Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

The effect of composition and shape variations on compressive strength slag depressant Bening Nurul Hidayah Kambuna; Soesaptri Oediyani; Della Izzaty Salman; Kusnadi Kusnadi
Jurnal Teknika Vol 17, No 2 (2021): Available Online in November 2021
Publisher : Faculty of Engineering, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36055/tjst.v17i2.12371

Abstract

The steel-making process begins with a reduction process carried out in a blast furnace (BF) then continues with the refining process in the converter. In the refining process, there is a slag foam formed from the reaction of oxygen with hot metal. An additive called a slag depressant is needed to reduce foam formation in the slag. Slag depressants are made using paper mill waste, limestone, and slag blast furnaces. This study aims to increase the compressive strength of the slag depressant by varying the composition and shape variations. Variations in the composition used were with and without the addition of BF slag, while variations in the shapes used were cylinder, round, and cube. Making slag depressants begins with the stages of mixing, compacting, and drying. Slag depressant drying is carried out in the sun for ± eight days. The slag depressant raw material was analyzed using the XRF method to see the chemical composition of the raw material. The resulting slag depressant was then analyzed for proximate analysis, compression test, drop test, and porosity test. In this study, the best quality slag depressant with high compressive strength and low porosity values is the slag depressant in a cylindrical shape, and the ratio of paper waste to limestone is 80:20%. The resulting compressive strength value is 1207.5 N/cm2 and has a porosity of 34.7%. The addition of BF slag in this study was proven to affect the compressive strength of the slag depressant. The highest compressive strength value was achieved by adding 10% slag blast furnace to 10%, which was 862.08 N/cm2. Proses pembuatan baja diawali dengan proses reduksi yang dilakukan dalam blast furnace (BF) kemudian dilanjutkan dengan proses pemurnian dalam converter. Dalam proses pemurnian, terdapat gelembung/busa slag (slag foam) yang terbentuk dari reaksi oksigen dengan hot metal. Untuk mengurangi pembentukan busa pada slag maka diperlukan bahan aditif yang disebut dengan slag depressant. Slag depressant dibuat dengan menggunakan limbah pabrik kertas, batu kapur dan slag blast furnace. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan tekan slag depressant dengan melakukan variasi komposisi dan variasi bentuk. Variasi komposisi yang digunakan yaitu dengan dan tanpa penambahan slag BF sedangkan variasi bentuk yang digunakan yaitu silinder, bulat dan kubus. Proses pembuatan slag depressant diawali dengan tahapan mixing, kompaksi dan pengeringan. Pengeringan slag depressant dilakukan di bawah sinar matahari ±8 hari. Bahan baku slag depressant dianalisis dengan metode XRF untuk melihat komposisi kimia bahan baku tersebut. Slag depressant yang dihasilkan kemudian dilakukan analisis proksimat, uji tekan, uji jatuh dan uji porositas. Pada penelitian ini didapatkan slag depressant dengan kualitas paling baik dengan nilai kuat tekan tinggi dan porositas rendah yaitu pada slag depressant bentuk silinder dan perbandingan limbah kertas dengan batu kapur sebesar 80: 20 %. Nilai kuat tekan yang dihasilkan sebesar 1207,5 N/cm2 dan porositas sebesar 34,7%. Penambahan slag BF dalam penelitian ini terbukti mempengaruhi kuat tekan slag depressant. Nilai kuat tekan tertinggi dicapai pada penambahan 10% slag blast furnace 10% yaitu sebesar 862,08 N/cm2.
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK BAJA TAHAN AUS (ABRASION-RESISTANT STEEL) MELALUI PROSES PERLAKUAN PANAS UNTUK APLIKASI ALUTSISTA Tiara Triana; Bening Nurul Hidayah Kambuna
FLYWHEEL : Jurnal Teknik Mesin Untirta Volume V Nomor 2, Oktober 2019
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36055/fwl.v1i1.6940

Abstract

Armour-steel diproduksi melalui proses Thermomechanical Controlling Process (TMCP) untuk menghasilkan baja dengan sifat kekerasan yang tinggi. Proses ini memadukan teknik pemanasan baja tahan aus pada temperatur austenite, proses pencanaian, dan proses pendinginan sehingga dapat mengontrol ukuran butir dan fasa akhir dari baja. Variabel proses perlakukan panas, seperti temperatur pemanasan, holding time (waktu tahan pemanasan), dan media quenching sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik yang dihasilkan. Selain metode perlakuan panasnya, komposisi baja yang digunakan juga berperan serta menentukan sifat mekaniknya. Variabel perlakuan panas yang menjadi fokus utama dari penelitian ini adalah pengaruh temperatur pemanasan dan waktu tahan (holding time) terhadap sifat mekanik baja yang dihasilkan, antara lain kekerasan dan ketangguhan, yang kemudian dihubungkan dengan pengamatan struktur mikro baja yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur tempering, kekerasan baja mengalami peningkatan dari temperatur 850 sampai 950 ˚C, kemudian mengalami penurunan pada temperature 1000 ˚C. Waktu tahan juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan sifat kekerasan baja, semakin lama proses pemanasan berlangsung, maka semakin tinggi pula kekerasan baja yang dihasilkan. Kekerasan tertinggi diperoleh pada baja dengan temperatur pemanasan 950 ˚C dan waktu tahan 45 menit. Peningkatan sifat mekanik berkaitan dengan pembentukan fase martensit karena proses tempering dan pendinginan cepat.
Pengujian Pengaruh Temperatur dan Waktu Pemanasan Terhadap Nilai Indeks Shatter Pelet Debu Pabrik Feronikel Bening Nurul Hidayah Kambuna
FLYWHEEL : Jurnal Teknik Mesin Untirta Volume IV Nomor 2, Oktober 2018
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.19 KB) | DOI: 10.36055/fwl.v2i1.4011

Abstract

Pada proses pengolahan bijih nikel menjadi feronikel dengan teknologi RKEF (rotary kiln-electric furnace) dihasilkan debu di rotary dryer dan rotary kiln. Debu tersebut masih mengandung nikel. Untuk dapat diolah kembali, debu dibuat menjadi pelet dan diumpankan kembali ke rotary kiln. Apabila pelet tidak kuat akan menyebabkan pelet tersebut cepat hancur dan kembali menjadi debu di rotary kiln. Penelitian ini dilakukan percobaan pengerasan pelet dengan variasi temperatur 800°C, 900°C, 1000°C, 1100°C dan 1200°C dengan variasi waktu selama 15 menit, 30 menit dan 60 menit. Pengujian kekuatan pelet dilakukan dengan metode Shatter test yaitu pelet dilakukan penjatuhan dari ketinggian 2 meter sebanyak 4 kali. Selanjutnya sampel dikumpulkan dan diayak pada ayakan ukuran 10mm dan 5mm. Fraksi dari tiap ayakan ditimbang dan dihitung indeks Shatter nya terhadap berat awal sampel Hasil kesimpulan menunjukkan bahwa temperatur mempengaruhi kekuatan pelet sedangkan variasi waktu tidak terlalu signifikan berpengaruh. Hasil pengujian Shatter menunjukkan pada ayakan ukuran +10mm nilai indeks Shatter paling tinggi terdapat pada proses pemanasan pelet ditemperatur 1200°C selama 60 menit yaitu 84,5%.
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK BAJA TAHAN AUS (ABRASION-RESISTANT STEEL) MELALUI PROSES PERLAKUAN PANAS UNTUK APLIKASI ALUTSISTA Tiara Triana; Bening Nurul Hidayah Kambuna
FLYWHEEL : Jurnal Teknik Mesin Untirta Volume V Nomor 2, Oktober 2019
Publisher : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36055/fwl.v1i1.6941

Abstract

Armour-steel diproduksi melalui proses Thermomechanical Controlling Process (TMCP) untuk menghasilkan baja dengan sifat kekerasan yang tinggi. Proses ini memadukan teknik pemanasan baja tahan aus pada temperatur austenite, proses pencanaian, dan proses pendinginan sehingga dapat mengontrol ukuran butir dan fasa akhir dari baja. Variabel proses perlakukan panas, seperti temperatur pemanasan, holding time (waktu tahan pemanasan), dan media quenching sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik yang dihasilkan. Selain metode perlakuan panasnya, komposisi baja yang digunakan juga berperan serta menentukan sifat mekaniknya. Variabel perlakuan panas yang menjadi fokus utama dari penelitian ini adalah pengaruh temperatur pemanasan dan waktu tahan (holding time) terhadap sifat mekanik baja yang dihasilkan, antara lain kekerasan dan ketangguhan, yang kemudian dihubungkan dengan pengamatan struktur mikro baja yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur tempering, kekerasan baja mengalami peningkatan dari temperatur 850 sampai 950 ˚C, kemudian mengalami penurunan pada temperature 1000 ˚C. Waktu tahan juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan sifat kekerasan baja, semakin lama proses pemanasan berlangsung, maka semakin tinggi pula kekerasan baja yang dihasilkan. Kekerasan tertinggi diperoleh pada baja dengan temperatur pemanasan 950 ˚C dan waktu tahan 45 menit. Peningkatan sifat mekanik berkaitan dengan pembentukan fase martensit karena proses tempering dan pendinginan cepat.
Sosialisasi proses penjernihan air dengan menggunakan metode filtrasi di Desa Kedung, Kab. Tangerang Bening Nurul Hidayah Kambuna; Paerus Jundika; Annisa Murillah Bulan Permana
Journal of Community Service in Science and Engineering (JoCSE) Vol 1, No 1 (2022): Available Online in October 2022
Publisher : Faculty of Engineering, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36055/jocse.v1i1.17132

Abstract

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memberi pemahaman kepada warga tentang kualitas kebersihan air di Desa Kedung Kabupaten Tangerang. Air di rumah-rumah warga cenderung keruh dan terasa sedikit asin atau seperti air payau. Percobaan awal dilakukan untuk mengetahui tingkat kekeruhan air dan pengukuran nilai salinitas (kadar garam) menggunakan refraktometer. Hasil dari pengukuran refraktometer menunjukkan tingkat salinitas air di Desa Kedung cukup tinggi yaitu sebesar 1,003 SG1%. Untuk mengurangi tingkat kekeruhan dibuat alat filter untuk menjernihkan air dan mengurangi salinitas air. Alat filter dibuat skala kecil menggunakan botol minuman bekas 1,5 liter dengan menambahkan beberapa bahan, batu kerikil, zeolit (pasir kucing), arang batok/kayu, pasir pantai, sabut kelapa dan kapas yang disusun berdasarkan perbedaan ukuran materialnya dengan urutan ukuran partikel terkecil berada dibawah dan partikel besar berada lebih atas. Hasil pengukuran salinitas dan hasil filter air lalu dilakukan sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada warga tentang filter air untuk menghasilkan kualitas air yang lebih baik. Setelah sosialisasi dilaksanakan, warga diberikan demo cara membuat filter air dan bagaimana menggunakan. Hasil yang diperoleh dari pengujian refraktori dan pengamatan kejernihan air adalah hasil air yang semakin jernih dan terjadi penurunan salinitas, tetapi sangat kecil penurunannya dari 1,003 menjadi 1,002. Sehingga dapat disimpulkan bahwa filter air ini lebih cocok untuk penjernihan air dibanding untuk penurunan nilai salinitas air. This community service activity was carried out to give residents an understanding of the quality of water cleanliness in Kedung Village, Tangerang Regency. The water in people's homes tends to be cloudy and tastes a little salty or like brackish water. Initial experiments were conducted using a refractometer to determine the water's turbidity level and measure the salinity value (salt content). The results of the refractometer measurement show that the water salinity level in Kedung Village is relatively high, namely 1.003 SG1%. Filters are made to purify water, reduce water salinity, and reduce turbidity levels. The filter tool is made on a small scale using used 1.5-liter drink bottles by adding several materials, gravel, zeolite (cat's sand), shell charcoal/wood, beach sand, coconut fiber, and cotton, which are arranged based on the difference in the size of the material in order of smallest particle size. It is at the bottom, and large particles are at the top. The results of the salinity measurement and the results of the water filter were then disseminated to provide understanding to residents about water filters to produce better water quality. After the socialization, residents were given a demonstration on how to make a water filter and use it. The results from refractory testing and observations of water clarity are the results of increasingly clear water and a decrease in salinity. However, the decrease is very small, from 1.003 to 1.002. So it can be concluded that this water filter is more suitable for water purification than for decreasing water salinity values.