Hanifa, Zulfahmi
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PENETAPAN WALI ADHAL DI PENGADILAN AGAMA BOGOR KELAS 1A Monaya, Nova; Rumatiga, Hidayat; Hanifa, Zulfahmi
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 3 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v6i3.5968

Abstract

Perwalian dalam perkawinan adalah suatu kekuasaan atau wewenang syar‟i atas segolongan manusia, yang dilimpahkan kepada orang yang sempurna, karena kekurangan tertentu pada orang yang dikuasai itu, demi kemaslahatannya sendiri. Masalah perwalian terjadi perbedaan pendapat dari para imam mahzab. Wali nikah menurut mayoritas ulama‟ maupun dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia merupakan sesuatu yang harus ada. Karena wali nikah merupakan keharusan, maka konsekuensi dari tidak adanya wali adalah nikah tersebut dihukumi tidak sah. Dasar hukum Islam telah jelas bahwa perkawinan tidak akan sah tanpa adanya wali. Oleh karena itu wali nikah merupakan salah satu rukun yang harus dipenuhi, maka untuk menjadi wali nikah adalah mereka yang telah ditentukan oleh syariat Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu pihak laki-laki yang memiliki hubungan nasab (darah) dengan perempuan yang akan menikah. Adapun yang menjadi identifikasi masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : (1). Bagaimana ketentuan hukum islam dalam penetapan ayah kandung bagi wali adhal. (2). Bagaimana pertimbangan hakim dalam penetapan wali adhal di Pengadilan Agama Bogor Kelas 1A. Prosedur penetapan wali adhal di Pengadilan Agama Bogor sesuai dengan Hukum Acara Perdata yang tertera dalam HIR secara garis besarnya, yaitu: a. Permohonan penetapan wali adhal. Dimana Pemohon datang sendiri atau melalui kuasa hukumnya ke Pengadilan Agama dengan membawa surat permohonan. b. Pemeriksaan sidang pengadilan, yaitu suatu proses permohonan penetapan wali adhal mulai diperiksa oleh hakim. Pada tahap ini permohonan yang diajukan oleh Pemohon diuji kebenaran oleh hakim. c. Putusan hakim, yaitu suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara. Berdasarkan hasil penelitian pertama menunjukan pencatatan perkawinan dengan penetapan wali adhal yang dikabulkan oleh hakim adalah sah dimata hukum Islam. Dalam UndangUndang Perkawinan pencatatan perkawinan sah namun wali nikah belum diatur. Hasil penelitian kedua menyatakan penetapan nomor terkait sudah inkrah karena hakim di Pengadilan Agama Bogor telah melakukan pertimbangan melalui asasasas relevan dari UU Peradilan Agama dalam penetapan wali adhal yaitu asas personalitas ke-Islaman, asas legalitas, asas equality dan asas hakim aktif memberi bantuan. Guardianship in marriage is a power or authority according to Islamic law over a group of people, which is delegated to a perfect person, because of certain deficiencies in the person being controlled, for his own benefit. The issue of guardianship has different opinions from the imams of the schools of thought. According to the majority of scholars and in the laws and regulations in Indonesia, a guardian in marriage is something that must exist. Because a guardian in marriage is a must, the consequence of not having a guardian is that the marriage is considered invalid. The basis of Islamic law is clear that a marriage will not be valid without a guardian. Therefore, a guardian in marriage is one of the pillars that must be fulfilled, so to become a guardian in marriage are those who have been determined by Islamic law and applicable laws and regulations, namely the male party who has a blood relationship with the woman who is going to marry. The identification of the problems in this study is as follows: (1). What are the provisions of Islamic law in determining the biological father for the guardian adhal. (2). What are the considerations of the judge in determining the guardian adhal at the Bogor Religious Court Class 1A. The procedure for determining the guardian adhal at the Bogor Religious Court is in accordance with the Civil Procedure Law stated in the HIR in general, namely: a. Application for determination of the guardian adhal. Where the Applicant comes in person or through his attorney to the Religious Court by bringing a letter of application. b. Court hearing examination, namely a process of requesting the determination of the guardian adhal begins to be examined by the judge. At this stage, the application submitted by the Applicant is tested for truth by the judge. c. Judge's decision, namely a statement by the judge as a state official who is authorized to do so is pronounced in court and aims to end or resolve a case. Based on results The first research shows marriage registration with the appointment of a guardian The adhal granted by the judge is valid in the eyes of Islamic law. In the Marriage Law, marriage registration is legal but marriage guardians have not been regulated. The results of the second study stated that the determination of the related numbers was in progress because judges at the Bogor Religious Court have taken into consideration the relevant principles of the Religious Courts Law in determining adhal guardians, namely the principle Islamic personality, the principle of legality, the principle of equality and the principle of active judges giving help.