p-Index From 2019 - 2024
0.408
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Naditira Widya
Hari Suroto
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

JEJAK BUDAYA SAGU DAN TRADISI PENGELOLAAN HUTAN SAGU DI KAWASAN DANAU SENTANI, PAPUA Amurwani Putri; Hari Suroto
Naditira Widya Vol. 17 No. 1 (2023): Naditira Widya Volume 17 Nomor 1 April Tahun 2023
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hutan sagu dijumpai di kawasan Danau Sentani, di Papua. Tanaman sagu ini sudah ada sejak nenek moyangetnis Sentani tiba pertama kali di kawasan danau ini, dan pengelolaan hutan sagu merupakan identitas masyarakatSentani. Selain sebagai sumber pangan, sagu juga memiliki nilai filosofis dari segi kearifan lokal yang harus dijaga karenamengandung aspek lingkungan dan budaya. Saat ini, hutan sagu ditantang oleh modernisasi. Persoalan mendasar daritantangan tersebut adalah bagaimana masyarakat Sentani mampu mempertahankan tradisi pengelolaan hutan sagu.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan budaya sagu dan tradisi pengelolaan hutan sagu olehetnis Sentani di kawasan Danau Sentani. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatanetnoarkeologi yang berupaya untuk mengkaji perilaku masyarakat Sentani dalam mendukung kearifan lokal dalampengelolaan sagu dan menjawab permasalahan modernisasi yang terjadi di kawasan Danau Sentani. Metode penelitianyang digunakan adalah studi pustaka, wawancara, survei arkeologi, dan observasi lapangan. Bukti arkeologimenunjukkan bahwa pemanfaatan sagu sebagai bahan makanan sudah ada sejak zaman prasejarah. Artefak terkaitsagu yang ditemukan dari situs-situs di kawasan Danau Sentani adalah pecahan tembikar dan alat tokok sagu.Pembangunan infrastruktur modern akhir-akhir ini mulai merusak hutan sagu. Kondisi tersebut makin diperparah denganpenggunaan mesin pengolah sagu modern yang lebih efisien, tetapi tidak mempertimbangkan laju pertumbuhan pohonsagu sehingga menyebabkan cepatnya kepunahan tanaman sagu. Tanaman sagu sangat bermanfaat bagi masyarakatSentani, oleh karena itu perlu dilakukan pelestarian hutan sagu yang berbasis kearifan lokal.Sago forests grow in the Sentani Lake region, in Papua, and the management of sago forests is known as the identity of the Sentani people. Sago conveys a philosophical value of local wisdom concerning environmental and culturalaspects. This research aimed to understand the sago culture and the sago forest management tradition of the Sentanipeople. An ethnoarchaeological approach and data obtainment was performed through literature study, interviews, archaeological surveys, and field observations. Results show that people have regarded sago as a constituent food since prehistoric periods. Sago-related artifacts recovered from the Sentani sites were potsherds and sago felling tools. Today,the development of modern infrastructure and the use of modern machines have begun to destroy sago forests. Such circumstance causes the rapid extinction of sago plants. Sago plants are beneficial to the people of Sentani. Therefore, it is necessary to preserve sago forests based on local wisdom.
BUDAYA SAGU DI PAPUA DARI MASA PRASEJARAH HINGGA MASA KINI Hari Suroto; Rini Maryone; Marlyn Salhuteru
Naditira Widya Vol. 17 No. 1 (2023): Naditira Widya Volume 17 Nomor 1 April Tahun 2023
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sagu merupakan bahan makanan pokok masyarakat Papua dan banyak ditemukan di lingkungan sekitar permukiman mereka. Aktivitas mengolah sagu tidak memerlukan pengeluaran yang banyak, baik tenaga, biaya, dan waktu serta resikonya kecil, dibandingkan dengan aktivitas berburu atau menangkap ikan. Oleh karena itu, tanaman sagu menjadi salah satu karakteristik kebudayaan Papua sekarang, yaitu sebagai penanda identitas, batas wilayah, bahkan memiliki fungsi dalam aktivitas adat. Sejumlah ahli arkeologi telah membahas tentang eksistensi sagu yang berkaitan dengan wadah-wadah tanah liat. Tujuan penelitian ini adalah memahami perkembangan budaya sagu di Papua sejak masa prasejarah hingga masa kini. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka, observasi, wawancara dan pendekatan etnoarkeologi. Hasil penelitian menunjukan bahwa sagu merupakan tanaman penting orang Papua. Kebudayaan yang berkaitan dengan sagu di Papua sudah dikenal sejak sekitar 30.000 tahun yang lalu. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya asosiasi antara fragmen forna atau tungku pemanggang, serta fragmen periuk dan tempayan dan pengolahan sagu di situs-situs hunian prasejarah. Budaya sagu juga masih berlangsung hingga saat ini di Papua, hal ini terlihat pada tradisi menokok sagu, rumah gaba-gaba, peralatan sehari-hari berbahan pohon sagu, kuliner sagu, serta ritual yang berkaitan dengan sagu. The environment around the Papuan settlements provides abundant sago for their staple food. Therefore, sago has become one of the characteristics of Papuan culture today, whether as an identity marker and territorial boundaries or a means of traditional activities. This research aims to understand the development of sago culture in Papua from prehistoric periods to the present. This research uses literature study, observation, interviews, and an ethnoarchaeological approach. Research results suggest that the Papuan people have known culture related to sago in Papua since around 30,000 years ago. Archaeologically, this is evident from fragments of ‘forna’ or roasting stoves and sherds of pots and jars found at prehistoric settlement sites. The sago culture continues today in Papua, which can be seen in the tradition of sago felling, ‘gaba-gaba’ houses, daily utensils, sago culinary delights, and rituals related to sago.