Sumber daya gambut di Kalimantan Tengah telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat lokal untuk berbagai kegiatan seperti pertanian, pengumpulan, berburu, dan ekstraksi kayu. Kesuksesan pemanfaatan lahan gambut ini mendorong Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan wilayah ini melalui program transmigrasi, memberikan pemukiman baru bagi penduduk pulau Jawa, Madura, dan Bali yang awalnya tidak pernah bercocok tanam di lahan gambut. Masalah kesesuaian lahan dan tidak adanya pengalaman mengakibatkan kejutan, stres, dan penurunan sumber penghidupan di antara penduduk transmigrasi, terutama terkait kegagalan pertanian, terutama tanaman padi sebagai produk pertanian utama. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keberlanjutan mata pencaharian, menentukan aspirasi dan persepsi konservasi stakeholder, dan menunjukkan skenario opsi penggunaan lahan lainnya. Empat desa dipilih sebagai sampel, termasuk desa lokal (Buntoi), dua desa pendatang di gambut (Basarang Jaya dan Sabangau Permai), dan satu desa pendatang di luar gambut (Karang Sari). Data diperoleh melalui wawancara dan diskusi kelompok dengan petani, pengusaha, dan pejabat pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanian di lahan gambut dapat dikembangkan melalui tiga tahap evolusi, yakni periode awal, transisi dan pemulihan, serta stabilitas atau kegagalan. Periode stabilitas dapat dicapai dalam waktu lama, seperti yang dialami oleh petani Basarang Jaya. Penelitian ini memberikan wawasan tentang keberlanjutan mata pencaharian dan aspirasi penggunaan lahan di Kalimantan Tengah. Kata kunci: Keberlanjutan, Lahan Gambut, Mata Pencaharian, Pemanfaatan