UMBARA Indonesian Journal of Anthropology
Vol 2, No 1 (2017)

“Wase Glee”: Dari Kearifan Hingga Kenaifan Lokal Para Peramu Hasil Hutan di Aceh

Pangeran Nasution (Program Studi Antropologi, FISIP, Universitas Malikussaleh)



Article Info

Publish Date
08 Feb 2018

Abstract

Abstract Local wisdom remained as an important discourse in the society. It directs mutual awareness of self-worth and respect for a lofty and sustainable local cultural treasury. This article describes ‘Wase Glee’, the cultural knowledge of forest product utilization in Aceh. Wase glee is  a manifestation of local wisdom which includes guidelines and taboos (adat meuglee: adat encroachment) in Gampong Alue Bieng, Aceh Utara District, Aceh Province.‘Wase glee’ has been examined in the provisions of Qanun, the sharia-based regulation that revitalizes and reinforces indigenous institutions in Aceh society. It  encompasses perspectives and activities which contain  customary values. Ironically, the recognition of customary institutions which are accompanied by various arrangements of community activities creates an arbitrary slit by those in the customary authority. This article also aims to discuss local wisdom in environmental management especially related to forest resources, and also how the authority contained in the qanun that should present wisdom for the life of the community, it becomes a naive fact that tends to be exploitative. This paper is presented based on data obtained by qualitative research methods. Primary data was obtained from field research via interview (indepth) with categoryinformants: ureung meuglee (forest encroachers), traditional elders, and related gampong officials. The narrative notion in this paper refers to the ethno-sciences approach as the axis of analytic nodes present in the overall exposure of this article. Keywords: Local Wisdom, Gatherer, Forest, Wase Glee, Ureung Meuglee  Abstrak Kearifan lokal adalah wacana penting dari kehidupan manusia yang hingga kini masih menjadi entitas sara budaya yang unggul dan menarik untuk diperbincangkan. Kearifan lokal mengarahkan kesadaran bersama manusia mengenai kepatutan diri dan penghargaan atas khasanah budaya lokal yang adiluhung dan lestari. Artikel memaparkan pengetahuan budaya peramu hasil hutan pada satu rumpun etnik di Indonesia, yaitu pada masyarakat Aceh yang mengenal Wase Glee (pemanfaatan hasil hutan) sebagai manifestasi kearifan lokal yang meliputi petunjuk anjuran dan pantangan (adat meuglee: adat merambah hutan) pada masyarakat Gampong Alue Bieng, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Adat wase glee dicermati dalam ketentuan Qanun, regulasi berbasis syariah yang merevitalisasi dan menguatkan kembali kelembagaan adat pada masyarakat Aceh, meliputi cara pandang dan aktivitas yang mengandung nilai-nilai adat. Ironisnya, pengakuan lembaga adat yang turut disertai dengan berbagai pengaturan kegiatan masyarakat menciptakan celah kesewenangan oleh mereka yang memangku kewenangan adat. Artikel ini juga bertujuan membahas tentang kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan terutama yang berhubungan dengan sumber daya hutan, dan juga bagaimana kewenangan yang terdapat dalam qanun yang semestinya menghadirkan kearifan bagi kehidupan masyarakat, justru menjadi kenyataan naif yang cenderung eksploitatif. Artikel ini disajikan berdasarkan data yang diperoleh dengan metode penelitian kualitatif. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan via wawancara (indepth) dengan kategori informan: ureungmeuglee (perambah hutan), tetua adat, dan aparat gampong terkait. Gagasan naratif dalam artikel ini mengacu pada pendekatan etnosains sebagai poros simpul analitik yang hadir dalam keseluruhan paparan artikel ini. Kata kunci: Kearifan Lokal, Peramu hasil hutan, Wase Glee, Ureung

Copyrights © 2017