Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

A Suspicious Cup Disc with High Intraocular Pressure (IOP) and Normal Perimetry: A Rare Self Case Report Abdiwijoyo, Mario; Nanda Lessi Hafni Eka Putri
Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research Vol. 8 No. 5 (2024): Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine & Translational Research
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/bsm.v8i5.982

Abstract

Background: Intraocular pressure (IOP) assessment involves evaluating the force exerted by aqueous humor on the internal surface of the anterior eye. Elevated IOP poses a substantial risk for glaucomatous optic neuropathy and is a key modifiable clinical risk factor. This study aims to explore cases of ocular hypertension coupled with optic nerve cupping, suspected to be glaucoma, providing comprehensive details of examination results, diagnosis, and subsequent management. Case presentation: A 23-year-old Asian male underwent an ocular examination, revealing average IOP levels measured using non-contact tonometry. Despite no complaints, consecutive measurements noted 28 mmHg for the right eye and 26 mmHg for the left eye. Initial assessments by a glaucoma specialist indicated open-angle anterior chambers. Optical coherence tomography revealed cup disc ratios of 0.7 to 0.8 for both eyes. Medication (Timol) was prescribed, adjusting with oral citicoline and brinzolamide. The diagnosis evolved to juvenile open-angle glaucoma (JOAG). Visual field testing showed normal results. Discontinuation of treatment led to reclassifying the diagnosis as ocular hypertension and scheduling follow-up OCT examinations for five years. Conclusion: The patient exhibited corneal thickness ≥610 μm, CDR ≥0.7 μm, IOP >25 mmHg, and maintained good visual field conditions. Additional research is essential to understand the correlation between corneal thickness and other eye conditions. Recognizing potential overdiagnosis due to high IOP and large CDR emphasizes the need for meticulous clinical assessment and advanced diagnostic examinations to distinguish physiological and pathological conditions.
Perbandingan Hipotiroid Kongenital Dengan Eutiroid Terhadap Kelainan Ginjal Dan Traktus Urinarius Pada Anak Salim, Ruth Brigitta; Natalie, Michelle Ruth; Ratana, Angelica Devi; Abdiwijoyo, Mario; Winata, Gisela
Health Information : Jurnal Penelitian Content Digitized
Publisher : Poltekkes Kemenkes Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hipotiroid kongenital adalah kelainan kongenital yang sangat umum dijumpai pada neonatus, di mana satu dari 3000-4000 bayi di dunia mengalami hipotiroid kongenital. Angka kejadian hipotiroid kongenital di Indonesia sendiri yaitu 1:2500 per penduduk. Hipotiroid kongenital dapat berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya, salah satunya kelainan ginjal dan traktus urinarius. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti mutasi gen (PAX8, FOXE1, TTF1, TTF2, TSHR, TPO, dan NIS) dan gangguan maternal (hipotiroid dan epilepsi dalam kehamilan). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan hipotiroid kongenital dengan kelainan ginjal dan traktus urinarius sehingga dapat menurunkan risiko penyakit ginjal stadium akhir pada bayi dan anak. Pencarian literatur diambil dari artikel jurnal terpercaya seperti Pubmed, Google Scholar, Ebsco, Medline, Science Direct, Cochrane, dan Hindawi yang diterbitkan dalam rentang waktu 10 tahun terakhir. Selain gen PAX8, mutasi pada gen-gen lain yang terlibat dalam perkembangan ginjal dan sistem urinarius seperti WT1, WNT4, SALL1, serta NKX2-1 dapat menyebabkan gangguan sistem urinarius kongenital seperti gangguan fungsi ginjal atau pembentukan ginjal. Kondisi dehidrasi hipernatremik pada anak akibat glomerulonefritis akut seringkali menyebabkan cedera ginjal akut pada hipotiroid kongenital. Hipotiroid dapat menurunkan fungsi ginjal dan mempengaruhi proses filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi. Hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan gangguan ginjal. Terjadinya hipotiroid juga dapat menurunkan produksi urin dan memperlambat proses penyerapan cairan, yang menyebabkan dehidrasi dan memperburuk kondisi ginjal. Kelainan kongenital ginjal dan traktus urinarius lebih banyak ditemukan pada anak hipotiroid kongenital dibandingkan anak eutiroid, dengan odds ratio (OR) 13,2.
Aspirin Dan Kalsium Pada Pencegahan Preeklampsia : Literatur Review Abdiwijoyo, Mario; Efrany, Erics; Adhirajasa, Farhan; Putri Arinda, Tasya Wahyu; Saputra, Hans
Health Information : Jurnal Penelitian Content Digitized
Publisher : Poltekkes Kemenkes Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Preeklampsia merupakan kondisi patologis kehamilan yang menyebabkan komplikasi serta kematian maternal maupun perinatal. Preeklampsia sendiri merupakan bagian dari hipertensi dalam kehamilan, yang telah menyebabkan kematian ibu sebesar 1.077 kasus pada tahun 2021 di Indonesia. Meskipun beberapa jurnal telah merekomendasikan penggunaan aspirin dan suplementasi kalsium untuk menurunkan insidensi preeklampsia, akan tetapi hal tersebut masih menjadi kontroversi di antara klinisi. Literature review ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi pemberian aspirin dengan suplementasi kalsium dalam penurunan insidensi preeklampsia. Database yang digunakan pada penelitian ini antara lain Pubmed, Google Scholar, Ebsco, Medline, Science Direct, Cochrane dan Hindawi. Beberapa studi membuktikan bahwa pemberian aspirin dosis rendah dengan tidak melebihi 150mg/hari pada awal usia gestasi dapat menurunkan faktor resiko preeklampsia dan mengurangi insidensi kematian maternal dan perinatal. Pemberian suplementasi kalsium menurunkan insidensi preeklampsia pada ibu dengan defisiensi kalsium. Pemberian aspirin dosis rendah dan suplementasi kalsium sejak usia gestasi dini terbukti menurunkan insidensi preeklampsia.