Kartoningrat, Raden Besse
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Mediasi Sebagai Alternatif dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit oleh Kurator Kepailitan Kartoningrat, Raden Besse; Andayani, Isetyowati
Halu Oleo Law Review Vol 2, No 1 (2018): Halu Oleo Law Review: Volume 2 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.439 KB) | DOI: 10.33561/holrev.v2i1.4191

Abstract

Mediasi merupakan salah satu upaya penyelesaian sengketa dimana para pihak yang berselisih atau bersengketa bersepakat untuk menghadirkan pihak ketiga yang independen guna bertindak sebagai mediator (penengah). Mediasi juga merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, mengingat penyelesaian perkara melalui pengadilan dianggap sangat lambat, membuang waktu dan mahal serta berbelit-belit. Di dalam Kepailitan dikenal adanya Kurator yang menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kurator memiliki peran penting dalam pengurusan dan pemberesan harta debitor pailit untuk kepentingan debitor maupun kreditor. Kurator yang diangkat dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit harus seorang yang mandiri dan tidak boleh mempunyai benturan kepentingan dengan debitor ataupun kreditor. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan konsep (conceptual approach). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa mediasi merupakan upaya positif dalam penyelesaian sengketa yang lebih ekonomis dari segi biaya maupun waktu. Kurator sebagai suatu profesi yang juga mempunyai tugas dan fungsi untuk membagi harta pailit juga dapat di fungsikan sebagai mediator dalam proses kepailitan.
KEPASTIAN HUKUM OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PROSES KEPAILITAN PERUSAHAAN EFEK Raden Besse Kartoningrat
Perspektif Vol 22, No 2 (2017): Edisi Mei
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (768.33 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v22i2.613

Abstract

Otoritas Jasa Keuangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 merupakan suatu lembaga baru yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang dalam hal pengaturan dan pengawasan dalam kegiatan jasa keuangan yang salah satunya adalah Pasar Modal. Namun, dalam proses kepailitan Perusahaan Efek yang merupakan bagian dari jasa keuangan Pasar Modal tersebut belum diatur secara tegas di dalam undang-undang tersebut. Permasalahan yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah dasar hukum pengajuan pailit kepada perusahaan efek oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bentuk dari konsep Wewenang Pengaturan ataukah konsep Wewenang Pengawasan dalam hal fungsi, tugas dan wewenang OJK pada Proses Kepailitan Perusahaan Efek. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan sejarah. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa dasar hukum untuk pengajuan kepailitan kepada Perusahaan Efek oleh OJK masihlah belum ada, sehingga OJK segera mungkin harus mengeluarkan peraturan pelaksana untuk kepailitan Perusahaan Efek tersebut agar tidak ada kekosongan hukum dalam hal tersebut.Financial Services Authority regulated in Law Number 21 in 2011, is a new institution which has the functions, duties and authority in terms of regulation and supervision in the financial services activities, one of which is the capital market. However, in bankruptcy proceedings securities company that is part of the Capital Markets financial services have not been set forth in the Act. The problems to be discussed in this study is on what legal basis the company filing for bankruptcy to effect by the FSA and is the concepts of Privileges Setting Supervision Authority in terms of the functions, duties and authority of the FSA on Bankruptcy Process Securities Company. This is a Normative Research. The results from this research is that the legal basis for the bankruptcy filing to the Securities Company by FSA is still not yet exist, so the FSA soon may have to implement regulations for the securities company bankruptcy so that there is no legal vacuum in that regard.
KEDUDUKAN KREDITOR SEPARATIS DALAM MENGEKSEKUSI OBJEK JAMINAN SAAT TERJADI KEPAILITAN Adilah Dea Sentika; Raden Besse Kartoningrat
Perspektif Vol 25, No 1 (2020): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30742/perspektif.v25i1.751

Abstract

Kepailitan adalah ketidakmampuan debitor membayar utangnya yang telah jatuh tempo terhadap dua atau lebih kreditornya. Dari jenis penggolongan kreditor dalam kepailitan, kreditor separatis sebagai pemegang hak jaminan kebendaan memiliki keistimewaan terhadap kreditor lainnya. Hak tersebut berupa eksekutorial terhadap harta debitor seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Baik dalam Burgerlijk Wetboek, aturan hukum mengenai jaminan kebendaan, hingga Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran mengatur tentang hak eksekutorial yang dimiliki kreditor separatis sebagai pemegang hak kebendaan. Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan tujuan untuk melakukan pengkajian teoritis-normatif mengenai pengaturan eksekusi benda jaminan oleh kreditor separatis serta kedudukannya dalam hak eksekutorial harta pailit. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa kedudukan kreditor separatis sebagai pemegang hak benda jaminan diciderai oleh adanya aturan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran. Adanya jangka waktu kreditor separatis yang harus mengeksekusi benda jaminan selama 2 (dua) bulan mengakibatkan hak eksekutorial terhadap benda jaminan yang pailit dari segi teori maupun prakteknya sangat sulit dilaksanakan.Bankruptcy is the inability of debtors to repay debts due to two or more creditors. From the type of classification of creditors in bankruptcy, separatist creditors as holders of material security rights have the privilege of other creditors. The right is in the form of executorial property of the debtor as if bankruptcy did not occur. Both in Burgerlijk Wetboek, the rule of law regarding material security, up to Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Payment regulates the executorial rights held by separatist creditors as holders of material rights. In this study, the author uses a normative legal research method, with the aim of conducting a theoretical-normative study of arrangements for the execution of collateral items by separatist creditors and their position in the executing rights of bankrupt assets. Based on the results of the study it was concluded that the position of separatist creditor as the holder of collateral rights was injured by the existence of the rules in Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Payment. The existence of a separatist creditor period that must execute collateral for 2 (two) months resulted in an executorial right to the insolvent collateral in terms of theory and practice which is very difficult to implement.
KARAKTERISTIK FRAUD DALAM HUKUM KEPAILITAN Raden Besse Kartoningrat; Isetyowati Andayani
Perspektif Vol 25, No 3 (2020): Edisi September
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30742/perspektif.v25i3.585

Abstract

Dalam hal perebutan harta debitor oleh beberapa kreditor yang menagih piutangnya, dapat dihindari melalui pengaturan hukum tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Selain itu agar terhindar dari adanya kreditor separatis yang menurut haknya, menjual barang jaminan milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya. Serta menghindari adanya kecurangan yang dilakukan kreditor lain atau debitur itu sendiri. Dalam pembagian harta pailit sering kali terjadi Fraud (kecurangan) sehingga diperlukan pembahasan mengenai hal tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan konseptual dan pendekatan undang-undang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fraud (kecurangan) merupakan tindakan penipuan yang sengaja dilakukan oleh pelaku kecurangan dengan merugikan pihak lain. Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran terhadap tindakan tersebut. Pada umumnya, fraud terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan serta memanfaatkan kesempatan yang ada disertai pembenaran terhadap tidakan tersebut. Umumnya, fraud suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam atau luar organisasi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang secara langsung merugikan pihak lain. Lingkungan kerja dan sistem administrasi adilah faktor yang paling besar dalam mempengaruhi terjadinya fraud. Tindakan fraud dapat dikurangi dengan lingkungan kerja yang kondusif dan saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya.In the case of seizing the debtors assets by several creditors who collect their credits, this can be avoided through legal arrangements regarding bankruptcy and postponement of debt payment obligations. In addition, this is to avoid the existence of separatist creditors who, according to their rights, sell collateral belonging to the debtor without paying attention to the interests of the debtor or other creditors. As well as avoiding fraud by other creditors or the debtor itself. In the distribution of bankruptcy assets, fraud often occurs, so a discussion of this is necessary. The method used in this research is a normative research method with a conceptual approach and a statute approach. Based on the results of the study, it can be concluded that fraud is an act of fraud deliberately committed by the perpetrator of fraud at the expense of other parties. Fraud generally occurs because of pressure to commit fraud or an urge to take advantage of existing opportunities and there is justification for these actions. In general, fraud occurs because there is pressure to commit fraud and take advantage of existing opportunities accompanied by a justification for the act. Generally, fraud is an illegal act committed by people from within or outside the organization with the aim of obtaining personal or group benefits that directly harm other parties. The work environment and administrative system are the biggest factors in influencing the occurrence of fraud. Fraud actions can be reduced by a work environment that is conducive and considerate of one another.
FUNGSI ETIKA PROFESI BAGI KURATOR DALAM MENJALANKAN TUGAS Raden Besse Kartoningrat
Perspektif Vol 21, No 2 (2016): Edisi Mei
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (377.991 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v21i2.186

Abstract

Kurator dalam menjalankan profesinya tentu  mempunyai kode etik profesi kurator sebagai standar profesi kurator dalam melaksanakan tugasnya. Pekerjaan kurator merupakan profesi, maka kepadanya berlaku juga kaidah etika yang terdapat dalam kode etiknya, yang dijabarkan lebih lanjut dalam aturan profesinya. Kurator merupakan profesi yang mandiri, sehingga mereka harus bergabung dalam suatu organisasi profesi yang ada. Permasalahan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah fungsi kode etik profesi kurator bagi kurator dalam menjalankan tugas sebagai kurator. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual dengan bahan hukum sekunder yang didapat melalui perpustakaan yang diperlukan dalam rangka mengidentifikasi bahan-bahan hukum tersebut secara sistematis. Dari hasil penelitian, bahwa ada beberapa fungsi kode etik kurator yang sangat penting bagi kurator dalam menjalankan tugasnya dan mekanisme pemberian sanksi bagi kurator yang melakukan pelanggaran kode etik juga sangat jelas diterangkan dalam kode etik profesi kurator yang dikeluarkan oleh organisasi profesi kurator yang ada di Indonesia.Curator in performing his profession has an ethical code of conduct for curator as a standard for curator in performing his work. Curator is a profession. It means that it has ethical code of conduct which is described further in the code of conduct of the profession. Curator is an independent profession, curators have to join the existing professional organization. The main problem needs to be answered in this research is what the function of ethical code of conduct for curator in performing his job as a curator is. This research was conducted using the methods of law approach and conceptual approach with secondary law obtained from the library which is needed in order to identify those sources systematically. The results showed that there are several functions of ethical code of conduct of curator that are important for curator in performing his job and the mechanism of giving sanction to curator who breaks the code of conduct is also clearly described in code of conduct of curator issued by organization of curator existing in Indonesia.
PRINSIP INDEPENDENSI DAN PERTANGGUNG JAWABAN KURATOR DALAM PENGURUSAN KEPAILITAN Raden Besse Kartoningrat; Peter Mahmud Marzuki; Muhammad Hadi Shubhan
RechtIdee Vol 16, No 1 (2021): JUNE
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v16i1.10165

Abstract

Filosofi adanya lembaga kepailitan merupakan bentuk dari prinsip keadilan karena kepailitan adalah proses dan prosedur untuk membagikan atau mendistribusikan aset debitor secara adil dan merata kepada para kreditornya atas ketidakmampuan debitor dalam melaksanakan kewajibannya. Profesi kurator muncul sebagai bagian dari lembaga kepailitan yang mempunyai tanggung jawab cukup berat yang belum ada batasan dari tanggung jawab tersebut. Untuk itu perlu dibahas untuk diketahui tanggung jawab kurator itu.Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang dan konseptual. Penelitian ini mempunyai isu hukum yaitu prinsip dan konsep tanggung jawab kurator kepailitan juga membahas tanggung jawab kurator terhadap resiko kerugian dalam pengurusan dan pembersan harta pailit.Hasil penelitian ini yaitu bahwa kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta pailit. Kedua tanggung jawab kurator terbagi atas 2 yaitu tanggung jawab kurator dalam kapasitas sebagai kurator dan tanggung jawab pribadi kurator sehingga kurator harus bertanggung jawab apabila terjadi kerugian terhadap harta pailit dengan batasan-batasan tanggung jawabnya berdasarkan Undang Undang Kepailitan.
KEDUDUKAN HUKUM HARTA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN SIRRI DALAM PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA Isetyowati Andayani; Raden Besse Kartoningrat
RechtIdee Vol 17, No 1 (2022): June
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v17i1.11274

Abstract

Marriage is a human right that is protected by laws and regulations, the role of the state in regulating the occurrence of marriage. The marriage that occurs causes a series of legal relationships that occur both before and after the marriage. One of the objects of the legal relationship is the existence of marital property. In this study using normative research as well as a law approach and a conceptual approach. This study will examine more deeply about the position of assets from the results of sirri marriages in the legal perspective in Indonesia. If their marriage is legal then the consequences of their marital property can also be enjoyed by husband and wife so that the opposite applies if the marriage is not valid then their marital property will not benefit them. . Sirri (secret) marriages, or often sirri marriages, are known to those who are Muslim. Sirri marriages are unregistered marriages. In the Compilation of Islamic Law (KHI) the rules for those who are Muslim. Also do not know sirri marriage. KHI also regulates the obligation to register marriages, in addition to fulfilling the pillars and requirements of marriage.