Hanafie, Achsanuddin
Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Perbandingan Proporsi Penilaian dan Reliabilitas Skala COMFORT dan CPOT dalam Menilai Intensitas Nyeri pada Pasien yang Menggunakan Ventilasi Mekanik di Instalasi Perawatan Intensif RSUP H. Adam Malik Medan Marpaung, Taor; Hanafie, Achsanuddin; Ihsan, Muhammad
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 5, No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (788.616 KB) | DOI: 10.15851/jap.v5n2.1105

Abstract

Pain, agitation, delirium guidelines tahun 2013 menyatakan bahwa Critical-Care Pain Observation Tool merupakan instrumen penilaian nyeri pada pasien tidak dapat berkomunikasi yang paling valid dan reliabel. Skala COMFORT merupakan standar instrumen penilaian intensitas nyeri di indstalasi rawat intensif RSUP Haji Adam Malik Medan. Tujuan penelitian ini membandingkan proporsi penilaian dan reliabilitas skala COMFORT dengan CPOT dalam menilai intensitas nyeri pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik di Instalasi Perawatan Intensif RSUP Haji Adam Malik, Medan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional pada 57 pasien di Instalasi Perawatan Intensif RSUP Haji Adam Malik Medan pada Maret–April 2016 yang memenuhi kriteria inklusi. Intensitas nyeri dinilai menggunakan skala COMFORT dan CPOT oleh 2 penilai yang berbeda pada saat istirahat dan saat stimulus noxious. Fisher’s exact test, diperoleh nilai p=0,003 (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan reliabilitas yang signifikan secara statistik pada saat stimulus noxious, nilai p = 0,13 (95% IK: - 4–16%; p>0,05). Simpulan penelitian ini adalah CPOT merupakan instrumen penilaian nyeri yang lebih tepat dan cermat dibanding dengan skala COMFORT, namun tidak terdapat perbedaan reliabilitas CPOT dibanding dengan skala COMFORT dalam menilai intensitas nyeri pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik saat stimulus noxious.Kata kunci: Critical-care pain observation tool, PAD guidelines 2013, Skala COMFORTComparison of Proportion Assessment and Reliability COMFORT Scale and CPOT in the Assessment of Pain Intensity in Patients Using Mechanical Ventilation at ICU H. Adam Malik General HospitalPain, agitation, delirium guidelines in 2013 stated that CPOT constitue an assessment instrument of pain in patients unable to communicate valid and reliable. COMFORT scale is a standard assessment instruments of pain intensity in Haji Adam Malik Hospital Intensive Care Unit in Medan. The purpose of this study to compare the proportion of assesment and reliability CPOT with COMFORT scale to assess pain intensity in patients on mechanical ventilation in Haji Adam Malik Hospital Intensive Care Installation. This study used a cross-sectional design of the 57 patients in Haji Adam Malik Hospital Intensive Care Installation in March to April 2016 within the inclusion criteria. Pain intensity was assessed using COMFORT scale and CPOT by two different appraisers at rest and at noxious stimulus. Fisher ‘s exact test, the value was  p=0.003 (p<0.05). No reliability difference significant during noxious stimulus, the value was p=0.13 (95% CI : - 4–16%; p>0.05). Conclusions of this study is CPOT as pain assessment instrument is more precise and accurate than COMFORT scale, but there is no distinction of reliability CPOT compared COMFORT scale to assess pain intensity in patients on mechanical ventilation when noxious stimulus.Key words: COMFORT scale, Critical-care pain observation tool, PAD Guidelines 2013
Hubungan Nilai Mean Platelet Volume (MPV) dengan Skor APACHE II sebagai Prediktor Mortalitas pada Pasien Sepsis Berat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Harto, Soejat; Prihardi, M. Teguh; Hanafie, Achsanuddin
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 4, No 3 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (633.233 KB)

Abstract

Sepsis berat merupakan kondisi umum di unit perawatan intensif (UPI) dan rawat inap yang berhubungan dengan mortalitas, morbiditas, dan biaya perawatan yang tinggi. Tujuan penelitian ini ingin mendapatkan skor alternatif yang lebih sederhana, yaitu nilai mean platelet volume (MPV) sebagai prediktor mortalitas pada pasien sepsis berat selain skor APACHE II. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional pada 76 pasien sepsis berat dewasa di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan pada Oktober 2015–Januari 2016 yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang diambil adalah nilai MPV dan skor APACHE II pada saat pertama sekali terdiagnosis sepsis berat, kemudian dilihat mortalitas pasien tersebut. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi lemah yang signifikan (p=0,006) antara MPV dan APACHE II dengan nilai r (korelasi) = 0,314. Nilai MPV pada penelitian ini tidak memiliki kemampuan dalam memprediksi mortalitas (AUC) ROC 58,2% (IK 95%: 45,1–71,2%; p=0,223); sedangkan skor APACHE II memiliki kemampuan yang sedang dalam memprediksi mortalitas (AUC) ROC 70,4% (IK 95%: 58,6–82,2%; p= 0,002). Didapatkan cut-off point untuk APACHE II adalah 19 dengan sensitivitas 65,9%, spesitivitas 65,7%, NPP 69,2%, dan NPN 62,2%. Simpulan penelitian ini adalah nilai MPV tidak dapat dijadikan prediktor mortalitas pada pasien sepsis beratKata kunci: Mean platelet volume, mortalitas UPI, skor APACHE II Correlation between Mean Platelet Volume (MPV) and Apache II Score as Mortality Predictors in Severe Sepsis Patients at Haji Adam Malik General Hospital MedanAbstractSevere sepsis is a general condition in the Intensive Care Unit (ICU) and inpatient wards which correlates with mortality, morbidity, and high cost hospitalization. The main point of this study was to explore the possibility to use the mean platelet volume (MPV) as an easier alternative score for mortality predictor in addition to APACHE II score in severe sepsis patients. This study used cross-sectional design on 76 adult severe sepsis patients in Haji Adam Malik General Hospital Medan who met inclusion criteria during the periood of October 2015 to January 2016. Data collected were MPV value and APACHE II score, which were collected the first time patient was diagnosed as having severe sepsis which was then observed for their mortality The Spearman correlation tests showed that there was a weak yet significant correlation (p=0.006) between MPV and APACHE II with r (correlation) = 0.314. The MPV values in this study were unable to predict mortality (AUC) ROC 58.2% (95% CI: 45.1–71.2%, p=0.223). whereas the APACHE II score has a moderate ability to predict mortality (AUC) ROC 70,4% (95% CI: 58,6–82,2%, p= 0.002). The cut-off point of APACHE II was 19 with a sensitivity of 65.9% and a specificity of 65.7%, and a PPV of 69.2% and NPV of 62.2%. Therefore, based on this study the MPV score cannot be used as a mortality predictor in severe sepsis patients.Key words: APACHE II score, mean platelet volume, ICU mortality DOI: 10.15851/jap.v4n3.901
Perbandingan Validitas Sistem Penilaian APACHE II, SOFA, dan CSOFA Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien yang Dirawat di Instalasi Rawat Intensif RSUP H. Adam Malik Medan Andrias, Andrias; Hanafie, Achsanuddin; Wijaya, Dadik Wahyu
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 5, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (642.097 KB) | DOI: 10.15851/jap.v5n1.998

Abstract

Sistem penilaian APACHE II dan SOFA masih digunakan sebagai instrumen objektif untuk memprediksi mortalitas pasien di Instalasi Rawat Intensif (IRI), namun masih kurang praktis. Sistem penilaian CSOFA dengan parameter serta biaya pengeluaran yang lebih sedikit dan praktis diharapkan memiliki akurasi yang lebih baik. Tujuan penelitian ini mendapatkan alternatif yang lebih sederhana, mudah dan murah, namun tetap memiliki akurasi yang baik sebagai prediktor mortalitas pasien selain APACHE II dan SOFA. Penelitian uji diagnostik cross sectional dilakukan pada bulan Februari–April 2016 di IRI RSUP H. Adam Malik. Subjek penelitian 71 pasien dewasa yang memenuhi kriteria inklusi dinilai APACHE II, SOFA, dan CSOFA setelah dirawat 24 jam pertama, kemudian dilihat mortalitasnya pada akhir masa rawatan. Analisis statistik menggunakan tabel 2x2 serta receiving operating curve (ROC), dihitung juga sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi negatif dan positif, serta likelihood ratio dengan SPSS ver.23. CSOFA memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memprediksi mortalitas dengan luas area under ROC (AuROC) 87,6%. APACHE II memiliki kemampuan yang baik dalam memprediksi mortalitas dengan luas AuROC 84,7%. SOFA memiliki kemampuan yang cukup dalam memprediksi mortalitas dengan luas AuROC 79,1%. Simpulan, sistem penilaian CSOFA dapat dijadikan sebagai prediktor mortalitas pasien selain APACHE II dan SOFA di IRI RSUP HAM.Kata kunci: APACHE II, CSOFA, mortalitas, SOFA Comparison of APACHE II, SOFA, and CSOFA Scoring System Validity as Mortality Predictor in ICU Patients in H. Adam Malik General HospitalThe APACHE II and SOFA scoring systems are still used as the objective instruments for predicting mortality in patients admitted to the Intensive Care Unit (ICU); however, the two are still considered less practical. CSOFA, with more practical parameters as well as a lower cost, is expected to provide better accuracy. The purpose of this study was to get a simpler, easier, and cheaper alternative, but with good accuracy, to APACHE II and SOFA as a predictor of mortality in patients admitted to the ICU of H. Adam Malik (HAM) Hospital. A cross-sectional diagnostic test study was conducted in February–April 2016 at the ICU of H. Adam Malik General Hospital. A sample of 71 adult patients that met the inclusion criteria was assessed by APACHE II, SOFA, and CSOFA at the first 24 hours after treatment. The mortality was then observed at the end of treatment. Statistical analysis using 2x2 tables and receiving operating curve (ROC) were used to calculate the sensitivity, specificity, positive, and negative predictive values, as well as the likelihood ratio using SPSS ver.23. CSOFA in this study presented a very good ability in predicting mortality with an Area under ROC (AuROC) of 87.6% while APACHE II had a good ability in predicting mortality with an AuROC of 84.7%. SOFA had sufficient ability in predicting mortality with an AuROC of 79.1%. In conclusion, CSOFA scoring system can be used as a patient mortality predictor as an alternative to APACHE II and SOFA in the ICU.Key words: APACHE II, CSOFA, mortality, SOFA 
Perbandingan Nilai Analisis Gas Darah, Elektrolit, dan Laktat Setelah Pemberian Ringer Asetat Malat dengan Ringer Laktat untuk Early Goal Directed Therapy Pasien Sepsis Fikri, Muhammad; Hanafie, Achsanuddin; Umar, Nazaruddin
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (720.214 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n1.1291

Abstract

Sepsis merupakan penyebab kedua tertinggi kematian di instalasi rawatan intensif dan merupakan 10 penyebab tertinggi kematian di seluruh dunia. Menurut Survival Sepsis Campaign 2012 penanganan awal pada pasien sepsis dengan pemberian cairan memberikan respons yang lebih baik dengan pemberian 30 mL/kgBB cairan kristaloid. Penelitian ini bertujuan membandingkan jenis cairan kristaloid mana yang merupakan pilihan lebih baik untuk resusitasi atau early goal directed therapy (EDGT) pada pasien sepsis. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda yang dilakukan pada periode bulan Desember 2016–Januari 2017 di RSUP Haji Adam Malik Medan. Empat puluh pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk eksklusi dinilai perubahan analisis gas darah, elektrolit (natrium, kalium, klorida), dan laktat sebelum dengan sesudah resusitasi cairan Ringer asetat malat dan Ringer laktat. Dari 40 pasien yang memenuhi kriteria, pemberian Ringer asetat malat yang dibandingkan dengan Ringer laktat pada pasien sepsis, nilai analisis gas darah (AGDA) mengalami perbaikan pada nilai HCO3 (p=0,001), TCO2 (p=0,002), base excess (BE) (p=0,048). Pemberian cairan ringer asetat malat menunjukkan peningkatan nilai analisis gas darah, natrium, dan laktat yang lebih baik daripada Ringer laktat. Simpulan, pemberian cairan Ringer asetat malat pada EGDT pasien sepsis lebih baik dalam menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh dibanding dengan pemberian Ringer laktat.Kata kunci: Early goal-directed therapy, keseimbangan asam basa, Ringer asetat malat, Ringer laktat, sepsis
Perbandingan antara Pemberian Diet Oral Dini dan Tunda terhadap Bising Usus Pascabedah Sesar dengan Anestesi Spinal Pasha, Mohammer; Hanafie, Achsanuddin; Ihsan, Muhammad
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (793.064 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n2.1422

Abstract

Inisiasi diet pascabedah masih merupakan kontroversi pada pasien pascabedah termasuk pada pasien pascabedah sesar. Penelitian ini bertujuan membandingkan waktu kembalinya fungsi gastrointestinal yang dilihat dari munculnya bising usus antara kelompok yang menerima diet oral dini dan diet oral tunda. Uji klinis acak terkontrol tersamar ganda dilakukan pada periode bulan April–Mei 2017 di RSUP Haji Adam Malik Medan, RS Universitas Sumatera Utara Medan, dan RSU Sundari Medan. Sebanyak 40 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk eksklusi diamati waktu munculnya bising usus pascabedah sesar dan keluhan gastrointestinal yang muncul berupa mual, muntah, dan kembung. Dari 40 pasien tersebut, 20 subjek merupakan kelompok diet oral dini dan 20 subjek lagi merupakan kelompok diet oral tunda. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-square dan Mann-Whitney. Munculnya bising usus tidak berbeda signifikan (p>0,05) antara kedua kelompok dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal keluhan mual, muntah, dan kembung pascaoperasi antara kedua kelompok (p>0,05). Pemberian diet oral dini dapat diberikan 2 jam pascaoperasi bedah sesar tanpa penyulit dengan anestesi spinal tanpa keluhan gastrointestinal yang bermakna.  Kata kunci: Anestesi spinal, bedah sesar, diet oral dini, diet oral tunda, keluhan gastrointestinal Comparison of Peristaltic Sound between Early and Late Oral Diet Administration  in  Post-Caesarean Section Post-with Spinal Anesthesia A controversy still exists for post-operative diet administration, including for post-post-post-caesarean section patients. The aim of this study was to compare the return of gastrointestinal function reflected by the peristaltic sound between groups receiving early oral diets and late oral diets. This was a double blind randomized controlled trial performed from April to May 2017 in Haji Adam Malik General Hospital Medan, North Sumatera University Hospital, Medan, and Sundari General Hospital, Medang on 40 patients who met the inclusion and exclusion criteria. Subjects were observed to determine the time when bowel movement started as well as for gastrointestinal complaints. Of all 40sujects enrolled in this study, 20 were provided with early oral diet nd the remaining 20 subjects received late oral diet group. Data were then analyzed using chi-square and Mann-Whitney tesst The return of peristaltic sound was not significantly different between both groups (p>0.05). No significant difference found in the occurence of post-operative nausea, vomiting, and post-bloating between the two groups (p>0.05). Oral diet may be administered safely 2 hours after uncomplicated cesarean section under spinal anesthesia without any significant gastrointestinal complaint.Key words: Cesarean section, delayed oral diet, early oral diet, gastrointestinal complication, spinal anesthesia