Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

BELAJAR PUBLIC SPEAKING SEBAGAI KOMUNIKASI YANG EFEKTIF Oktavianti, Roswita; Rusdi, Farid
Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia Vol 2, No 1 (2019): Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (502.787 KB) | DOI: 10.24912/jbmi.v2i1.4335

Abstract

Keterampilan berbicara di depan umum atau public speaking masih belum sepenuhnya dimiliki oleh para siswa.Keengganan tampil di depan publik ini akibat rendahnya rasa kepercayaan diri, dan minimnya penguasaan teknikberbicara di depan umum. Ketidakmampuan ini menyebabkan komunikasi yang seharusnya efektif, menjaditergradasi. Bahkan seringkali terjadi kesalahpahaman komunikasi di depan publik. Kesalahpahaman inididokumentasikan dan tersebar di dunia maya. Para siswa pun menjadi rentan dengan tindakan perundungan ataubullying di dunia maya. Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi bersama dengan kelompokJurnalis Berbagi, memberi pelatihan public speaking kepada para anak yatim. Public speaking disampaikan dalambentuk story telling agar lebih ringan dan mudah diterima anak-anak. Selain sebagai bentuk pelayanan dan kepedulianterhadap masyarakat sekitar, kegiatan ini juga sebagai bentuk implementasi ilmu dan wawasan dosen dalamperkuliahan. Dari kegiatan ini menunjukkan kemampuan public speaking yang dimulai dengan hal sederhana berupastorytelling, sangat tepat dilakukan dengan sasaran anak-anak usia Sekolah Dasar. Anak-anak mampu mempraktikkanpublic speaking dengan secara percaya diri menceritakan kembali cerita atau dongeng di depan teman-teman, gurudan tim pendamping.
ANALISIS KOMODIFIKASI KONTRIBUTOR DALAM PRODUKSI BERITA TELEVISI Yoedtadi, Moehammad Gafar; Loisa, Riris; Sukendro, Genep; Oktavianti, Roswita; Utami, Lusia Savitri Setyo
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 5, No 1 (2021): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v5i1.9777.2021

Abstract

The pattern of news production in the Indonesian television broadcasting industry generally uses two human resources, namely permanent journalists and temporary journalists. Regular journalists are organic employees of television companies. Meanwhile, journalists who are not permanent or contributors only work under a news sale and purchase contract. They are not the organic employees of the television company. They only get honorarium when the news airs. As a result of such a working relationship, the contributors' bargaining position is very weak in front of the television station management. The coverage and news agenda will follow the tastes of television stations. News coverage that is at risk of not airing will be avoided. As a result, there has been neglect of the ideal function of the media in serving the public interest. Based on the political economy theory of media, there has been a commodification of labor in the television news production process.  The object of this research is the process of commodification of contributors in the production of television news.Meanwhile, the subjects of this study were television contributors, and news producers of Jakarta television stations.Other contributors who became research informants were in West Java and Ambon. This research uses a qualitative approach with a case study method. Collecting data using in-depth interviews, observation and literature study. The results showed that there has been a commodification of contributors in the production of television news. Television management exploits contributors. Television management promotes false consciousness among contributors who are unaware of the commodification. Pola produksi berita pada industri penyiaran televisi Indonesia umumnya memanfaatkan dua sumber daya manusia, yakni jurnalis tetap dan jurnalis lepas. Jurnalis tetap adalah karyawan organik dari perusahaan televisi. Sementara jurnalis lepas atau kontributor hanya bekerja berdasarkan kontrak jual beli berita. Mereka bukan karyawan organik perusahaan televisi. Mereka hanya mendapat imbalan honor ketika beritanya ditayangkan. Akibat dari hubungan kerja semacam itu, posisi tawar kontributor sangat lemah dihadapan manajemen stasiun televisi. Agenda peliputan dan berita akan mengikuti selera stasiun televisi. Peliputan berita yang berisiko tidak tayang akan dihindari. Akibatnya terjadi pengabaian fungsi ideal media dalam melayani kepentingan publik. Makalah ini hendak membedah proses komodifikasi kontributor berdasarkan teori ekonomi politik media. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Objek dari penelitian ini adalah proses komodifikasi kontributor dalam produksi berita televisi. Sementara itu subjek dari penelitian ini adalah para kontributor televisi, dan para produser berita stasiun televisi Jakarta. Kontributor lain yang menjadi informan penelitian berada di wilayah Jawa Barat dan Ambon. Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam, observasi dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi komodifikasi kontributor dalam produksi berita televisi. Manajemen televisi melakukan eksploitasi tenaga kontributor. Manajemen televisi mempromosikan kesadaran palsu kepada para kontributor sehingga tidak menyadari adanya komodifikasi tersebut.
Reportase dalam Hegemoni Pemerintah dan Media: Studi Kasus Jurnalis Kepresidenan Era Soeharto dan Joko Widodo Oktavianti, Roswita
Jurnal Komunikasi Indonesia Vol. 5, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pers Indonesia mengalami dua rezim pemerintahan. Era Orde Baru pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dan era Reformasi pasca Soeharto. Keduanya memiliki dinamika pers yang berbeda. Pada Orde Baru, terutama pasca peristiwaMalari, pemerintah Indonesia menjadi pemegang hegemoni dominan. Pemerintah dalam konteks penelitian ini, Presiden, memiliki pengaruh kuat terhadap perusahaan pers dan jurnalis sebagai aktor di dalamnya. Sebaliknya, pada Era Reformasi dengan kebebasan pers, dominasi beralih dalam media itu sendiri. Dalam arti, jurnalis sebagai subordinat pada hegemoni pemilik media sekaligus pemerintah. Proses reportase jurnalis mengalami perubahan, tidak hanya sebagai dampak dari kebebasan pers tetapi juga pers sebagai sebuah industri. Sejumlah penelitian dan publikasi menyoroti perubahan Era Orde Baru ke Era Reformasi yang terjadi pada tataran regulasi pers Indonesia dan implikasinya pada pemberitaan. Sementara itu, penelitian ini berupaya mengungkap lebih jauh bagaimana perubahan reportase jurnalis dari sudut pandang jurnalis di lingkungan terdekat Presiden atau jurnalis kepresidenan pada dua era pemerintahan, Presiden Soeharto dan Presiden Joko Widodo. The Indonesian press has survived two regimes of government: the New Order era during the reign of President Soeharto and the post-Soeharto Reform era. The press dynamics in the two periods are different. In the New Order, especially afterthe Malari incident, the government held the dominant hegemony. The President wielded a powerful influence on the media companies and journalists as the actors. By contrast, in the Reform Era which is typidfied by freedom of the press, thedominance shifts to the media themselves. In this situation, journalists are the subordinates of media owners and even the government. The news reporting process is changing, as a result of not only the freedom but also industrialization of the press. A number of studies and publications highlight the changes of the New Order Era to the Reform Era that took place in the press regulations and their implications on the news. This research seeks to reveal further how press coverage in changes from the perspective of journalists close to the president or journalists posted in the presidential palace in the era of Soeharto and Joko Widodo.