PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Vol 6, No 2 (2019): PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM (JOURNAL OF LAW)

ICC and ASEAN: Weakening or Strengthening National Criminal Justice System?

Chloryne Trie Isana Dewi (Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran)



Article Info

Publish Date
28 Sep 2019

Abstract

The objective of the establishment of the International Criminal Court by the Rome Statute 1998 is to achieve global justice. The spirit to end impunity established the ICC to respond to four previous criminal tribunals that have been criticized as victor’s justice and selective justice. The ICC has material jurisdiction on the four most serious crimes: crimes against humanity, genocide, war crimes, and crimes of aggression. These crimes can be committed in any part of the world, including Southeast Asia. The latest case was crimes against humanity that lead to genocide of the Rohingya people in Myanmar, not to mention extra judicial killings as a policy of drugs war and towards journalist in the Philippines. However, none of the case has been brought to justice. In view of that, this study examined challenges and opportunities toward the implementation of Rome Statute 1998 in Southeast Asia.  Furthermore, it also observed possible impacts in implementing Rome Statute 1998 in Southeast Asia. The existing national legal instruments related to ICC can support the implementation of Rome Statute 1998 in Southeast Asia and achieve the objective of ICC to end impunity and to reach global justice. Nevertheless, challenges come from the governments of Southeast Asian states. They are reluctant to bring justice and fear that ICC can violate national sovereignty. Interestingly, the Philippines just withdrew itself as a state party to ICC since 2018.  Based on the basic principle of complementarity, the ICC is proposed to strengthening national criminal justice of a state. Therefore, the ICC should not be considered as a threat to national sovereignty of a state.Mahkamah Pidana Internasional dan Asean: Melemahkan atau Menguatkan Sistem Peradilan Pidana Nasional? AbstrakTujuan pembentukan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) melalui Statuta Roma 1998 adalah untuk mencapai keadilan global dengan semangat memerangi dan bahkan menghapuskan impunitas. Mahkamah Pidana Internasional merupakan respon masyarakat internasional terhadap empat pengadilan pidana internasional sebelumnya yang dianggap tidak adil karena lebih memihak pada pemenang perang (victor’s justice) dan hanya mengadili orang-orang tertentu (selective justice). Jurisdiksi materil dari ICC terdiri dari empat kejahatan paling serius di dunia yaitu kejahatan terhadap kemanussiaan, genosida, kejahatan perang dan kejahatan agresi. Keempat kejahatan tersebut dapat terjadi di belahan dunia manapun, termasuk Asia Tenggara. Kasus terakhir yang menyita perhatian dunia yaitu tindakan pemerintah Myanmar terhadap kelompok Rohingya yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang juga mengarah pada genosida. Selain itu beberapa kasus pembunuhan sewenang-wenang (extra judicial killings) sebagai perang terhadap narkoba termasuk kepada para jurnalis juga masih terjadi di Filipina. Namun hingga saat ini kasus-kasus tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum. Oleh karenanya, tulisan ini akan membahas tantangan dan peluang implementasi Statuta Roma 1998 di negara-negara ASEAN. Selain itu, tulisan ini juga mencoba menganalisa dampak yang dapat terjadi bilamana Statuta Roma 1998 diimplementasikan di ASEAN. Riset menunjukan bahwa peraturan perundangan nasional yang telah ada dapat mendukung implementasi Statuta Roma untuk mencapai tujuannya. Namun, sikap pemerintah negara-negara ASEAN diantaranya ketidakmauan untuk menegakkan hukum dalam rangka perlindungan HAM dan kegelisahan ICC akan merongrong kedaulatan negara menjadi tantangan terbesar. Bahkan, Filipina yang telah menjadi negara pihak menarik diri sejak tahun 2018. Prinsip dasar komplementaritas yang dimiliki ICC berupaya untuk menguatkan sistem hukum pidana suatu negara. Sehingga, Statuta Roma tidak perlu dianggap sebagai ancaman kedaulatan negara. Kata Kunci: ASEAN, Mahkamah Pidana Internasional, Statuta Roma 1998DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v6n2.a10

Copyrights © 2019