Penetapan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 menjadi poin utama dengan mempertimbangkan kesejahteraan nelayan, peningkatan ekonomi, dan peran signifikan dalam mendukung devisa yang dijadikan sebagai landasan dalam menetapkan kebijakan. Namun, kontroversi yang melibatkan peraturan tersebut memicu kasus sumber daya kepemilikan bersama. Penelitian bertujuan untuk memaparkan mengenai penyalahgunaan kekuasaan dalam kasus korupsi ekspor benih lobster oleh Edhy Prabowo, relasi partron-klien, dan analisis teoritis. Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui literatur, buku, artikel, jurnal, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan permasalahan. Hasilnya menunjukkan bahwa Edhy Prabowo mengatasnamakan kesejahteraan nelayan sebagai alasan untuk menetapkan Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 yang kemudian menjadi kontroversial, menimbulkan kepemilikan bersama yang berujung pada tindak pidana korupsi. Penetapan regulasi kebijakan tersebut tidak sejalan dengan pelaksanaan yang mengundang kecurigaan terhadap Edhy Prabowo, yang akhirnya menjadi pelaku tindak pidana korupsi. Tindakan ini melibatkan praktik suap antara Edhy Prabowo, tim Due Diligence, dan perusahaan ekspedisi. Berdasarkan kasus korupsi tersebut, peneliti menggunakan analisis hubungan patron-klien dan teori yang relevan, yaitu Teori Michel Foucalt dan Teori Donald R. Cressey.