p-Index From 2019 - 2024
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Naditira Widya
Laila Abdul Jalil
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

IDENTIFIKASI EKOFAK MOLUSKA BIVALVA DARI SITUS BENTENG TABANIO, DI KABUPATEN TANAH LAUT Restu Budi Sulistiyo; Laila Abdul Jalil; Badruzsaufari; Dharmono
Naditira Widya Vol. 16 No. 1 (2022): Naditira Widya Volume 16 Nomor 1 April Tahun 2022
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada ekskavasi arkeologi di situs Benteng Tabanio yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin ditemukan berbagai artefak dan ekofak. Ekofak yang banyak ditemukan adalah cangkang moluska. Namun demikian, cangkang moluska hasil penelitian tersebut belum diidentifikasi secara taksonomis. Pelabelan koleksi ditulis sebagai kerang, cangkang kerang, atau fragmen cangkang kerang, padahal dalam koleksi tersebut terdapat cangkang moluska bivalvia dan cangkang gastropoda. Kerancuan identitas ini berakibat pada kesalahan informasi. Pada penelitian ekskavasi situs Benteng Tabanio, tinggalan ekofaktual moluska bivalvia belum dibahas secara komperehensif. Penelitian ini ditujukan untuk memahami keberadaan cangkang moluska bivalvia di situs Benteng Tabanio. Identifikasi 101 sampel cangkang marin dilakukan sampai dengan tingkat genus atau spesies dilakukan menggunakan analisis komparasi morfologi dengan cangkang bivalvia marin yang didapatkan di luar zona situs. Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat ordo dengan tujuh famili dan empat belas genera atau spesies yang dapat diidentifikasi. Keempat belas genera atau spesies tersebut dapat dikonsumsi, tetapi sisa-sisa cangkang yang ditemukan di situs Benteng Tabanio menunjukkan tidak adanya pemanfaatan moluska bivalvia sebagai bahan pangan ataupun bahan bangunan.
ATAP TUMPANG TIGA MASJID DI KALIMANTAN SELATAN: KAJIAN STRUKTUR MORFOLOGI ATAP Laila Abdul Jalil
Naditira Widya Vol. 18 No. 1 (2024): Naditira Widya Volume 18 Nomor 1 April Tahun 2024
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Budaya dan masyarakat Banjar identik dengan budaya Islam. Kalimantan Selatan memiliki masjid kuno dengan arsitektur khas masjid kuno di Indonesia, yaitu menggunakan atap tumpang bersusun tiga. Struktur seperti itu menciptakan atap berbentuk kerucut bertingkat tinggi yang unik. Arsitektur masjid kuno di Kalimantan Selatan juga menampilkan unsur budaya asing dan lokal. Budaya Banjar yang dominan terlihat pada penggunaan warna dan ornamen pada dinding dan tiang masjid. Masjid kuno di Kalimantan Selatan tidak hanya memiliki nilai penting bagi etnis Banjar, namun juga memiliki nilai sakral bagi etnis Dayak Meratus yang menganggap bahwa etnis Banjar adalah saudara sedarah mereka. Bentuk atap yang menjulang tinggi menjadi penanda kehadiran agama Islam di kawasan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analisis. Penelitian ini bertujuan untuk memahami proses silang budaya dan perpaduan unsur budaya lokal dengan budaya asing yang menghasilkan corak budaya baru pada arsitektur masjid kuno di Kalimantan Selatan. Berdasarkan hasil observasi terhadap masjid Banua Halat, Su’ada Wasah, dan masjid Pusaka Banua Lawas ditemukan bukti terjadinya hibridasi budaya yang tampak pada bentuk atap masjid dengan bentuk menjulang tinggi. Hibridasi budaya ini terjadi sebagai respon terhadap kondisi lingkungan dan masyarakat Kalimantan Selatan pada masa-masa masih tergantung pada transportasi sungai.Banjar culture and society are identical to Islamic culture. South Kalimantan has an ancient mosque with the typical architecture of ancient mosques in Indonesia, which use three tiers overlapping roofs. Such a structure creates a unique high-rise cone-shaped roof. The architecture of South Kalimantan's ancient mosques also shows elements of both foreign and local culture. The dominant Banjar culture can be seen in the use of colours and ornaments on the walls and pillars of the mosque. The ancient mosques in South Kalimantan not only have important value to the Banjar ethnic group but also have sacred value to the Dayak Meratus ethnic group who consider the Banjarese to be their blood relatives. The towering shape of a mosque roof is a sign of the presence of Islam in the region. The research method used is descriptive analysis. This research aims to understand the cross-cultural process and the combination of local and foreign cultural elements that produce new styles in the architecture of ancient mosques in South Kalimantan. Based on the results of a study of mosques of the Banua Halat, Su'ada Wasah, and Pusaka Banua Lawas, it is evident that cultural hybridization is present in the towering shape of the mosque's roof. This cultural hybridization occurred as a response to environmental conditions and the people of South Kalimantan at a time when they still depended on river transportation.