Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Dua Muka Janus: Revolusi dan Kekerasan di Surabaya 1945-1949 Adrian Perkasa Adrian Perkasa
MOZAIK HUMANIORA Vol. 15 No. 2 (2015)
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.856 KB) | DOI: 10.20473/mozaik.v15i2.3848

Abstract

AbstrakPeriode Revolusi khususnya pascaproklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 menduduki peran penting dalam sejarah Indonesia. Di Surabaya, yang menjadi batasan spasial penelitian ini, terjadi berbagai peristiwa yang berujung pada konflik pada bulan Oktober hingga November 1945. Peristiwa tersebut kemudian diabadikan oleh pemerintah dan ditetapkan sebagai Hari Pahlawan. Sebuah monumen didirikan oleh Presiden Soekarno yang kemudian dikenal dengan nama Tugu Pahlawan menjadi penanda tegas kepahlawanan mereka yang menjadi korban dalam konflik fisik di Surabaya. Tidak bisa dihindarkan terdapat kesan sakralisasi terhadap periode ini. Memori kolektif yang diproduksi dan terus-menerus direproduksi seolah menempatkan sosok pahlawan sebagai orang yang berjuang dengan mengangkat senjata. Periode yang penuh konflik dan menggambarkan masa Revolusi ini tidak bisa tidak lekat dengan kekerasan. Penelitian ini berupaya memperlihatkan wajah kekerasan pada masa tersebut serta sejauh mana aparat resmi negara terlibat di dalamnya. Dengan menggunakan metode penelitian sejarah, khususnya pendekatan sejarah baru atau new history yang digagas oleh Alun Munslow, penelitian ini menggali historiografi Surabaya dan Jawa Timur tentang apa yang sesungguhnya terjadi pada periode Revolusi. Keasyikan para pemuda yang didapatkan ketika berusaha menembaki orang-orang Belanda, Jepang, dan Tionghoa sebanyak mungkin seharusnya dimaknai sebagai wajah Revolusi yang memang berkelindan dengan kekerasan ibarat bermuka dua seperti Dewa Janus, bukan dengan reproduksi memori yang naif bahkan narsistis. Penelitian ini diharapkan dapat mengundang penelitian dalam topik serupa untuk menghasilkan interpretasi yang mungkin berbeda.Kata kunci: kekerasan, revolusi, Surabaya, sejarah baru
Paint and decay: A colloquial conversation on preserving the urban heritage Diandra Pandu Saginatari; Adrian Perkasa
ARSNET Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Department of Architecture Faculty of Engineering Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1713.262 KB) | DOI: 10.7454/arsnet.v1i1.4

Abstract

This paper is an attempt to converse about urban heritage preservation and its experience. To converse is to colloquially discuss ideas that comes to mind while we are looking back at the 2019 photographs of some parts of Kota Tua Surabaya (The Old Town of Surabaya) and reflect upon our knowledge background, one of architecture, the other of history. This conversation is created through a form of creative writing, creative nonfiction, where we begin with our personal thoughts, one of experiencing ruination and the other of witnessing complexity of urban heritage preservation, one of decay and the other of paint. We involve relevant discourses and the use of visual materials such as collages, diagrams, and drawings as a form of visual inquiry and visual illustration, showing the interpretation, reality, and the imagination of fragments of Kota Tua Surabaya. The process involved in creating this conversation could be one of the ways to creatively build collaborative knowledge and have the writings and the visual materials based on personal voice, expanding the academic form of writings.
Panji in the Age of Motion An investigation of the development of Panji-related arts around Java Perkasa, Adrian
Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia Vol. 21, No. 2
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The first half of the twentieth century in Indonesia is often remembered as the Age of Motion. The term “motion” (pergerakan) is invariably used in history textbooks for students and in the official Indonesian historiography: Sejarah nasional Indonesia (Kartodirdjo, Poesponegoro, and Notosusanto 1975; Poesponegoro and Notosusanto 2008) and in the new edition, Indonesia dalam arus sejarah (Lapian and Abdullah 2012). Political movements in Indonesia always dominated the discourses of pergerakan at the expense of developments in other sectors, including culture. This cultural development, particularly in Java, was intricately intertwined with the upsurge in Javanese and then Indonesian nationalism, an expansion of modernity and Islamic revivalism. Topeng Panji with all of its forms around Java is symptomatic of this development. This paper is an initial investigation into the developments of topeng Panji across Java in the Age of Motion. By tracing the social and cultural histories from the perspective of the bureaucrats, artists, and government officials who wrote in books, journals, and other contemporary sources, this study aims to highlight topeng Panji and its development during that period.