This Author published in this journals
All Journal Naditira Widya
Dedi Arman
Pusat Riset Kewilayahan, BRIN

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

SITUS-SITUS MAHKAMAH DAN LEMBAGA PERADILAN KERAJAAN RIAU-LINGGA PADA ABAD KE-19-20 MASEHI Anastasia Wiwik Swastiwi; Dedi Arman
Naditira Widya Vol. 18 No. 1 (2024): Naditira Widya Volume 18 Nomor 1 April Tahun 2024
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepulauan Riau memiliki tinggalan budaya berupa situs-situs dan artefak-artefak yang berkaitan dengan keberadaan lembaga mahkamah dan lembaga peradilan masa Kerajaan Riau-Lingga. Penelitian ini memakai metode penelitian sejarah yang tahapannya adalah heuristic, kritik, interpretasi, dan penulisan sejarah (historiografi). Metode taksonomi digunakan pula dalam mendeskripsikan situs, bangunan dan artefak. Sumber primer yang digunakan antara lain Undang-Undang Melaka, Undang-Undang Polisi Kerajaan Riau-Lingga 1893, serta Kitab Tsamarat al Muhimmah, Pedoman Pemerintahan dan Hukum Kerajaan Riau-Lingga karya Raja Ali Haji. Subyek penelitian lainnya berupa situs mahkamah di Daik Lingga, situs kantor mahkamah besar di Pulau Penyengat, gedung hakim di Pulau Penyengat, rumah Hakim Raja Haji Abdullah, dan makam Raja Haji Abdullah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kantor mahkamah besar Kerajaan Riau-Lingga awalnya berada di Daik Lingga kemudian pindah ke Pulau Penyengat. Situs kantor mahkamah juga ada di Midai yang wilayahnya meliputi gugusan Kepulauan Natuna. Fungsi mahkamah pada zaman Kerajaan Riau Lingga tidak hanya mengadili perkara terkait hukum pidana dan perdata saja, namun lembaga tersebut juga yang mengeluarkan surat-surat keputusan Kerajaan Riau-Lingga. Mahkamah juga menerbitkan perizinan di bidang pertanahan, membuka kebun dan perizinan lainnya. Setelah Kerajaan Riau-Lingga dibubarkan secara politis pada tahun 1913, Belanda mendirikan landraad atau kantor pengadilan negeri. Gedung Landraad sampai saat ini masih berfungsi sebagai Kantor Pengadilan Tinggi Agama Kepulauan Riau. Pada masa pendudukan Jepang selama 1942-1945, lembaga pengadilan yang dibangun Belanda dibubarkan. Jepang mendirikan lembaga peradilan sendiri bernama Mahkamah Islam Besar Bintan To yang membawahi Kepulauan Riau. Pada masa Jepang, segala aspek sistem peradilan masa Belanda dihapuskan, termasuk penamaan kelembagaan peradilan. This research focuses on sites and artefacts related to courts and judicial institutions during the sovereignty of the Riau-Lingga Kingdom in the Riau Islands. Therefore, this study uses historical methods consisting of heuristics, criticism, interpretation, and historical writing (historiography). Taxonomic methods are also used to describe sites, buildings, and artifacts. Research results show during the Riau Lingga Kingdom sovereignty, the court acted to adjudicate cases relating to criminal and civil law and issued the kingdom's decrees. The court also issues permits concerning land, plantation establishment, and other concessions. After the Riau-Lingga Kingdom was politically dissolved in 1913, the Dutch established a landraad office or district court. During the Japanese occupation in 1942-1945, the judicial institutions built by the Dutch were dissolved. The Japanese government established its judicial institution called the Bintan To Islamic High Court which oversees the Riau Islands.