Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pengembangan Pendidikan Pesantren Terpadu (Studi Integrasi Keilmuan Islam dan Keilmuan Umum dalam Format Full Day School Berbasis Pesantren) Saekhotin, Sayyidah
Al Qodiri : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Keagamaan Vol 4 No 1 (2013): April
Publisher : Lembaga Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Publikasi Ilmiah (LP3M) Institut Agama Islam (IAI) Al-Qodiri Jember, Jawa Timur Indonesia bekerjasama dengan Kopertais Wilayah 4 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (470.565 KB) | DOI: 10.1234/al qodiri.v4i1.533

Abstract

ABSTRAK Sistem pendidikan Pesantren terpadu merupakan racikan pendidikan pesantren yang berawal pola pembelajaran 24 jam, dimana santri belajar sejak bangun tidur hingga tidur kembali, boleh dikatakan merupakan model Full day school mengandung arti system pendidikan yang menerapkan pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar sehari penuh, yang awalnya hanyalah pendidikan ilmu, ritual dan tradisi keagamaan Islam, kemudian berpadu dengan keilmuan umum menjawab tantangan perubahan zaman, ketika masyarakat mengharapkan sublimasi keilmuan umum dan agama, sebagai modal unggul sukses dalam karir professional sekaligus bermasyarakat. Pendidikan Pesantren terpadu artinya memadukan ilmu umum dengan ilmu agama secara seimbang dan terpadu, dimana agama sebagai landasan bersikap dan skill prefesionalitas yang di gali dari keilmuan umum sebagai daya tawar perubahan dan kemajuan, artinya keimanan dan ketaqwaan (Imtaq) harus seimbang dengan wawasan skill ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Pelaksanaan sistem pendidikan Pesantren terpadu mengarah pada beberapa tujuan, antara lain: pengayaan dan pendalaman materi pelajaran umum yang telah ditetapkan oleh diknas sesuai jenjang pendidikan dan berlangsung dalam satu atap institusi pesantren, pengayaan pengalaman dan pengamalan Akhlaqul Karimah melalui pembiasaan-pembiasaan hidup yang baik untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari selama berada dipesantren, pembinaan kejiwaan, mental dan moral santri (peserta didik) disamping mengasah otak agar terjadi keseimbangan antara kebutuhan jasmaniah dan rohaniah sehingga terbentuk kepribadian yang utuh. penempaan spiritual Intelegence santri melalui penambahan materi-materi agama dan kegiatan keagamaan sebagai dasar dalam bersikap dan berperilaku dalam sebuah konsep pensucian jiwa (riadhoh). Kata Kunci: Pengembangan, Pendidikan Pesantren Terpadu, Integrasi Keilmuan, Full Day School Berbasis Pesantren
Dialektika Fundasional Perkembangan Pesantren (Perspektif Pendidikan Islam) Saekhotin, Sayyidah
Al Qodiri : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Keagamaan Vol 5 No 2 (2013): Agustus
Publisher : Lembaga Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Publikasi Ilmiah (LP3M) Institut Agama Islam (IAI) Al-Qodiri Jember, Jawa Timur Indonesia bekerjasama dengan Kopertais Wilayah 4 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.879 KB) | DOI: 10.1234/al qodiri.v5i2.2477

Abstract

Pesantren merupakan pelembagaan pendidikan yang bercorak Islam tertua, dari sini pesantren sebenarnya merupakan rintisan awal dari perkembangan selanjutnya untuk model pendidikan pesantren saat ini, bahkan pesantren dalam model pengertianya yang paling konvensional telah hadir bersama penyebaran Islam oleh pendahulu-pendahulu (da’i) awal yang melakukan Islamisasi di nusantara (baca: Jawa). Pesantren dengan gaya pendidikan yang adaptatif terhadap lokalitas ini, kemudian menjadi eksis dan berkembang seiring dengan perkembangan Islam, yang di masa-masa awal memiliki hubungan kekerabatan yang kuat antara satu pesantren dengan pesantren lainya, baik melalui jalur kekerabatan keluarga, maupun hubungan personal guru dan murit antar pemilik pesantren[1], sedangkan disisi lain sebagian pemangku pesantren kebanyakan merupan kearbat keratin (atau kerturunan bangsawan Jawa), yang bias jadi mewariti tradisi dimasa lalunya untuk menyepi dan mendirikan padepokan (pesantren) dan disana mengapdikan diri pada pendidikan sebagai brahmana resi (kyai/ulama). Hal ini berlangsung diawal-awal pesantren berdiri, hingga tantangan kedua datang di masa masa kolonial, dimana pesantren tidak hanya sekedar tempat belajar, namun lebih dari itu, sebab dari sisi politik pendidikan, eksistensi pesantren adalah sebagai counter institution bagi sekolah bentukan belanda. Karel A Steenbrink menceritakan dimana pada dasawarsa terakhir abad 19, pemerintah kolonial telah dimulai pendidikan Liberal di Indonesia melalui apa yang disebut politik etis. Dari sinilah dialektika modernisasi pendididkan yang dibawa oleh penjajah, bertemu dan menentukan wajah baru perkembangan, pengayaan dan konsistensi pesantren, dalam memaknai kuntinuitas yang bagaimana dan perubahan apa saja yang terpenting bagi pesantren. Makalah ini menjelaskan bagaimana dialektika ini terjadi dalam bingkai sejarah pertumbuhanya,lantas ditinjauan melalui kacamata Filsafat pendidikan Islam untuk menemukan bentuk tipologi filsalat pendidikannya sebagai pembacaan fundasional.
Improvisasi Pesantren Sebagai Subkultur Di Indonesia Saekhotin, Sayyidah; Anam, Nurul
Al Qodiri : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Keagamaan Vol 12 No 1 (2017): April
Publisher : Lembaga Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Publikasi Ilmiah (LP3M) Institut Agama Islam (IAI) Al-Qodiri Jember, Jawa Timur Indonesia bekerjasama dengan Kopertais Wilayah 4 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (385.736 KB) | DOI: 10.1234/al qodiri.v12i1.2887

Abstract

Improvisasi pesantren sebagai sub kultur dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu carayanya yaitu: pertama, improvisasi sistem pendidikan pesantren. Pesantren saat ini mulai banyak yang memasukkan sistem pendidikan yang baru. Seperti realita yang terjadi, banyak pesantren yang mendirikan perguruan tinggi, dan sebaliknya. Atau di beberapa kota mulai didirikan pesantren yang bernuansakan dunia perguruan tinggi, meskipun di dalamnya tidak ada pendidikan yang secara formal disebut perguruan tinggi. Kedua, improvisasi pola sistem kepemimpinannya. Awalnya, kepemimpinan pesantren secara kukuh masih terpola dengan kepemimpinan yang sentralistik dan hirarkis yang berpusat pada satu orang kiai, tetapi pada saat ini beberapa pesantren modern sudah merubah sistem kepemimpinan menjadi multi leaders (kepemimpinan kolektif). Sistem ini dipandang perlu mengingat bahwa kepemimpinan yang ada sering tidak mampu mengimbangi kemajuan dan perkembangan pesantren yang dikelolanya, karena terjadinya penurunan karisma kiai. Ketiga, improvisasi kitab-kitab klasik yang menjadi sumber nilai pesantren. Pelestarian dan pengembangan pengajaran kitab-kitab klasik berjalan terus menerus dan secara kultural telah menjadi ciri khusus pesantren sampai saat ini. Pesantren merupakan lembaga keagamaan yang tidak bisa dipisahkan dengan nilai dan tradisi luhur yang berkembang di pesantren. Ini merupakan karakteristik yang memiliki puluang cukup besar untuk dijadikan dasar pijakan dalam rangka menyikapi modernisasi dan persoalan-persoalan lain yang menghadang pesantren dalam menghadapi arus globalisasi yang sangat pesat. Seperti nilai kesabaran, kesalihan, kemandirian, keikhlasan, dan kesederhanaan merupakan nilai-nilai yang dapat melepaskan masyarakat dari dampak negatif globalisasi dalam bentuk ketergantungan dan pola hidup konsumerisme yang lambat tetapi pasti akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan umat manusia.