Wieke Dewi Suryandari
UNIVERSITAS DARUL ULUM ISLAMIC CENTRE SUDIRMAN GUPPI (UNDARIS)

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA SEBAGAI HUKUM POSITIF DI INDONESIA TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA BURUH Wieke Dewi Suryandari
JPeHI (Jurnal Penelitian Hukum Indonesia) Vol 3, No 02 (2022): Jurnal Penelitian Hukum Indonesia (JPeHI)
Publisher : Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61689/jpehi.v3i02.373

Abstract

ABSTRAKLahirnya Undang-Undang Cipta Kerja dengan menggunakan metode Omnibus Law memiliki tujuan untuk meningkatkan investasi serta menjadikan industrialisasi di Indonesia semakin maju, Adapun usaha yang perbuat diantaranya melalui pemotongan jalur birokratisasi dan menyulitkan perizinan kegiatan baru. Sebagai sumber hukum, Undang-Undang Cipta Kerja tentu saja harus mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi yang terkait dengan ketenagakerjaan. Sehingga Undang-Undang Cipta Kerja akan memiliki dampak terhadap buruh, sehingga permasalahan yang diangkat adalah Bagaimana Implikasi Undang-Undang Cipta Kerja terhadap perlindungan hukum terhadap buruh. Melalui metode pendekatan yuridis normatif dengan mengunakan data primer yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Nantinya akan dijabarkan setiap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan teori hukum sebagai menjadi objek penelitian.Berdasarkan analisa yang dilakukan bahwa muatan materi dalam Undang-Undang Cipta Kerja justru memiliki implikasi berupa pemunduran atas perlindungan dan pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Undang-Undang Cipta kerja ter indikasi terjadinya pemunduran dibandingkan regulasi sektoral (eksisting) karena dipengaruhi faktor ketersediaan, hal itu karena tidak memenuhi kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat, namun justru membuka keran terhadap tenaga kerja dari berbagai negara. Selain itu pula Undang-Undang Cipta Kerja dirasa mengalami penurunan terhadap upaya perlindungan terhadap hak atas pekerjaan dan upah yang layak dimulai dengan memaksakan berlakunya alih daya buruh (outsourcing) dengan dalih perluasan kesempatan kerja dan percepatan proyek strategis nasional. Implikasi dari pembukaan pekerjaan yang bersifat outsourcing tidak hanya menyangkut dengan sustainable dan kepastian hak atas pekerjaan, akan tetapi memberikan dampak lain yaitu berpotensi terjadinya penurunan kualitas hubungan kerja antara pengusaha dan buruh. Kata Kunci: Cipta Kerja, Perlindungan hukum, Buruh
KEBIJAKAN PIDANA KORPORASI DI INDONESIA DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN KORPORASI WIEKE DEWI SURYANDARI
JPeHI (Jurnal Penelitian Hukum Indonesia) Vol 3, No 1 (2022): Jurnal Penelitian Hukum Indonesia (JPeHI)
Publisher : Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61689/jpehi.v3i1.331

Abstract

ABSTRAKPeran korporasi mendominasi kehidupan sehari-hari, apalagi privatisasi meningkat. Bukan lagi negara yang menyediakan kebutuhan, tapi korporasi. Korporasi dapat meningkatkan kekayaan negara dan tenaga kerja, tetapi revolusi struktur ekonomi dan politik telah menumbuhkan korporasi-korporasi besar yang terlalu bergantung pada korporasi sehingga negara dapat didikte demi kepentingannya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbul permasalahan bagaimana kebijakan perumusan hukum pidana saat ini dalam menghadapi tindak pidana korporasi, lalu bagaimana penerapan penegakan hukum pidana selama ini terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana dan bagaimana kebijakan perumusan hukum pidana di menghadapi tindak pidana korporasi di masa yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis bahan pustaka dan dokumen terkait. Selanjutnya data dianalisis secara normatif kualitatif dengan cara menginterpretasikan dan mengkonstruksi pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam dokumen dan peraturan perundang-undangan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaturan sanksi pidana korporasi yang terdapat dalam keempat undang-undang tersebut tidak konsisten. Ketidaksesuaian penetapan atau pengenaan pidana maksimum yang dijatuhkan kepada korporasi juga tidak adanya keseragaman dalam menentukan kapan suatu korporasi dapat dikatakan melakukan tindak pidana, keseragaman dalam pengaturan siapa yang dapat dipertanggungjawabkan atau dituntut dan dipidana, serta sebagai rumusan jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada korporasi yang melakukan tindak pidana. 
RATIO LEGIS PUTUSAN – PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVH-2019 TENTANG EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA Wieke Dewi Suryandari
JPeHI (Jurnal Penelitian Hukum Indonesia) Vol 4, No 1 (2023): Jurnal Penelitian Hukum Indonesia (JPeHI)
Publisher : Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61689/jpehi.v4i1.459

Abstract

Permasalahan yang sering terjadi pada tatanan praktik hukum fidusia adalah terkait isu hukum eksekusi jaminan fidusia. Para kreditur atau penerima fidusia tidak jarang melakukan upaya-upaya non-prosedural formil ketika debitur melakukan wanprestasi. Hal ini disebabkan proses eksekusi jaminan fidusia di lapangan tidak efektif dan efisien. Disisi lain, perspektif hukum konsumen menekankan hak konsumen yang perlu dilindungi sehingga hak-hak konsumen fidusia tidak dilanggar oleh kreditur. Atas dasar ini lah kemudian Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII-2019 memberikan logika hukum yang banyak mengubah aspek hukum jaminan fidusia khususnya masalah kepastian hukum eksekusi jaminan fidusia. Penelitian ini digolongkan kе dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara mеnеlaah bahan kepustakaan atau bahan-bahan sekunder. Hasil penelitian ini adalah pertama, eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan dengan 3 (cara) cara yaitu: pelaksananaan titel eksekutorial, penjualan benda objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia dan penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia dengan cara demikian dapat diperoleh harga yang tertinggi yang menguntungkan kepada para pihak dan Pasal 15 ayat (2) pada Undang-Undang Jaminan Fidusia, namun dengan telah dinyatakannya inkonstitusional terhadap frasa "kekuatan eksekutorial" dan frasa "sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap" dalam norma Pasal 15 ayat (2) dan frasa "cidera janji" dalam norma Pasal 15 ayat (3) pada Undang-Undang 42/1999, maka Mahkamah menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 15 ayat (2) pada Undang-Undang Jaminan Fidusia, sepanjang frasa "kekuatan eksekutorial" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak  dimaknai "terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Kata Kunci : Jaminan, Fidusia, Eksekusi