Ali Sodiqin
Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Debates in Modern Economic Transactions: Assessing the Gopay Agreement in the Perspective of Indonesian Ulama Khadijatul Musanna; Ali Sodiqin
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 56, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v56i2.1040

Abstract

Abstract: This article examines the debates of Indonesian scholars regarding the Gopay contract and the law of its transactions. This article attempts to answer two questions: why do the scholars have different opinions about the Gopay contract? And what are the legal consequences of these different opinions? Using a normative approach and Sharia contract theory, the following conclusions are obtained: first, scholars differ in opinion regarding the contract used in Gopay. The Fatwa Council of Al-Irsyad and Erwandi Tarmizi believe that the contract in Gopay is a qardh contract or debt. So, making transactions with the Gopay application is unlawful because it contains elements of usury (riba), namely discounts given by Gojek to customers. Muhammadiyah believe that Gopay transaction could be categorized as ijarah maushufah fi dzimmah scheme. So, making transaction with it is permissible as for other marketing. Meanwhile, Nahdlatul Ulama and DSN-MUI scholars believe that the Gopay contract as a wadi’ah (safekeeping) contract. So, making transactions with the Gopay application is permissible because the discount given by Gojek to customers or consumers is just a gift or bonus and does not include usury. This article finds that in assessing cases of modern transactions, apart from the perspective of halal and haram, contemporary scholars also seem confused as to which scheme is suitable for such transactions. Thus, in the case of Gopay, there are three schemes that appear in the opinion of scholars, namely qardh, wadī’ah, and ijarah maushufah fi dzimmah contracts.Abstrak: Artikel ini mengkaji perdebatan para ulama Indonesia terkait akad Gopay dan hukum bertransaksi dengannya. Ada dua pertanyaan yang hendak dijawab dalam artikel ini: mengapa para ulama berbeda pendapat tentang akad dalam Gopay?, dan apa konsekuensi hukum dari perbedaan pendapat tersebut? Menggunakan pendekatan normatif dan teori perjanjian syariah diperoleh simpulan sebagai berikut: pertama, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama terkait akad yang digunakan dalam Gopay. Dewan Fatwa Al-Irsyad dan Erwandi Tarmizi berpendapat bahwa akad dalam Gopay adalah akad qardh atau hutang piutang sehingga melakukan transaksi dengannya adalah haram karena di dalamnya mengandung unsur riba, yakni adanya diskon yang diberikan oleh pihak Gojek kepada pelanggan atau konsumen. Muhammadiyah menyatakan bahwa Gopay merupakan skema ijarah maushufah fi dzimmah sehingga transaksinya diperbolehkan sebagaikmana transaksi muamalah lain dalam perdagangan. Sementara para ulama dari kalangan Nahdlatul Ulama dan DSN-MUI memandang bahwa akad Gopay adalah akad wadi’ah (penitipan). Oleh sebab itu, melakukan transaksi dengan aplikasi Gopay adalah boleh karena diskon yang diberikan pihak Gojek kepada para pelanggan atau konsumen hanyalah sebuah hadiah atau bonus semata dan hal itu tidak termasuk riba. Artikel ini menemukan bahwa dalam menilai transaksi dalam ekonomi modern, selain dari perspektif halal dan haram, para ulama kontemporer juga tampak kebingungan untuk menilai skema yang cocok untuk transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam kasus Gopay, ada tiga skema yang muncul dalam penilaian ulama, yaitu akad qardh, wadi’ah, dan ijarah maushufah fi dzimmah. Keywords: Gopay Agreement; Qardh; Wadi’ah; usury; gifts; Sharia agreement