Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang bentuk perkara anak yang berkonflik dengan hukum dalam perkara putusan Nomor 5/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Jkt.Pst dan Nomor 24/Pid.Sus-Anak/2021/PN.Jkt.Brt. Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif dengan data sekunder dan penelitian pustaka, kemudian data dianalisis secara kualitatif serta mengacu pada konsep doktrinal hukum yang berlaku saat ini. Hasilnya tidak tepat di mana hakim tidak melakukan diversi yang harusnya wajib dilakukan bagi perkara pengadilan pidana anak yang berhadapan dengan hukum untuk mengambil langkah diversi. Untuk melaksanakan proses diversi agar anak dapat menyelesaikan perkara di luar pengadilan yang merupakan perwujudan dari Pasal 59 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, di mana pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak antara lain dengan memperbaiki hambatan penyidik unit perlindungan perempuan dan anak, diantaranya yaitu: tidak semua ABH memiliki status keluarga yang lengkap dan jelas atau bahkan tidak mengetahui keberadaan orang tua dan keluarganya dan belum banyak yang memahami semangat diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, berdampak pada pihak korban yang sering mengajukan ganti rugi melebihi batas kemampuan keluarga anak sebagai pelaku.