Amiriyyah, Nuriel
Fakultas Syariah

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Nafkah Madliyah Anak Pasca Perceraian:Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 608/K/AG/2003 Amiriyyah, Nuriel
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah Jurisdictie: Vol 6, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j.v6i1.4085

Abstract

This article aims to describe the review of Islamic law on the obligations of a father who abandoned the maintenance of the child in the decision of the Supreme Court number 608/K/AG/2003 and describing a living madliyah children after divorce based on the protection of children's rights in Law Number 23 Year 2002 on the Protection of Children. The result showed that the duty of a father to meet child support does not become payable if the elapsed time, but it could be due to maintenance if there is a decision of the judge. This imposition on the grounds that the father in condition to be able to work deliberately remiss. Supreme Court Decision Number 608/K/AG/2003 does not conflict with Islamic law. Every parent has an obligation to be responsible for nurturing, nurture, educate, and protect children. Deliberateness of a father neglects the obligation to provide maintenance, so that children can not get their rights and suffer a loss, then it can be described as acts of negligence as regulated in Law Number 23 of 2002 on the Protection of Children.Artikel ini bertujuan mendeskripsikan tinjauan hukum Islam terhadap kewajiban seorang ayah yang telah melalaikan nafkah terhadap anak dalam putusan Mahkamah Agung RI nomor 608/K/AG/2003 dan mendeskripsikan nafkah madliyah anak pasca perceraian ditinjau dari aspek perlindungan hak anak dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa kewajiban seorang ayah untuk memenuhi nafkah anak tidak menjadi hutang jika telah lewat masanya, namun nafkah tersebut dapat menjadi hutang jika ada keputusan hakim. Pembebanan ini dengan alasan bahwa ayah dalam kodisi mampu untuk bekerja sengaja melalaikan kewajibannya. Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor: 608/K/AG/2003 tidak bertentangan dengan hukum Islam. Setiap orang tua memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Kesengajaan dari seorang ayah melalaikan kewajiban dalam memberikan nafkah, sehingga anaktidak dapat memperoleh haknya dan mengalami kerugian, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan penelantaran sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.This article aims to describe the review of Islamic law on the obligations of a father who abandoned the maintenance of the child in the decision of the Supreme Court number 608/K/AG/2003 and describing a living madliyah children after divorce based on the protection of children's rights in Law Number 23 Year 2002 on the Protection of Children. The result showed that the duty of a father to meet child support does not become payable if the elapsed time, but it could be due to maintenance if there is a decision of the judge. This imposition on the grounds that the father in condition to be able to work deliberately remiss. Supreme Court Decision No. 608/K/AG/2003 does not conflict with Islamic law. Every parent has an obligation to be responsible for nurturing, nurture, educate, and protect children. Deliberateness of a father neglects the obligation to provide maintenance, so that children can not get their rights and suffer a loss, then it can be described as acts of negligence as regulated in Law Number 23 of 2002 on the Protection of Children. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan tinjauan hukum Islam terhadap kewajiban seorang ayah yang telah melalaikan nafkah terhadap anak dalam putusan Mahkamah Agung RI nomor 608/K/AG/2003 dan mendeskripsikan nafkah madliyah anak pasca perceraian ditinjau dari aspek perlindungan hak anak dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa kewajiban seorang ayah untuk memenuhi nafkah anak tidak menjadi hutang jika telah lewat masanya, namun nafkah tersebut dapat menjadi hutang jika ada keputusan hakim. Pembebanan ini dengan alasan bahwa ayah dalam kodisi mampu untuk bekerja sengaja melalaikan kewajibannya. Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor: 608/K/AG/2003 tidak bertentangan dengan hukum Islam. Setiap orang tua memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Kesengajaan dari seorang ayah melalaikan kewajiban dalam memberikan nafkah, sehingga anak tidak dapat memperoleh haknya dan mengalami kerugian, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan penelantaran sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.