Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai suatu realitas sosial budaya dalam aktivitas ritual melaut suku Bajo di Pulau Maginti yang belum begitu dikenal oleh masyarakat pada umumnya. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) memahami bentuk dan proses ritual melaut suku Bajo yang dilakukan sebelum melaut, saat melaut, dan sesudah melaut; (2) memahami simbol-simbol budaya, (doa ritual, mantra, peralatan ritual, bahasa, dan seni (lagu, tarian) yang digunakan dalam ritual;dan (3) memahami makna simbolik proses ritual dan eksis dalam pandangan hidup suku Bajo sehari-hari. Teori yang digunakan adalah tindakan sosial (Max Weber) dengan metode penelitian yakni metode etnografi. Penentuan informan dalam penelitian yakni dengan sistem snowball sampling dan tehnik analisis data adalah deskripsi, analisis, dan interpretasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku Bajo di Pulau Maginti mempercayai adanya penguasa laut (bombonga lao) sehingga sebelum melakukan aktivitas melaut, suku Bajo terlebih dahulu melaksanakan upacara ritual. Tahapan-tahapan dari upacara ritual melaut tersebut adalah (1) nyalamak di lao (sebelum melaut) dengan tujuan meminta keselamatan (2) nobirepalibu di lao (saat melaut) dengan tujuan meminta petunjuk (3) mole palibu di lao (setelah melaut) dengan tujuan meminta maaf pada bombonga lao (penguasa laut) bila ada pelanggaran yang dilakukan. Dalam upacara ritual, baik doa/mantra, peralatan (sesajen), maupun seni terdapat makna-makna simbolik antara lain: sula kapute (kain putih) maknanya kesucian dan keikhlasan; bakheno ghai (buah kelapa) maknanya tidak akan pernah tenggelam di laut dan menyimbolkan kejayaan. Maknamakna simbolik tersebut kemudian eksis dalam pandangan hidup sehari-hari, baik di antara mereka maupun orang di luar mereka antara lain keihlasan hati dan keberanian mereka mengarungi lautan luas. Selain itu, terdapat juga pantangan-larangan yang sangat dipatuhi sehingga mempengaruhi tindakan individu dan kelompok dalam komunitas suku Bajo di Pulau Maginti.
Copyrights © 2012