Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 telah mengubah secara signifikan mekanisme eksekusi jaminan fidusia di Indonesia. Sebelumnya, kreditor memiliki hak untuk mengeksekusi jaminan fidusia secara langsung jika debitor wanprestasi, tanpa perlu melalui pengadilan. Namun, dengan putusan ini, kreditor kini diharuskan memperoleh penetapan eksekusi dari pengadilan terlebih dahulu sebelum dapat melaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia. Perubahan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih besar kepada debitor dengan memastikan bahwa proses eksekusi dilakukan secara adil, transparan, dan sesuai dengan prosedur hukum. Namun, perubahan ini juga membawa dampak signifikan bagi kreditor. Proses yang harus dilalui menjadi lebih panjang dan kompleks, dengan tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan penetapan eksekusi dari pengadilan. Hal ini berpotensi mengurangi efektivitas jaminan fidusia sebagai alat perlindungan bagi kreditor, karena kreditor kini harus menghadapi risiko kredit yang lebih besar dan prosedur eksekusi yang lebih memakan waktu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia pasca putusan tersebut dan perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditor. Kesimpulannya, meskipun putusan ini meningkatkan perlindungan hukum bagi debitor, ia juga menghadirkan tantangan baru bagi kreditor. Oleh karena itu, kreditor perlu mengadopsi strategi baru dan memanfaatkan mekanisme perlindungan hukum yang ada untuk memastikan hak-hak mereka tetap terlindungi. Penting untuk melakukan upaya kolaboratif antara pemerintah, lembaga peradilan, dan pihak-pihak terkait guna menciptakan sistem yang adil dan efektif dalam eksekusi jaminan fidusia.