjukkan ketentuan sistem pemidanaan bagi pelaku pengulangan tindak pidana dirumuskan tidak hanya dalam KUHP tetapi juga undang-undang di luar KUHP. Hal ini juga merupakan konsekuensi karena dalam sistem pemidanaan pengaturan recidive tidak masuk dalam ketentuan umum. Meskipun sudah diatur dalam undang-undang tersendiri, dalam beberapa undang-undang di luar KUHP rumusan ketentuan recidive ditemukan masih multi tafsir dan berpotensi menimbulkan masalah yuridis. Sedangkan kebijakan aplikatif pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana dapat dilihat dari analisis beberapa putusan hakim berkaitan dengan recidive. Untuk dapat disimpulkan bahwa pelaku memang benar melakukan recidive maka diperlukan bukti-bukti yang jelas, tidak hanya mengandalkan keterangan pelaku. Hal ini berkaitan dengan penambahan ancaman maksimum pidana sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang. Oleh karena itu dalam penerapannya dibutuhkan kecermatan dan ketepatan dari para aparat penegak hukum.The aims of this research is to look at the provisions of the punishment system for perpetrators of repetition of criminal acts; And applicable criminal levying policies for perpetrators of repeat offenses. The research method used is Juridical Normative. The results of the study show that the provision of punishment system for perpetrators of repetition of crime is formulated not only in the Criminal Code but also laws outside the Criminal Code. This is also a consequence because in the system of punishment the recidive arrangements are not included in the general provisions. Although it is set out in a separate law, in some laws outside the Criminal Code the formulation of recidive provisions is found to be multi-interpretive and potentially lead to juridical issues. While applicable criminal levy policies for perpetrators of repetition of crime can be seen from the analysis of some judge decisions related to recidive. To be concluded that the perpetrator is indeed doing recidive then required clear evidence, not just rely on the perpetrator's description. This relates to the addition of the maximum criminal threat as mandated by law. Therefore, in its application requires the precision and accuracy of law enforcement officers.
KONTRIBUSI PERADILAN ADAT DAN KEADILAN RESTORATIF DALAM PEMBARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA Nur Rochaeti; Rahmi Dwi Sutanti
Masalah-Masalah Hukum Vol 47, No 3 (2018): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.167 KB) | DOI: 10.14710/mmh.47.3.2018.198-214

Abstract

Keadilan menurut masyarakat adat dimaknai sebagai suatu konsep yang bersifat kompleks, karena tidak hanya dapat diberikan oleh pengadilan formal, namun juga dapat diberikan oleh forum lain seperti peradilan adat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kontribusi peradilan adat dan keadilan restoratif dalam pembaruan  hukum pidana di Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian sosio-legal (socio-legal study).Hasil penelitian menunjukkan peradilan adat dan keadilan restoratif di Indonesia telah dilakukan melalui partisipasi anggota masyarakat dengan karakteristik tradisional hukum, pluralisme budaya, nilai-nilai moral, dan agama dalam rangka memecahkan masalah melalui konsultasi untuk mencapai kesepakatan. Peradilan adat dan keadilan restoratif di Indonesia dilakukan dengan mediasi untuk kesepakatan untuk mencapai kesepakatan demi kepentingan terbaik bagi korban, pelaku, keluarga, dan pihak-pihak lainnya yang berkaitan dengan karakteristik tradisional hukum, pluralisme budaya, nilai-nilai moral, dan agama.
Kebijakan Formulasi Pidana Mati Bersyarat dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia Aista Wisnu Putra; Rahmi Dwi Sutanti
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jphi.v2i3.319-330

Abstract

Pembaharuan hukum pidana adalah sesuatu yang harus dilakukan sebagai bentuk penyesuaian hukum yang berlaku dengan  perubahan nilai, zaman, teknologi, wawasan nasional, dan internasional. Pidana mati di Indonesia juga perlu diperbarui menyesuaikan perkembangan tersebut terkhusus pada penyesuaian nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan formulasi pidana mati dalam perundang-undangan pidana Indonesia di masa sekarang, dan menganalisis kebijakan formulasi hukum yang dicita-citakan tentang pidana mati bersyarat di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan normatif. Penelitian ini menghasilkan fakta bahwa hukum di Indonesia sekarang belum mengatur tenang pidana mati bersyarat, sehingga masih ada pertentangan antara golongan yang ingin menghapus pidana mati dan golongan yang ingin tetap menerapkan pidana mati. Pidana mati bersyarat diperlukan sebagai jalan tengah antara dua golongan tersebut. Pidana mati bersyarat juga diperlukan sebagai proses evaluatif narapidana dalam menjalani hukuman dan penghormatan terhadap hak asasi manusia sesuai dengan wawasan nasional dan internasional.
PRAKTEK PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN RESOR PATI Aldo Mustika Aji; Pujiyono Pujiyono; Rahmi Dwi Sutanti
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (745.128 KB)

Abstract

Anak sejatinya adalah karunia dari yang Maha kuasa, dimana anak merupakan salah satu penerus keberlangsungan suatu bangsa. Anak merupakan mahkluk lemah yang wajib mendapatkan perlindungan. Karena itulah Negara hadir memberikan perlindungan dan pemenuhan hak – hak yang wajib dimiliki anak. Dalam hal ini ketika anak berkonflik dengan hukum sekalipun, negara menjamin bahwa anak mendapat hak – hak serta perelindungan yang maksimal. Melalui konsep diversi, didalam Undang – undang Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012 menjadi acuan penting bagi penegak hukum untuk tidak serta merta memberikan ancaman pidana seperti orang dewasa ketika anak melakukan kejahatan tindak pidana melainkan dapat diberlakukan diversi, yakni peralihan proses peradilan diluar pengadilan. Penulisan ini mempunyai tujuan untuk mengetahui dan menjelaskan tetang diversi didalam sistem peradilan pidana anak, serta mengetahui praktek pelaksanaan diversi pada anak yang berkonflik dengan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Pati. Metode pendekatan dalam penulisan ini adalah yuridis sosiologis. Spesifikasi yang digunakan dalam penulisan adalah deskriptif analitis. Untuk penelitian dilakukan di Kepolisian Resor Pati dengan melakukan wawancara dengan salah satu penyidik PPA Polres Pati. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa didalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pasal 1 angka 7 bahwa diversi adalah mengalihkan perkara pidana anak diluar pengadilan, dalam kaitannya dengan syarat –syarat anak yang dapat dilakukan diversi adalah sesuai dengan pasal 7 ayat (2) dimana ketika anak berkonflik dengan hukum bukan kali kedua atau pengulangan kejahatan pidana kembali dan ancaman pidana tidak lebih dari tujuh tahun. Dalam pelaksanaan diversi yang dilakukan oleh penyidik Kepolisian Resor Pati sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku yakni UU SPPA, dimana ketika melakukan diversi penyidik dibantu oleh BAPAS melakukan musyawarah dengan memepertemukan kedua belah pihak antara anak yang berkonflik dengan hukum dan korban kemudian didapatkan kesepakatan yang menjadi hasil diversi. Adapun ketika melakukan proses diversi, penyidik mempunyai kendala dilapangan seperti salah satu pihak tidak ada kesepakatan, tidak terpenuhinya persayaratan pelaksanaan diversi sesuai dengan pasl 7 ayat (2) UU SPPA, dan tidak direkomendasikannya pelaksanaan diversi dari penelitian masyarakat yang ditemukan oleh BAPAS.
RELEVANSI KETENTUAN SANKSI REHABILITASI PECANDU NARKOTIKA DENGAN TUJUAN PEMIDANAAN Mhd Rio Pambudi; Umi Rozah; Rahmi Dwi Sutanti
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (909.954 KB)

Abstract

Penyalahgunaan narkotika telah lama menjadi masalah serius diberbagai Negara. Hal tersebut juga diperparah karena berkembangnya teknologi yang dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan dalam melancarkan aksi mereka termasuk dalam tindak pidana peredaran narkotika yang memiliki dampak pada banyaknya penyalahguna narkotika di Indonesia. Pemidanaan penyalahguna narkotika dengan sanksi pidana penjara merupakan suatu penegakan hukum yang tidak berkeadilan. Karena pidana penjara bagi korban penyalahgunaan Narkotika merupakan perampasan kemerdekaan dan mengandung sisi negatif sehingga tujuan pemidanaan tidak dapat diwujudkan secara maksimal bahkan dalam banyak kasus banyak beredar Narkotika yang dikendalikan dalam Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu tesangka tindak pidana narkotika memiliki beberapa jenis golongan tidak hanya sebagai pengedar saja namun sebagian hanya sebagai pemakai atau pecandu saja tanpa mengedarkan. Pemakai atau pecandu narkotika pada hakikatnya dapat dikatakan sebagai orang yang sakit sehingga sangat tidak bijaksana jika dalam pelaksanaan hukumannya mencampurkan orang yang sakit (pecandu nrkoba) dengan pelaku tindak pidana yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk, pertama mengetahui dan menganalisis aturan-aturan hukum positif yang mangatur tentang pemberian rehabilitasi bagi pecandu atau pemakai narkoba saat ini, dan kedua untuk mengetahui bagaimana aplikasi ketentuan pemberian pemberian rehabilitasi kepada pecandu narkotika serta untuk menganalisis relevansi antara ketentuan rehabilitasi pecandu narkotika dengan tujuan pemidanaan. Metode pendekatan yang dipergunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah yuridis normatif, dengan data sekunder sebagai data utamanya. Spesifikasi penelitian yang akan digunakan adalah deskriptif. Sedangkan seluruh data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Dengan menganalisis data yang telah terkumpul tersebut, kemudian diuraikan dan dihubungkan antara data yang satu dengan data yang lainnya secara sistematis, pada akhirnya disusun atau disajikan dalam bentuk penulisan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan yang digunakan sebagai dasar untuk menjatuhkan sanksi kepada pecandu narkotika dalam hukum positif Indonesia terdapat di dalam dua peraturan perundang-undangan dan peraturan pendukung lainya. Namun pada faktanya adanya peraturan yang di gunakan sebagai dasar untuk pemberian rehabilitasi masih terdapat kekurangan baik dari segi substansi maupun dari segi pelaksanaanya oleh para penegak hukum dan lembaga terkait yang ditunjuk oleh pemerintah. Hal tersebut menyebabkan tujuan utama penjatuhan rehabilitasi tidak tercapai secara semestinya sebagai salah satu  tujuan pemidanaan.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN DATA NASABAH OLEH PERBANKAN TERKAIT PERLINDUNGAN NASABAH (Studi Putusan No. 324/Pid.B/2016/PN.Tjk) Vitra Syanuar Alif Bintoro; Umi Rozah; Rahmi Dwi Sutanti
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 3 (2022): Volume 11 Nomor 3, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Data nasabah merupakan kerahasiaan bank yang menjadi suatu kewajiban bank untuk dirahasiakan dalam perlindungan hukum terhadap nasabah, bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki hubungan dengan nasabah atas dasar kepercayaan. Disisi lain banyak terjadi kasus kebocoran data, sehingga timbul pertanyaan bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah. Penelitian dilakukan secara yuridis-normatif mengenai tindak penyalahgunaan data nasabah dalam kegiatan perbankan serta pertanggungjawaban pidana tehadap pelaku dalam ketentuan hukum di Indonesia. Dalam putusan No. 324/Pid.B/2016/PN.Tjk. Terdakwa dijatuhi sanksi pidana Sehingga ada tindak penyalahgunaan data nasabah selain mengungkapkan kerahasiaan bank yakni  mendapatkan atau memperoleh suatu informasi data pribadi bersifat khusus tentang informasi keuangan pribadi baik melalui sarana elektronik atau non-elektronik guna tujuan kejahatan, yang belum diatur dalam ketentuan hukum di Indonesia. Maka perlu adanya aturan khusus yang mengatur mengenai tindak penyalahgunaan data nasabah terkait hal tersebut dengan tujuan untuk memberikan perlindungan kepada seseorang sebagai subyek hukum sesuai dengan peraturan serta perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.