Chamid Sutikno
Dosen Program Studi Administrasi Publik, Universitas Nahdlatul Ulama, Purwokerto, Indonesia

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN PURBALINGGA Zaula Rizqi Atika; Shadu Satwika Wijaya; Muhammad Husnul Maab; Chamid Sutikno; Diar Budi Utama
Public Policy and Management Inquiry Vol 4 No 1 (2020): Mei 2020
Publisher : Program Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.ppmi.2020.4.1.3183

Abstract

Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga pada tahun 2016 memiliki 32 unit kerja beragam. Upaya untuk melihat kualitas penyelenggaraan pelayanan publik salah satunya melalui Survei Kepuasan Masyarakat (SKM). Adapun metode penelitian yang dipilih adalah survei dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama. Lokasi penelitian berada pada tujuh instansi yakni DPMPTSP, Dinas Arsip dan Perpustakaan, Dinas Tenaga Kerja, Kecamatan Mrebet, RSUD dr. Goeteng Taroenadibrata, UPTD Puskesmas Mrebet, dan UPTD Puskeswan. Populasi penelitian adalah mereka yang pernah mendapatkan pelayanan pada lokasi penelitian. Penentuan untuk jumlah sampel dilakukan menggunakan Tabel Morgan dan Krejcie dan diperoleh total sampel sebesar 2.279 responden. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu dua minggu. Mengacu Kepmen PAN No. 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik, nilai IKM dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang unsur pelayanan yang disurvei. Dalam penelitian ini ada 9 unsur pelayanan yang dinilai meliputi beberapa unsur diantaranya persyaratan, sistem, mekanisme dan prosedur, waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk spesifikasi jenis pelayanan, kompetensi pelaksana, perilaku pelaksana, penangan pengaduan, saran dan masukan, serta sarana dan prasarana. Ketujuh OPD yang disurvei ada enam OPD yang mendapatkan nilai SKM pada kategori baik dan ada satu OPD yang mendapatkan nilai SKM pada kategori kurang baik. Nilai SKM yang tinggi menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh OPD sudah melebihi harapan dari pengguna layanan. Nilai SKM tertinggi sebesar 80.62 dengan kategori kinerja layanan Baik (B) diperoleh Dinas Arsip dan Perpustakaan. Sedangkan nilai SKM terendah sebesar 75.64 dengan kategori layanan Kurang Baik (C) diperoleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa SKM pada OPD di Kabupaten Purbalingga masuk kategori Baik (B) yakni pada rentang 76.61 – 88.30. Hal ini berarti secara umum instansi tersebut telah mampu memberikan pelayanan dengan baik sesuai dengan harapan masyarakat. Perilaku pelaksana berpengaruh terhadap semua unsur.
DESENTRALISASI PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN WONOSOBO Shadu Satwika Wijaya; Zaula Rizqi Atika; Chamid Sutikno; Muhammad Husnul Maab; Diar Budi Utama
Public Policy and Management Inquiry Vol 4 No 1 (2020): Mei 2020
Publisher : Program Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.ppmi.2020.4.1.3219

Abstract

Salah satu bentuk desentralisasi dalam pelayanan publik dapat dilihat dari pelaksanaan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN). Maksud penyelenggaraan PATEN telah tercantum dalam Permendagri Nomor 4 Tahun 2010 Pasal 3 yang diantaranya mengamanatkan bahwa kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat dan menjadi simpul pelayanan bagi kantor/badan pelayanan terpadu di kabupaten/kota. Penyelenggaraan PATEN sekaligus menambah peran kecamatan, bukan hanya mengkoordinasikan pelaksanaan pemerintahan desa, melainkan juga unit pelayanan publik. Kecamatan sebagai penyelenggara PATEN dianggap belum maksimal menyelenggarakan pelayanan publik sebagaimana yang diharapkan pemerintah kabupaten karena berbagai keterbatasan sehingga kurang mampu memberikan pelayanan yang optimal, serta keterbatasan sarana dan prasarana sehingga tidak mampu menyediakan kenyamanan dalam proses pelayanan publik. Kondisi demikian membuat masyarakat mengharapkan pemerintah agar keberadaan kecamatan mampu memenuhi seluruh kebutuhan pelayanan dasar masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka kajian Blue Print Pengembangan Kecamatan dalam Desentralisasi Pelayanan Publik di Kabupaten Wonosobo penting untuk dilaksanakan.
Formulasi Kebijakan Pembangunan Di Desa Dermaji Kecamatan Lumbir Kabupaten Banyumas Chamid Sutikno; Shadu Satwika Wijaya; Andi Zaelani
Public Policy and Management Inquiry Vol 4 No 2 (2020): November 2020
Publisher : Program Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.ppmi.2020.4.2.3937

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi kebijakan pembangunan di Desa Dermaji Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas. Dengan adanya kebijakan otonomi desa memberikan peluang bagi pemerintah desa dalam merencanakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang didasarkan pada pendekatan pertisipatif dan berkelanjutan. Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui (1) Proses penyusunan kebijakan pembangunan di Desa Dermaji. (2) Mengidentifikasi faktor yang menetukan penyusunan kebijakan pembangunan di Desa Dermaji sehingga dapat memperoleh berbagai bentuk penghargaan prestasi pembangunan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan studi kasus. Teknik pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif. Sedangkan validitas data menggunakan pedekatan triangulasi untuk memperoleh data secara valid. Hasil penelitian menunjukan prose formulasi kebijakan yang meliputi aspek konseptualisasi masalah dan peranan kepemimpinan. Pengembangan opsi alternatif dalam proses pembangunan di Desa Dermaji dengan pendekatan partisipatif serta memadukan model elit dalam pengambilan keputusan sebagai pilihan alternatif kebijakan dan model partisipasi masyarakat pada keseluruhan tahapan pelaksanaan kebijakan melalui social collaborative action.