Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Perbandingan Efektivitas Terapi Ablasi Jantung Dan Terapi Medikamentosa Pada Pasien Atrial Fibrilasi : Sebuah Review Putri, Adinda Zhafira Dyanti; Habsari, Adella Syafira; Anggraini, Jerica; Tiyanmara, Devisa Putra Sanggrah; Prananda, A. Rialdi
Health Information : Jurnal Penelitian Content Digitized
Publisher : Poltekkes Kemenkes Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Atrial fibrilasi (AF) adalah kondisi aritmia jantung yang sering terjadi mempengaruhi sekitar 1%-2% populasi. Terapi obat antiaritmia (rhythm control) telah menjadi pengobatan utama untuk AF selama beberapa dekade. Namun, tingkat efektivitas dan juga risiko efek samping menjadi pertimbangan para ahli untuk mencari alternatif terapi lain dalam mempertahankan irama sinus pada pasien AF. Pada tahun 1998, muncul laporan yang menunjukkan bahwa terapi ablasi jantung lebih efektif dibandingkan terapi obat antiaritmia dalam mengurangi episode AF paroksismal berulang. Sejak saat itu, penggunaan ablasi jantung telah diperluas untuk diteliti lebih lanjut. Tujuan Untuk mengetahui perbandingan efektivitas terapi ablasi jantung dengan terapi medikamentosa pada pasien atrial fibrilasi. Tinjauan literatur dari empat database PubMed, DOAJ, Cochrane, dan Google Scholar yang diterbitkan dalam rentang waktu 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2018-2022. Didapatkan 15 literatur yang melaporkan efektivitas terapi ablasi jantung dibandingkan dengan terapi medikamentosa berdasarkan usia, jenis kelamin, outcome primer, outcome sekunder, dan untuk mencegah perkembangan AF menjadi persisten. Outcome primer yang diukur berupa tingkat mortalitas dan tingkat pencegahan morbiditas terhadap penyakit lain seperti stroke, pendarahan, atau cardiac arrest. Outcome sekunder yang diukur meliputi kekambuhan, kualitas hidup, biaya dan lamanya perawatan. Berdasarkan karakteristik pasien, manfaat yang signifikan dari terapi ablasi jantung ditemukan pada pasien <65 tahun. Peningkatan kualitas hidup lebih baik pada pasien wanita dibandingkan pria. Berdasarkan outcome primer dan sekunder, terapi ablasi lebih unggul dalam perbaikan outcome sekunder seperti peningkatan kualitas hidup, peningkatan LVEF, menjaga sinus rhythm, lebih cost-effectiveness, dan mengurangi risiko kekambuhan atau gejala berulang. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan untuk perbaikan outcome primer pada terapi ablasi jantung maupun terapi medikamentosa. Terapi ablasi jantung juga lebih unggul dibandingkan pemberian obat rate control ataupun rhythm control untuk mencegah terjadinya perkembangan paroksismal AF menjadi persisten AF.
Analisis perbandingan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan berbasis program BPJS dan Non BPJS di rumah sakit umum daerah K.R.M.T Wongsonegoro Putri, Adinda Zhafira Dyanti; Cokki, Cokki
Jurnal Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan Vol 8 No 2 (2024): Jurnal Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan
Publisher : Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmbk.v8i2.29666

Abstract

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) is a health institution established to manage quality and health insurance plans to help people at all levels of society meet their health needs. Currently there are many negative comments regarding service quality and different treatment between BPJS and Non BPJS users, thus BPJS users state that the service quality provided is unsatisfactory. This research was conducted to analyze whether there is a difference in service quality and patient satisfaction between BPJS and Non BPJS users, analyze the relationship between service quality and patient satisfaction, and compare the significance between the two groups of patients in K.R.M.T Wongsonegoro Regional Hospital. The service quality is assessed by five dimensions reliability, responsiveness, empathy, assurance, and tangibility. 410 participants were selected using simple random sampling techniques and analyzed using Mann Whitney Test, PLS-SEM, and PLS-MGA. The results show the Non BPJS users have received better service quality and higher patient satisfaction than BPJS users, proving the relationship between service quality and patient satisfaction, and do not find meaningful differences in the relation of service quality and patient satisfaction between BPJS users and Non BPJS users. This implies that the hospital must maintain a good quality of service, and promote equality for both BPJS and Non BPJS users as the quality that it provides will significantly affect patient satisfaction. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan suatu institusi kesehatan berfungsi untuk mengelola mutu dan asuransi kesehatan demi membantu seluruh masyarakat memenuhi kebutuhan kesehatannya. Pada pelaksanaannya, masih banyak fakta negatif terkait kualitas layanan dan adanya perbedaan kualitas layanan antar pengguna BPJS dan Non BPJS membuat masyarakat pengguna BPJS menilai kualitas pelayanan yang diberikan tidak memuaskan. Dengan begitu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan dalam kualitas layanan dan kepuasan antar pasien pengguna BPJS dan Non BPJS, mengetahui ada tidaknya hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien dan membandingkan signifikansi pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan antara kedua kelompok di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro. Kualitas layanan dinilai dari lima dimensi mencakup reliability, responsiveness, empathy, assurance, dan tangibility. Penelitian ini menggunakan 410 sampel yang dipilih menggunakan teknik simple random sampling, dianalisis menggunakan uji Mann Whitney, PLS-SEM, dan PLS-MGA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna Non BPJS mendapatkan kualitas layanan dan memiliki kepuasan pasien yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan pengguna BPJS. Ditemukan juga adanya pengaruh antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien, dilihat dalam keseluruhan responden, pengguna BPJS dan pengguna Non BPJS. Tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna pada pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pasien antar pengguna BPJS dan Non BPJS. Hal ini menunjukkan bahwa pihak rumah sakit harus menjaga kualitas pelayanan yang baik, dan mempromosikan kesamarataan dari segi kualitas layanan antar kelompok BPJS dan Non BPJS, dikarenakan dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan akan memengaruhi kepuasan pasien.
Laporan Kegiatan Diagnosis Komunitas Dalam Upaya Menurunkan Jumlah Kasus Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Teluknaga Putri, Adinda Zhafira Dyanti; Sirait, Anggi Cahaya Millenia S; Sadewa, Mahardika Maghfirani; Latiza, Shania; Tirtasari, Silviana
Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 (2024): OKTOBER 2024
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jn.v8i2.26207

Abstract

Stunting didefinisikan sebagai tinggi badan menurut usia yang rendah akibat kekurangan nutrisi kronik. Di Indonesia, prevalensi stunting pada tahun 2022 mencapai 21,6%, jauh dari target 14% pada tahun 2024, menjadikan penanganan stunting prioritas utama. Pada Agustus 2023, Puskesmas Teluknaga mencatat 119 kasus stunting, dengan kasus tertinggi di Desa Kampung Melayu Barat. Mini survei menunjukkan pengetahuan mengenai stunting masih kurang. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai stunting di wilayah kerja Puskesmas Teluknaga. Pendekatan diagnosis komunitas menggunakan Paradigma Blum dilakukan. Prioritas masalah ditentukan dengan teknik non-skoring Delphi dan akar penyebab masalah diidentifikasi melalui fishbone diagram. Data intervensi diperoleh dari pre- dan post-test, serta pengukuran antropometri. Pemantauan dilakukan dengan siklus plan-do-check-action (PDCA). Analisis menggunakan fishbone diagram menunjukkan masalah utama berupa gaya hidup. Hasil penyuluhan menunjukkan 10 kader (100%) mendapatkan nilai post-test > 85 dan 24 masyarakat (89%) mendapatkan nilai post-test > 80, dengan peningkatan nilai > 10 poin dari nilai pre-test pada kedua kelompok. Intervensi menunjukkan 9 anak (90%) mengalami peningkatan berat dan tinggi badan. Berdasarkan intervensi yang dilakukan, terdapat peningkatan pengetahuan pada kader dan masyarakat mengenai stunting di wilayah kerja Puskesmas Teluknaga.
Psychogenic Non-Epileptic Seizure (Pnes) – Laporan Kasus Ursula, Ferrel Briliyant; Putri, Adinda Zhafira Dyanti; Utami, Hening Tri
Jurnal Ners Vol. 8 No. 2 (2024): OKTOBER 2024
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jn.v8i2.26208

Abstract

Psychogenic Non-Epileptic Seizure (PNES) adalah kejadian paroksismal dan tiba-tiba yang menyerupai kejang epileptic namun tidak disebabkan oleh suatu gangguan organic, yang dibutkikan oleh rekaman elektroensefalogragi (EEG) yang menunjukkan bahwa aktivitas otak normal selama kejadian yang menyerupai kejang. Sebaliknya, gangguan ini merupakan manifestasi dari tekanan psikologis dan emosi yang belum terselesaikan. PNES dapat terjadi pada semua usia namun paling sering terjadi antara usia 15 - 35 tahun, dan lebih sering terjadi pada wanita. Gangguan ini sering salah didiagnosis sebagai epilepsi, sehingga menempatkan pasien pada risiko komplikasi iatrogenik. Kami telah melaporkan sebuah kasus PNES pada wanita usia 22 tahun yang mengalami kejang pada bagian kanan tubuh secara tidak sinkronik, yang awalnya ditatalaksana sebagai kejang epileptik namun tidak didapatkan gelombang epileptogenikk pada EEG sehingga didiagnosis PNES. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien, PNES harus dengan cepat dievaluasi dan ditangani secara psikiatrik. PNES juga berhubungan dengan berbagai kondisi komorbiditas psikiatri sehingga kondisi-kondisi ini juga harus ditatalaksana secara adekuat