Rena Sesaria Yudhita
Universitas Kristen Duta Wacana

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Gadis, Istri, atau Janda: Pendapat Paulus Tentang Seksualitas Perempuan dalam 1 Korintus 7 Rena Sesaria Yudhita
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 2 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2022.72.872

Abstract

AbstractWomen’s sexuality has been defined, regulated and restricted throughout history, religions and cultures. Bible teachings regarding women’s sexuality have also responded to the concept of sexuality in its world. This research analyzes 1 Corinthians 7 using a socio-historical perspective to see how Paul applies specific rhetorical patterns to revise the concept of female sexuality lived by the Corinthians. The central theme of 1 Corinthians 7 is marriage and celibacy. Examining Corinth’s social and cultural context, this study verifies that Paul’s opinion regarding women’s sexuality transcended those of the Jewish tradition and Greco-Roman culture. Nevertheless, behind his parallel statement pattern that appears more egalitarian, Paul is more interested in regulating women’s bodies and sexualities. AbstrakSeksualitas perempuan telah senantiasa didefinisikan, diatur dan dibatasi dalam berbagai masa, agama dan budaya. Alkitab sebagai teks suci juga turut ambil bagian dalam merespon konsep seksualitas perempuan yang ada dalam dunianya. Artikel ini meneliti 1 Korintus 7 dengan pendekatan sosio-historis untuk melihat bagaimana Rasul Paulus menggunakan pola-pola retoris tertentu untuk merevisi konsep seksualitas perempuan yang dihidupi oleh Jemaat di Korintus. Tema utama dari 1 Korintus 7 adalah kawin dan selibat. Dengan mempertimbangkan konteks sosial dan budaya yang dihidupi orang-orang Korintus, penelitian ini membuktikan bahwa pendapat Paulus mengenai seksualitas perempuan telah melampaui tradisi Yahudi dan budaya Greko-Roma. Meskipun demikian, di balik pola pernyataan paralelnya yang terkesan lebih egaliter, Paulus lebih tertarik untuk mengatur tubuh dan seksualitas perempuan.