Jurnal NESTOR Magister Hukum
Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 23 P/HUM/2009 TENTANG PEMBATALAN SURAT EDARAN NO. 03.E/31/DJB/2009 TENTANG PERIZINAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DALAM KAITANNYA DENGAN SISTEM PERATURAN PERUNDANG-

NIM. A2021171021, RIZKI AMALIA FITRIANI, SH. (Unknown)



Article Info

Publish Date
09 Sep 2019

Abstract

ABSTRAKTesis ini membahas tentang analisis yuridis terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 23 P/HUM/2009 tentang Pembatalan Surat Edaran No. 03.E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara dengan sistem peraturan perundang-undangan Indonesia. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengungkapkan dan menganalisis tepat atau tidak menggolongkan Surat Edaran No. 03.E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai peraturan perundang-undangan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 23 P/HUM/2009 dan implikasi dari Putusan Mahkamah Agung No.  23 P/ HUM/2009  yang menggolongkan  Surat Edaran No. 03.E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai peraturan perundang-undangan terhadap sistem perundangan di Indonesia. Melalui jenis penelitian yuridis normatif (doktrinal) dan pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan historis (historical approach) dan pendekatan kasus (case approach) diperoleh kesimpulan, bahwa Putusan Mahkamah Agung No. 23 P/HUM/2009 yang menggolongkan Surat Edaran No. 03.E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai peraturan perundang-undangan sangat tidak tepat karena Surat Edaran bukan merupakan peraturan perundang-undangan tetapi hanya sebagai peraturan kebijakan sehingga tidak perlu dilakukan uji materiil. Implikasi dari Putusan Mahkamah Agung No. 23 P/HUM/2009 yang menggolongkan Surat Edaran No. 03.E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai peraturan perundang-undangan terhadap sistem perundang-undangan di Indonesia adalah menimbulkan pertentangan dengan undang-undang yang mengatur tata urutan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, kemudian menimbulkan kekaburan hukum dalam hal perbedaan antara peraturan kebijakan dan peraturan perundang-undangan, karena peraturan kebijakan dan peraturan perundang-undangan akan dianggap setara dan memiliki kedudukan yang sama, selanjutnya menimbulkan ketidakpastian hukum karena dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang menggolongkan Surat Edaran sebagai peraturan perundang-undangan, maka hal ini berarti menambah jumlah jenis peraturan perundangan di Indonesia, padahal Surat Edaran yang ditafsirkan sebagai peraturan perundang-undangan hanyalah pseudo wetgeving namun bisa mempunyai kekuatan regeling seperti peraturan perundang-undangan dan ini bisa menyebabkan overlapping pengaturan. Di samping itu, menimbulkan kerancuan terkait lembaga yang memiliki kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan, karena dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang menggolongkan Surat Edaran sebagai peraturan perundang-undangan, maka akan menyebabkan banyak lembaga-lembaga pemerintah yang “tiba-tiba” bisa mempunyai kewenangan mengeluarkan “peraturan perundang-undangan” (peraturan kebijakan) atas dasar diskresi akan tetapi memiliki kekuatan hukum sebagai peraturan perundang-undangan.Kata kunci :    Putusan, Mahkamah Agung, Surat Edaran, Sistem, Peraturan Perundang-undangan.   ABSTRACTThis thesis discusses analysis juridical of Supreme Court Decision No. 23 P/HUM/2009 concerning Cancellation of Circular Letter No. 03.E/31/DJB/2009 concerning Licensing of Mineral and Coal Mining with the regulation system of legislation in Indonesian. The purpose of this study is to reveal and analyze precisely or not classify Circular Letter No. 03.E/31/DJB/2009 concerning Mineral and Coal Mining Licensing as legislation based on Supreme Court Decision No. 23 P/HUM/2009 and the implications of the Supreme Court Decision No. 23 P/ HUM/2009 which classifies Circular Letter No. 03.E/31/DJB/2009 concerning Licensing of Mineral and Coal Mining as a statutory regulation on the system of legislation in Indonesia. Through a type of normative juridical (doctrinal) and legal approach (statute approach), the historical approach and case approach are concluded, that the Supreme Court Decision No. 23 P/ HUM/2009 which classifies Circular Letter No. 03.E/31/DJB/2009 concerning Mineral and Coal Mining Licensing as legislation is very inappropriate because Circular is not a statutory regulation but only as a policy regulation so that it does not need to be subjected to material testing. Implications of Supreme Court Decision No. 23 P/HUM/2009 which classifies Circular Letter No. 03.E/31/DJB/2009 concerning Licensing of Mineral and Coal Mining as a statutory regulation on the system of legislation in Indonesia is to cause contradiction with the law governing the order of legislation, namely Law Number 10 of 2004 and Law Number 12 of 2011, then creates legal obscurity in terms of differences between policy regulations and laws and regulations, because policy regulations and legislation will be considered equal and have the same position, subsequently causing legal uncertainty due to the existence of decisions The Supreme Court which classifies Circular as a statutory regulation, this means increasing the number of types of legislation in Indonesia, even though the Circular Letter which is interpreted as a statutory regulation is only pseudo wetgeving but can have regeling powers such as legislation and this is a bus a causes overlapping settings. In addition, it creates confusion regarding institutions that have the authority to make laws and regulations, because with the decision of the Supreme Court that classifies Circular as a statutory regulation, it will cause many government institutions that "suddenly" can have the authority to issue "statutory regulations" (policy regulations) on the basis of discretion but has legal force as a statutory regulation.Keywords: Decision, Supreme Court, Circular, System, Legislation.

Copyrights © 2019