Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PUTUSAN ULTRA PETITA MAHKAMAH KONSTITUSI: MEMAHAMI FENOMENA HOLISTIK PENEMUAN HUKUM (RECHTSVINDING) YANG PROGRESIF Amanda Dea Lestari; Bustanuddin
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.197 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v1i1.8635

Abstract

One of the breakthroughs of the Constitutional Court that succeeded in breaking the legal rigidity lies in the courage to issue an ultra petita decision as an effort to find the law (rechtssvinding) made by the judge in progressive thinking. The purpose of this study is to determine the legal considerations of the Constitutional Court in issuing ultra petita decisions, and to find out how the implications of these decisions have on the development of progressive law in Indonesia. By using normative legal research the final results of this study show that the doctrine of the prohibition of ultra petita for the Constitutional Court judges is not generally accepted and absolutely. By using philosophical, theoretical, and juridical considerations it can be said that the Constitutional Court is justified in issuing ultra petita decisions that can be accounted academically and in accordance with the constitution and state law (State Law). Reflecting on the decidendi ratio of the ultra petita decision of the Constitutional Court, basically it was done by referring to the legal principle in the world of judicial power known as dominus litis, which requires the judge to actively seek and find justice as an independent judicial power to administer justice in order to enforce the law and justice. The meaning of justice is not just procedural justice (procedural justice) but also substantive justice (substantive justice) and constitutional justice (constitutional justice)
IMPLIKASI SISTEM MULTIPARTAI TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIL INDONESIA Amanda Dea Lestari
Jurnal Sains Sosio Humaniora Vol. 6 No. 2 (2022): Volume 6, Nomor 2, Desember 2022
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jssh.v6i2.25107

Abstract

Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan dalam konstruksi politik multipartai. Realitanya kombinasi sistem pemerintahan dan kepartaian yang dianut Indonesia saat ini menimbulkan berbagai konflik yang berimplikasi pada kurang terbangunnya sistem pemerintahan presidensil yang kuat, stabil, dan efektif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis implikasi penerapan sistem multipartai terhadap sistem presidensial di Indonesia serta menganalisis dan mengkritisi sistem kepartaian seperti apa yang ideal diterapkan untuk negara Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif dengan lima pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan kasus, pendekatan sejarah, dan pendekatan perbandingan. Hasil akhir menunjukan bahwa perpaduan sistem multipartai terhadap sistem pemerintahan presidensial di Indonesia realitanya menyebabkan instabilitas di tubuh pemerintahan. Seperti sulitnya mengontrol proses demokrasi, hadirnya koalisi yang tidak sehat di kabinet dan parlemen, serta konflik yang terus terjadi antara lembaga kepresidenan dan lembaga perwakilan. Untuk menjaga stabilitas pemerintahan tersebut maka sistem kepartaian yang ideal diterapkan di Indonesia adalah sistem multipartai sederhana. Jumlah partai politik yang terlalu banyak merupakan salah satu faktor penyumbang tidak efektifnya sistem pemerintah di Indonesia. Maka ada tiga desain institusi politik yang perlu dirancang dan di tata kembali. Pertama, desain sistem pemilu yag dirancang untuk mendorong penyederhanaan jumlah partai politik di parlemen. Kedua, desain institusi parlemen yang diarahkan untuk menyederhanakan polarisasi kekuatan politik di parlemen, seperti pengurangan jumlah fraksi dan efektivitas koalisi agar proses-proses politik di parlemen menjadi lebih sederhana dalam kerangka checks and balances. Dan terakhir, desain institusi kepresidenan yang diarahkan untuk memperkuat posisi presiden di hadapan parlemen, agar kekuasaan parlemen tidak di atas presiden, tetapi juga menghindari terlalu kuatnya posisi presiden.
Implikasi Sistem Multi Partai Terhadap Sistem Pemerintahan Presidensial Indonesia Amanda Dea Lestari
Jurnal Sains Sosio Humaniora Vol. 6 No. 2 (2022): Volume 6, Nomor 2, Desember 2022
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jssh.v5i2.27613

Abstract

Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan dalam konstruksi politik multipartai. Realitanya kombinasi sistem pemerintahan dan kepartaian yang dianut Indonesia saat ini menimbulkan berbagai konflik yang berimplikasi pada kurang terbangunnya sistem pemerintahan presidensil yang kuat, stabil, dan efektif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis implikasi penerapan sistem multipartai terhadap sistem presidensial di Indonesia serta menganalisis dan mengkritisi sistem kepartaian seperti apa yang ideal diterapkan untuk negara Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif dengan lima pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan kasus, pendekatan sejarah, dan pendekatan perbandingan. Hasil akhir menunjukan bahwa perpaduan sistem multipartai terhadap sistem pemerintahan presidensial di Indonesia realitanya menyebabkan instabilitas di tubuh pemerintahan. Seperti sulitnya mengontrol proses demokrasi, hadirnya koalisi yang tidak sehat di kabinet dan parlemen, serta konflik yang terus terjadi antara lembaga kepresidenan dan lembaga perwakilan. Untuk menjaga stabilitas pemerintahan tersebut maka sistem kepartaian yang ideal diterapkan di Indonesia adalah sistem multipartai sederhana. Jumlah partai politik yang terlalu banyak merupakan salah satu faktor penyumbang tidak efektifnya sistem pemerintah di Indonesia. Maka ada tiga desain institusi politik yang perlu dirancang dan di tata kembali. Pertama, desain sistem pemilu yag dirancang untuk mendorong penyederhanaan jumlah partai politik di parlemen. Kedua, desain institusi parlemen yang diarahkan untuk menyederhanakan polarisasi kekuatan politik di parlemen, seperti pengurangan jumlah fraksi dan efektivitas koalisi agar proses-proses politik di parlemen menjadi lebih sederhana dalam kerangka checks and balances. Dan terakhir, desain institusi kepresidenan yang diarahkan untuk memperkuat posisi presiden di hadapan parlemen, agar kekuasaan parlemen tidak di atas presiden, tetapi juga menghindari terlalu kuatnya posisi presiden.