Nanang Setiawan
Alumnus Pasca Sarjana Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

RUANG TANPA BATAS: SEJARAH DAN POLITIK MEMORI PADA PUBLIC SPACE MONUMEN SERANGAN UMUM 1 MARET 1949 Nanang Setiawan
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.152 KB) | DOI: 10.21831/moz.v11i2.45212

Abstract

Berangkat dari peristiwa perang kemerdekaan yang disampaikan melalui pesan utama bahwa segala bentuk perjuangan demi bangsa dan negara layak untuk dikenang generasi penerus, ternyata mampu menyimpan berbagai ingatan serta menempatkan Soeharto di mata masyarakat Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut Orde Baru benar-benar masuk di dalamnya sebagai sebuah sosok sentral yang berusaha mengkonstruksi ingatan melalui penggunaan simbol-simbol tertentu di dalam kehidupan masyarakat. Melalui public space khususnya monumen, simbol dan wacana direpresentasikan untuk menunjukkan sebuah identitas agar mengendap dalam ingatan masyarakat. Dengan demikian dapat diketahui, bahwa konstruksi sejarah melalui sebuah monumen yang mengandung pengalaman masa lalu merupakan sebuah hal yang tidak dapat dielakkan. Lebih dari itu, monumen telah dijadikan sebagai perantara guna menyatukan persepsi atau konstruksi makna atas sebuah peristiwa sejarah untuk kepentingan masa kini yang mengarah pada monopoli penguasa. Konstruksi sejarah di dalamnya kemudian menjadi penting karena terdapat kepercayaan bahwa siapa yang menguasai sejarah maka akan menguasai masa depan. Nampaknya inilah yang dilakukan Orde Baru di bawah Soeharto melalui monumen bernama Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949.Kata Kunci: Memori, Monumen, dan Soeharto
Eksistensi Perempuan dalam Tari Masa Mangkunegera IX Bercermin pada Tari Bedhaya Anglir Mendhung dan Bedhaya Suryasumirat Nanang Setiawan
Jurnal Wanita dan Keluarga Vol 1 No 1 (2020): Juli 2020
Publisher : Pusat Studi Wanita dan Keluarga UGM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.286 KB) | DOI: 10.22146/jwk.765

Abstract

Mangkunegara IX mempunyai peran yang sangat besar pada kaum perempuan karena memberi ruang dalam berkesenian. Bedhaya Anglir Mendhung dan Bedhaya Suryasumirat menjadi tarian yang ditampilkan pada acara-acara sakral kerajaan yang diperankan oleh perempuan. Kedua tari tersebut menggambarkan pandangan hidup orang Jawa terhadap sikap ideal perempuan Jawa. Pengambaran Perempuan Jawa harus mampu ditampilkan dalam karakter tari yang dibawakan. Kajian historis pada Bedhaya Anglir Mendhung dan Bedhaya Suryasumirat menunjukkan bahwa perempuan Jawa digambarkan bertutur kata halus, tenang, diam, tidak suka konflik, mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga, mampu mengerti dan memahami orang lain, sopan, pengendalian diri, memegang peranan ekonomi, dan setia. Perempuan Jawa digambarkan sebagai perempuan yang tata dan semeleh. Melalui tari yang telah diciptakan dan dibawakan tersebut perempuan Jawa mampu mengerahkan potensi dan kecerdasannya dalam mengekpresikan budaya Jawa yang sangat komplek melalui etika, religi dan rasa.
PROBOLINGGO STOOMTRAM MAATSCHAPPIJ: MODERNISASI TRANSPORTASI PUBLIK DI KOTA PROBOLINGGO TAHUN 1894- 1930 Nanang Setiawan
Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 8, No 2 (2022)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36869/pjhpish.v8i2.252

Abstract

Pembangunan jalur trem di wilayah Karesidenan Probolinggo oleh Probolinggo Stoomtram Maatschappij (PbSM) merupakan proses panjang yang tidak dapat lepas dari kepentingan ekonomi. Motivasi tersebut kemudian membawa pengaruh besar terhadap kondisi sosial-ekonomi di tingkat lokal masyarakat KotaProbolinggo. Penelitian ini mengkaji modernisasi transportasi trem uap di Probolinggo pada tahun 1894-1930 dan dampak yang ditimbulkan setelah beroperasinya transportasi tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri atas empat tahap, yaitu heuristik,verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini menunjukkan bahwa transportasi trem tidak hanya sekadar berperan mempercepat laju pengangkutan, tetapi juga mendorong perubahan sosialekonomi pada masyarakat Kota Probolinggo. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kesempatan ekonomi baru dan meningkatnya mobilitas sosial sebagai bentuk respons positif masyarakat terhadap keberadaan transportasi. Lebih lanjut, sebagai moda transportasi baru yang telah membawa nilai kemodernan, pada akhirnya berpengaruh terhadap proses terbentuknya budaya berkereta api mengarah pada gaya hidup baru masyarakat Probolinggo yang mentradisi
MENATA PURA PAKUALAMAN: PRAKTIK REORGANISASI AGRARIA DI REGENTSCHAP ADIKARTO Muhammad Ngafifudin Yahya; Nanang Setiawan
JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36424/jpsb.v9i1.344

Abstract

Kebijakan reorganisasi agraria memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Sebelum abad ke-20, pemilikan dan penguasaan tanah di Yogyakarta ditentukan dengan sistem apanage. Dimana tanah dimiliki dan dikuasai oleh raja sedangkan rakyat sebagai penghuni tanah hanya memiliki hak nggadhuh dengan kewajiban menyerahkan sebagian hasil garapannya. Hal itu yang kemudian menjadi latar belakang penentuan topik penelitian. Melalui empat tahap dalam metode sejarah yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi, penelitian ini difokuskan pada praktik reorganisasi agraria di Regentschap Adikarto. Didukung berbagai sumber dari arsip laporan resmi pemerintah seperti Rijksblad Kasultanan dan Pakualaman, menunjukkan bahwa tindakan reorganisasi membawa perubahan pada status hukum, seperti menghapuskan sistem apanage, pembentukan unit administrasi kelurahan, memberikan kepastian hak-hak penggunaan tanah, pengadaan peraturan sistem sewa tanah, pengurangan wajib kerja penduduk, dan perbaikan pemindahan hak atas tanah. Pelaksanaan reorganisasi pada akhirnya memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat Regentschap Adikarto. Berkat kebijakan itu banyak lahan milik masyarakat beralih untuk perluasan bisnis perkebunan berakibat pada terbatasnya tanah pertanian dan monetisasi semakin memperjelas perubahan pola hidup masyarakat.