Asmuni Asmuni
Pascasarjana UIN Sumatera Utara, Medan

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Akibat Hukum Perkawinan Yang Pencatatannya Dipalsukan Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam Nusra Arini; Asmuni Asmuni; Nawir Yuslem
JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia) Vol 10, No 1 (2024): JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia)
Publisher : Indonesian Institute for Counseling, Education and Theraphy (IICET)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29210/020242604

Abstract

Pencatatan perkawinan penting untuk sahnya suatu perkawinan karena akan memberikan perlindungan hukum dan menjamin hak-hak yang timbul dari perkawinan. Perkawinan dengan pemalsuan pencatatan sebagaimana dalam penelitian ini adalah perkawinan sirri dimana suami istri secara sadar melakukan perbuatan hukum berupa pemalsuan buku nikah. Tulisan ini memaparkan permasalahan, pertama status perkawinan dengan pencatatannya yang dipalsukan dari perspektif hukum positif dan hukum Islam. Kedua, pertimbangan hukum hakim. Ketiga, perlindungan hukum terhadap hak-hak yang timbul dari perkawinan tanpa pencatatan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, status perkawinan dengan catatan palsu dari perspektif hukum positif dan hukum Islam (dalam hal ini Kompilasi Hukum Islam) adalah sah dan memiliki kekuatan hukum. Namun terdapat implikasi negatif terhadap tidak terpenuhinya hak-hak istri akibat perceraian, apabila petikan akta nikah yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri tidak mempunyai kekuatan hukum/palsu digunakan sebagai alat bukti dalam perkara perceraian. di Pengadilan Agama. Kedua, Hakim pada Pengadilan Agama dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa meskipun akta nikah tersebut palsu, akta tersebut dibuat secara sadar dan diketahui bersama. Hakim Pengadilan Negeri Mataram dalam pertimbangan hukumnya adalah putusan mengenai dugaan perbuatan melawan hukum berupa akta nikah palsu, bukan putusan yang membatalkan perkawinan. Adapun perkawinan yang dilakukan tanpa pencatatan, negara tidak dapat memberikan perlindungan hukum kecuali ada kebenaran materiil yang dapat dibuktikan di pengadilan.