Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Dampak Konflik Sengketa Laut Cina Selatan Terhadap Keamanan Negara Berdasarkan Hukum Internasional Syailendra Putra, Moody Rizqy; Christian, Rainer; Chandra, Juan Benedict; Kenneth, Nathanael
Journal of Law, Education and Business Vol 2, No 2 (2024): Oktober 2024
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jleb.v2i2.2757

Abstract

Pada tahun 1947 negara Cina melakukan klaim sepihak atas Laut Cina Selatan. Akibat dari klaim sepihak ini, negara ASEAN melakukan tuntutan atas wilayahnya di Laut Cina Selatan. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah metode normatif deskriptif merupakan suatu penelitian yang berfokus pada bagaimana sesuatu diatur secara das Sollen pada Undang Undang. Penelitian ini bersifat deskriptif dimana penelitian menggambarkan suatu keadaan faktual yang didapat dari hasil pengumpulan dan analisa data. Konflik di Laut Cina Selatan menimbulkan ancaman serius baik terhadap stabilitas regional dan global, dengan potensi eskalasi konflik menjadi konflik bersenjata yang dapat merugikan perekonomian global dan lingkungan laut. Penentuan batas suatu negara melibatkan berbagai prinsip seperti perjanjian diplomatik, hukum internasional, faktor geografis, sejarah, dan adat istiadat masyarakat terkait. Namun saat ini pedoman landasan pokok dalam penentuan batas laut suatu negara diatur dengan jelas dan lengkap di UNCLOS 1982. Upaya dalam penyelesaian sengketa perbatasan memerlukan langkah-langkah seperti perundingan bilateral, mediasi, arbitrase, atau pengadilan internasional. Upaya untuk mencapai solusi yang berkelanjutan dan damai perlu terus didorong, dengan mempertimbangkan mekanisme arbitrase internasional sebagai langkah penting dalam penyelesaian konflik yang kompleks. Menurut pendapat penulis, penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan dapat dilakukan dengan cara arbitrase dimana dapat konflik yang berlangsung dapat ditengahi dan diserahkan kepada lembaga-lembaga arbitrase internasional.
Pemerkosaan yang dilakukan oleh Ustadz sesuai dengan Pasal 81 & Pasal 76 D Undang Undang Perlindungan Anak Saly, Jeane Neltje; Tarigan, Egieta Christy; Chandra, Juan Benedict; Arkeisya, Mochammad Raka
Journal of Education Religion Humanities and Multidiciplinary Vol 1, No 2 (2023): Desember 2023
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/jerumi.v1i2.1254

Abstract

Menurut Peraturan Perundang-undangan Indonesia KUHP, pemerkosaan adalah tindakan memaksa seorang perempuan yang bukan istrinya untuk berhubungan seks dengannya dengan paksaan atau ancaman kekerasan. Pencabulan dan Pemerkosaan yang dilakukan oleh Ustaz melanggar UU No. 1 Tahun 2023 Tentang Perkosaan. Hak asasi manusia atau HAM secara umum adalah hak-hak dasar manusia yang dimiliki oleh setiap insan yang lahir di dunia sebagai karunia Tuhan serta harus dihormati dan ditegakkan. Setiap manusia mempunyai hak, baik bayi maupun tua, miskin atau kaya, tua atau muda. HAM tidak dapat dicabut karena bersifat hakiki dan universal pada semua orang. Perkosaan pada anak merupakan salah satu jenis tindak pidana yang diatur dalam UU Perlindungan Anak Pasal 81 ayat 1, ayat 3 Jo. Pasal 76 D yang isinya Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, yang dilakukan oleh orang tua, wali, orang orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama sama. Menyatakan terdakwa Achmad Fadilla Ramadhan bersalah melakukan tindak pidana Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Perbuatan Ustaz Ramadan sangat meresahkan masyarakat, mencoreng pendidikan islam, serta melanggar nilai-nilai moral dan agama. Ia melanggar nilai nilai sila yang terkandung dalam Pancasila. Ia mencoreng nilai sila pertama yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa” karena melakukan perbuatan yang tidak pantas dalam Pendidikan agama.