Mochamad Toyib
Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

KONSEP ADIL DALAM POLIGAMI PERSPEKTIF IMAM SYAFI’I Mochamad Toyib; Sudirwan Sudirwan
Jurnal Al-Wasith : Jurnal Studi Hukum Islam Vol. 2 No. 1 (2017)
Publisher : Fakultas Syariah, Prodi Ahwal As Syakhsiyah (AS) Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (679.388 KB)

Abstract

Hubungan pernikahan atau perkawinan yang sudah menjadi rahasia umum ketika banyak menimbulkan berbagai efek sebagai konsekuensi dari adanya ikatan yang kuat (mitsaqon gholidhon) atau akad baru yang terjalin, seperti terjalinnya ikatan kekeluargaan diantara keduanya, tentu membuahkan adanya hak baru, kewajiban-kewajiban baru yang sebelumnya tidak atau belum ada diantara pihak satu terhadap yang lainnya. Apalagi seseorang yang menghendaki nikah lebih dari satu isteri yang kita sebut poligami tersebut. Saat ini masih banyak kita jumpai isteri berada dalam satu sistem yang diskriminatif atau diperlakukan tidak adil oleh suaminya. Tentu ini menjadi suatu permasalahan yang perlu kita kaji lebih dalam, sebuah hal yang melenceng dengan prinsip keadilan itu sendiri dan hukum dasar Islam. Isteri dianggap sebagai korban ketidak-adilan dalam berbagai bentuk dan aspek kehidupan, yang kadang disebabkan legitimasi oleh suatu tafsiran sepihak dan dekonstruksi melalui budaya dan syari’at. Masalah hak isteri telah muncul sebagai masalah yang sangat penting dalam masyarakat, alasannya jelas bahwa isteri terus menerus berada dibawah kekuasaan suami dalam semua masyarakat patriarki. Masalah keadilan yang secara eksplisit dipahami sebagai syarat “diperbolehkannya” poligami juga menjadi perdebatan pemahaman tersendiri, dan menjadi kegelisahan yang belum terjawab itu dan sampai hari ini masih menjadi pro-kontra untuk diperbincangkan sakralnya keadilan dalam poligami itu, kiranya penulis akan mengerucutkan mengkaji lebih dalam tentang konsepnya Imam Syafi’i yang merupakan salah satu madzhab terbanyak penganutnya di Negara Indonesia ini, dan bahkan pemikirannya lebih berpengaruh dalam pembentukan budaya Indonesia daripada pengaruh Qur’an dan Hadits. Meski keadilan yang dikatakan isteri-isterinya masih banyak pro-kontra dari berbagai kalangan, ini menjadi suatu kegelisahan penulis sebagai mahasiswa yang menggeluti hukum kekeluargaan (Ahwal al-Syakhshiyyah) untuk mengungkap dan mengorek lebih dalam kaitannya dengan duduk perkara kasus poligami tersebut. Apalagi kasus itu sudah jelas-jelas melenceng dari Undang-undang yang tersurat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 55 ayat (1) yang menjadi pegangan dan pedoman warga Indonesia pada umumnya.