Seni rupa kontemporer Indonesia menemukan spirit awal dari lahirnya Gerakan Seni Rupa Baru (1975) dengan gejala-gejala penolakan dan penentangan terhadap mainstream seni rupa moderen, yang dianggap sewenang-wenang atas nama universalitas, ditandai dengan penggunakan berbagai ragam media ungkap alternatif di luar tradisi fine art (seni lukis, seni patung, dan seni grafis), seperti seni rupa instalasi, seni rupa pertunjukan (performance art), seni rupa lingkungan (environmental art), video art, hingga seni rupa dengan media barang jadi (readymades). Penolakan itu juga diwarnai nuansa penghapusan (erasures) atas pengkotak-kotakan antarcabang seni rupa, antarcabang seni, percampuran berbagai gaya dan aturan (eklektik), hingga pengaburan batas antara seni dengan kehidupan sehari-hari. Dunia seni pada wacana seni rupa kontemporer tidak lagi dipandang sebagai ââ¬Ådunia agungââ¬Â, yang terpisah dari dunia kehidupan sehari-hari. Pengaburan batas, bahkan penghapusan antara seni dengan kehidupan sehari-hari (estetikasi kehidupan sehari-hari) merupakan bentuk integrasi baru antara ââ¬Ådunia seniââ¬Â dengan ââ¬Ådunia kehidupan sehari-hariââ¬Â yang dilandasi oleh pemikiran akhir moderenisme (post modernism). Pemikiran posmoderenisme dalam konteks seni rupa yang sangat fenomenal dinyatakan secara filosofis oleh Arthur Danto, ââ¬ÅThe End of Artââ¬Â, mengiri pameran ââ¬ÅBrillo Boxââ¬Â-Andy Warhol (1964). Pernyataan filosofis ââ¬Åberakhirnya seni rupaââ¬Â itu, pada tataran pemikiran, menandai berakhirnya seni rupa (mainstream moderenisme), sehingga mempersuasi lahirnya era seni rupa baru dengan paradigma posmoderen. Dinamika seni rupa dengan berbagai gejala dan fenomena yang bersumber dari padadigma posmoderen, yang di Indonesia lebih dikenal dengan terminologi seni rupa ââ¬Åkontemporerââ¬Â, kembali menjadi arus besar yang mendominasi wajah seni rupa Indonesia mutakhir. Istilah seni rupa kontemporer tidak berhenti pada pengertian yang mengacu pada waktu (masa) sezaman atau masa kini, tetapi lebih berorientasi pada gejala-gejala dan fenomena anti-moderenisme. Berbagai perhelatan seni rupa kontemporer Indonesia, dalam wacana maupun praktik, sarat nuansa fenomena estetikasi kehidupan sehari-hari, yang dalam berbagai hal terasa epigonal dengan fenomena suatu masa perkembangan seni rupa di dunia Barat. Hal ini menandakan bahwa dinamika seni rupa kontemporer Indonesia selalu berputar-putar mengikuti superioritas arus besar seni rupa Barat.àKata kunci: estetikasi, readymades, moderenisme, posmoderenisme, kontemporer.
Copyrights © 2005