cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Jurnal NESTOR Magister Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 535 Documents
PENGATURAN SANKSI BAGI MANTAN SUAMI YANG TIDAK MELAKSANAKAN KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWABNYA ATAS BIAYA HIDUP DAN PENDIDIKAN TERHADAP ANAK SETELAH TERJADI PERCERAIAN (STUDI DI KOTA PONTIANAK) NIM. A2021171027, Dina Desrinah Bauty
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTesis ini berjudul ?Pengaturan Sanksi Bagi Mantan Suami Yang Tidak Melaksanakan Kewajiban dan Tanggung Jawabnya Dalam Memberikan Nafkah Atas Biaya Hidup dan Pendidikan Terhadap Anak Setelah Terjadi Perceraian (Studi di Kota Pontianak)?. Dalam realitanya, selama ini seorang bapak yang telah bercerai dengan istrinya sering kali mengabaikan kewajibannya dalam memenuhi nafkah atas biaya hidup dan pendidikan bagi anaknya setelah perceraian, sehingga pemenuhan nafkah atas biaya hidup dan pendidikan bagi anaknya dibebankan kepada mantan istri .Memang masalah sanksi bagi mantan suami yang tidak memenuhi nafkah atas biaya hidup dan pendidikan terhadap anaknya setelah perceraian tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, termasuk dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurut penulis, hal inilah yang menyebabkan seorang bapak yang telah bercerai dengan istrinya seringkali mengabaikan kewajibannya dalam memenuhi nafkah atas biaya hidup dan pendidikan terhadap anaknya. Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) akibat hukum yang ditimbulkan dari perbuatan mantan suami yang tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya atas biaya hidup dan pendidikan terhadap anak setelah terjadi perceraian yaitu terjadinya pelantaran anak, (2) upaya hukum yang dapat dilakukan oleh mantan istri terhadap mantan suami yang tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya atas biaya hidup dan pendidikan terhadap anak setelah terjadi perceraian yaitu mantan istri dapat mengajukan gugatan eksekusi kepada ketua pengadilan agama (3) Sanksi seharusnya diberikan terhadap mantan suami yang tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya atas biaya hidup dan pendidikan terhadap anak setelah terjadi perceraian yaitu sanksi perdata sanksi dengan penyitaan terhadap harta atau barang berharga yang dimiliki mantan suami setelah perceraian yang dicantumkan dalam amar putusan hakim. Metode penulisan tesis Melalui studi kepustakaan dengan menggunakan metode pendekatan hukum normatif dan sosiologis/empiris diperoleh dimana proses perceraiannya dilakukan.Kata Kunci :  Kewajiban dan Tanggung Jawab, Mantan Suami, Nafkah Anak, Perceraian, Sanksi.                                                 ABSTRACTThis thesis is entitled "Regulating Sanctions for Ex-Husbands Who Do Not Carry Out Obligations and Responsibilities in Providing Livelihood for the Costs of Life and Education for Children After Divorce Occurs (Study in the City of Pontianak)". In reality, so far a father who has divorced his wife often ignores his obligation to fulfill his living expenses and education for his child after divorce, so that the fulfillment of living expenses and education for his children is borne by ex-wives. Who do not fulfill the living expenses and education of their children after the divorce is not regulated in Indonesian laws and regulations, including in Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. According to the author, this is what causes a father who has divorced his wife often to ignore his obligation to fulfill his living expenses and education for his child. As for the formulation of the problems in this study are: (1) legal consequences arising from the actions of ex-husbands who did not carry out their obligations and responsibilities for living and education costs for children after divorce, namely the occurrence of child neglect, (2) legal remedies performed by ex-wives against ex-husbands who do not carry out their obligations and responsibilities for living and education costs for children after a divorce, namely ex-wife can file an execution lawsuit to the head of the religious court (3) Sanctions should be given to ex-husband who does not carry out obligations and responsibilities the answer to the cost of living and education for a child after a divorce is a civil sanction with the confiscation of assets or valuables owned by the ex-husband after the divorce stated in the judge's ruling. Method of writing thesis through library research using normative and sociological/empirical legal approach methods obtained where the divorce process was carried out.Keywords:   Obligations and Responsibilities, Ex-Husband, Child Labor, Divorce, Sanctions.
ANALISIS KESADARAN HUKUM NAHKODA TERHADAP UNDANG-UNDANG RI NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN DENGAN RESIKO KECELAKAAN PADA KAPAL YANG DIOPERASIKAN PT PERTAMINA (PERSERO) DI PELABUHAN PONTIANAK NIM. A2021171078, MARDIANSYAH M. S.S.T
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 4, No 4 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Besarnya faktor manusia dalam kontribusi kecelakaan kapal, perlu diteliti lebih lanjut terkait ketidakdisplinan, ketidaktahuan atau ketidakpatuhan dari awak kapal terutama nahkoda yang menjadi pengambil keputusan diatas kapal. Karena sebenarnya didalam dunia pelayaran terdapat SOP (Standart Operation Procedure) atau peraturan-peraturan yang mengatur mengenai tata cara kerja yang benar sehingga terlaksananya kegiatan pelayaran secara aman dan selamat. Penelitian ini menganalisa kesadaran hukum nahkoda Terhadap Undang-Undang Ri Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Dengan Resiko Kecelakaan Pada Kapal Yang Dioperasikan Pt Pertamina (Persero) Di Pelabuhan Pontianak.Pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dengan menganalisa hubungan dari dua variabel, menggunakan Uji Spearman. Jumlah sampel sebanyak 30 orang nahkoda.Uji korelasi Spearman didapatkan nilai p Value 0,001 dengan makna adanya hubungan yang signifikan antara kesadaran Hukum Nahkoda dengan Resiko kecelakaan kapal, dengan nilai r -0,569 yang artinya memiliki kekuatan hubungan negatif yang mantap.Semakin baik kesadaran hukum seorang nahkoda akan menurunkan resiko kecelakaan kapal, peningkatan kesadaran hukum dalam dipengaruhi oleh usia dan lama berlayar nahkoda yang berkaitan dengan pengalaman dan pengetahuan nahkoda akan aturan yang berlaku.Kata kunci : kesadaran hukum nahkoda, resiko kecelakaan kapal, undang-undang pelayaran.  ABSTRACTMany numbers of ship accident mostly from human error need to have further investigated, related to indiscipline, ignorance or disobedience of the ship’s crew especially the captain, the decision maker on board. In the world of shippping, there is an SOP (Standard Operation Procedure) or regulations about the operation procedure to have a safe shipping.This research analyzes the legal awareness of the captain related to Indonesian Law Number 17, 2008 regarding The Shipping within the Risk of Accidents on the Ship Operated by PT Pertamina (Persero) Pontianak Port.The approach in this research is quantitative research with a cross sectional approach. This research analyzed the relationship of two variables, using the Spearman Test. The number of samples is 30 captains.Spearman correlation test obtained p value 0.001 which means that there is a significant relationship between captain’s legal awareness and the risk of ship accidents,  the value of r -0.569, means that there is a strong negative relationship.A better fully understanding of legal awareness about Shipping Law from a captain will reduce the risk of ship accidents, the enhancement of legal awareness is influenced by age and the length of sea service time of the captain which related to the experience and the knowledge.Keywords: Captain legal awareness, risk of ship accident, shipping law.
KOORDINASI POLRES DAN SATPOL PP DALAM PENGAWASAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL BERDASARKAN PASAL 14 AYAT (2) PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENGAWASAN, PENGENDALIAN DAN P ENGEDARAN MINUMAN BERALKOHOL (STUDI DI KABUPATEN BENGKAYANG) NIM. A2021171063, DICKY ARMANA SURBAKTI, S.T.K
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTesis ini membahas tentang Koordinasi Polres Dan Satpol PP Dalam Pengawasan Penjualan Minuman Beralkohol Berdasarkan Pasal 14 Ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bengkayang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pengawasan, Pengendalian Dan Pengedaran Minuman Beralkohol (Studi Di Kabupaten Bengkayang). Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan pendekatan sosilogis., dari hasil penelitian terdapat kesimpulan yaitu Koordinasi antara Polres dan Satpol PP Kabupaten Bengkayang dalam Pengawasan Penjualan Minuman Beralkohol sudah sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, perlunya dilakukan Koordinasi Polres Kabupaten Bengkayang Dan Satpol PP Dalam Pengawasan Penjualan Minuman Beralkohol Berdasarkan Pasal 14 Ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bengkayang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pengawasan, Pengendalian Dan Pengedaran Minuman Beralkohol. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 telah diatur tentang tugas dan peran POLRI sebagai penjaga keamanan dan ketertiban sosial, Bentuk Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bengkayang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pengawasan, Pengendalian Dan Pengedaran Minuman Beralkohol berupa Pengawasan secara intern dan ekstern. Pengawasan Intern dilakukan dengan mengadakan razia keliling yang dilakukan oleh SATPOL PP Kabupaten Bengkayang dan Kepolisian Resort Bengkayang secara terjadwal dan tidak terjadwal. Pengawasan ekstern yaitu apabila SATPOL PP Kabupaten Bengkayang dan Kepolisian Resort Bengkayang mendapatkan laporan dari masyarakat umum tentang tempat-tempat penjualan minuman beralkohol yang melanggar dan mengganggu ketertiban umum, dan kemudian akan ditindaklanjuti ke pengawasan intern seperti melakukan razia langsung terhadap tempat penjualan minuman beralkohol yang sudah dilaporkan oleh masyarakat. Kata Kunci : Koordinasi, Pengawasan, Minuman Beralkohol, Polres, Satpol PP  ABSTRACT This thesis discusses the Coordination of Polres and Satpol PP in Supervising the Sales of Alcoholic Beverages Based on Article 14 Paragraph (2) of Bengkayang Regency Regional Regulation Number 20 of 2003 concerning Supervision, Control and Distribution of Alcoholic Beverages (Study in Bengkayang Regency). This study uses a normative approach with a sosilogis approach. From the results of the study there is a conclusion that the Coordination between the Polres and Satpol PP Bengkayang Regency in Supervision of Alcoholic Beverage Sales is in accordance with the prevailing laws and regulations, it is necessary to coordinate Bengkayang Regency Police and PP Satpol in Sales Supervision Alcoholic Beverages Based on Article 14 Paragraph (2) Bengkayang Regency Regional Regulation Number 20 Year 2003 Concerning Supervision, Control and Distribution of Alcoholic Beverages. Law Number 2 of 2002 has regulated the duties and roles of the Indonesian National Police as security guards and social order, Forms of Supervision and Control of Alcoholic Beverage Distribution Based on Bengkayang District Regulation Number 20 of 2003 concerning Supervision, Control and Distribution of Alcoholic Beverages in the form of Internal and Internal Oversight external. Internal Supervision is carried out by holding a mobile raid conducted by SATPOL PP Bengkayang Regency and Bengkayang Police Department on a scheduled and unscheduled basis. External supervision, that is, if SATPOL PP Bengkayang Regency and Bengkayang District Police get reports from the general public about places for selling alcoholic drinks that violate and disrupt public order, and then will be followed up to internal supervision such as conducting direct raids on the sale of alcoholic beverages that have been reported by the community.Keywords: Coordination, Supervision, Alcoholic Beverages, Polres, Satpol PP
UPAYA HUKUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA PONTIANAK DALAM MENGATASI TUNGGAKAN REKENING AIR PELANGGAN KAITANNYA DENGAN PENINGKATAN PENGHASILAN USAHA A.2021171032, Muhammmad Aditya Darmawan, SH
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrakpeneltian ini bertujuan untuk meneliti dan menggambarkan upaya hukum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pontianak dalam mengatasi tunggakan pembayaran rekening air pelanggan kaitannya dengan peningkatan penghasilan usaha. mengingat perlunya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pontianak untuk meningkatkan pendapatan perusahaan dengan tujuan membangun Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pontianak lebih baik. Memberikan jalan keluar dan mengungkapkan upaya hukum yang dilakukan kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pontianak dalam permasalahan menunggak pelanggan sehingga meningkatkan pendapatan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pontianak.penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Metode Pendekatan masalah ini menggunakan pendekatan yuridis normatif , dengan Metode Penelitian hukum yuridis normatif ini dilakukan untuk mencari kebenaran dengan melihat asas-asas, norma hukum, serta doktrin-doktrin yang berhubung dengan penelitian yang diteliti jenis pendekatan yang dilakukan dengan cara bertanya langsung atau wawancara kepada Kepala Wilayah Kecamatan Pontianak Barat dan Pontianak Kota Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pontianak Upaya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pontianak dalam menyelesaikan masalah tunggakan rekening pelanggan yang lalai ialah dengan memberikan denda kepada pelanggan, memberikan surat pemberitahuan melalui surat tagihan tunggakan yang dikeluarkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Pontianak, yang kemudian akan dilanjutkan dengan surat perintah pemutusan jaringan air minum pada pelanggan yang bersangkutan. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) harus menambah aturan melakukan Gugatan Perdata terhadap setiap perbuatan melawan hukum atau wanprestasi yang dilakukan oleh setiap orang, pelanggan dan subyek hukum lainnya yang menimbulkan kerugian pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak dan tata cara melakukan gugatan menurut ketentuan dan aturan hukum yang berlaku dan Penyelesaian melalui Pengadilan dan di luar pengadilan, penyelesaian di luar pengadilan yaitu penyelesaian sengketa kerjasama melalui negoisasi ataupun mediasi yang disetujui oleh kedua belah pihak di Lembaga penyedia jasa sementara penyelesaian sengketa melalui pengadilan yaitu penyelesaian sengketa bilamana jalur pengadilan ditempuh setelah jalur luar pengadilan tidak menemukan kesepakatan penyelesaian dan mendasarkan hukum yang berlaku2Kata kunci: Tunggakan Pelanggan, Sifat normatif, Pelanggaran Kontrak, Extrajudicial, PenyelesaianAbstractThe aimed of this studies is to do a research about legal effort from PDAM Tirta Khatulisitwa Pontianak to overcome customer unpaid water bill that related to company income improvement. The company itself has a obligation to increase income with a perpose to make the compay much better. Give solutions and do legal effort to PDAM Tirta Khatulistiwa to overcome customer arrears problems, so that it could increase company income.This studies conducted with problem approach method that is normative innature, with this method we could find the truth under the principles, legal norms and doctrine that connected with the studies. Type of approach is to do a interviews to head of PDAM Tirta Khatulistiwa west and center pontianak customer office. PDAM Tirta Khatulistwa Pontianak already do some effrots to overcome customer arrears which is a fine to a customer, letter of arrears notice from PDAM Tirta Khatulistiwa Pontianak, then continued with order letter to cut off customer water distribution pipe. PDAM Tirta Khatulistiwa needs to add regulations about civil suit to every customers that strike back or do a breach of contract, customer and other legal subjects that cause a loss to PDAM Tirta Khatulistiwa. customers can conduct lawsuit to PDAM Tirta Khatulistiwa Pontianak based on provisions and applicable rules through in court and extrajudical. extrajudical settlement which is through negotiation or mediation from both side by service providers meanwhile in court settlement can be do if there is no settlement deals and based on applicable law.Keywords: Customers Arrears, Normative innature, Breach of Contract, Extrajudical, Settlement
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENYEDIAAN RUMAH NEGARA BAGI HAKIM DI BAWAH LINGKUNGAN MAHKAMAH AGUNG (Studi Di Kalimantan Barat) NIM. A2021171054, INDRA JOSEPH MARPAUNG, SH
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Tesis ini membahas tentang Kebijakan Pemerintah Dalam Penyediaan Rumah Negara Bagi Hakim Di Bawah Lingkungan Mahkamah Agung (Studi Di Kalimantan Barat). Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan pendekatan sosilogis., dari hasil penelitian terdapat kesimpulan yaitu Keberadaan rumah negara atau rumah dinas bagi hakim sebagai pejabat negara sangat penting dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Urgensi tersebut yang pertama adalah karena sistem mutasi yang harus dilalui oleh setiap hakim sepanjang karirnya. Hal ini menyebabkan hakim memiliki rumah pribadi di setiap tempat kerjanya, sehingga rumah negara atau rumah dinas diperlukan. Hal berikutnya yang lebih penting adalah, bahwa keberadaan rumah negara atau rumah dinas dapat berpengaruh terhadap independensi hakim, karena ketiadaan rumah dinas bagi hakim dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang menawarkan fasilitas bagi hakim-hakim tersebut dan tidak jarang akan menimbulkan konflik kepentingan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hakim tidak menempati atau mendapatkan rumah negara atau rumah dinas. Pertama adalah faktor ketersediaan, yaitu tidak semua wilayah pengadilan memiliki rumah dinas yang mencukupi bagi hakim-hakim yang bekerja di pengadilan tersebut. Kedua adalah kelayakan, yaitu banyak rumah dinas yang kondisinya jauh dari tempat kerja atau fasilitas pendukung kehidupan, tidak layak huni dan tidak mampu mengakomodasi jumlah keluarga yang mungkin dibawa oleh seorang hakim ke tempat tugasnya. Hakim yang tidak menempati atau mendapatkan rumah dinas di tempat tugasnya harus melakukan upaya dan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya akan tempat tinggal dengan cara menyewa rumah atau kamar kos. Kondisi ini sebenarnya kurang layak mengingat hakim selaku pejabat negara yang harus dijaga marwahnya. Kondisi ini juga membuat hakim-hakim harus mengeluarkan biaya pribadi sementara belum semua hak keuangan dan fasiltas bagi hakim yang diamanatkan oleh peraturan perundangan dipenuhi oleh pemerintah.Kata Kunci : Kebijakan, Penyediaan Rumah, Mahkamah AgungABSTRACTThis thesis discusses the Government Policy on the Provision of Offi ial Residence for Judges under the Supreme Court (Study in West Kalimantan). This research uses a normative approach with the sociological approach. From the results of the study there are conclusions as follows.  The existence of a state house or official residence for a judge  as a state official is very important in carrying out his/her duties and functions. The first urgency is because of the occupational transfer system that every judge must go through throughout his career. This causes the judge to have a private house in each place of work, so that a state house or official residence is needed. More importantly, the availability of a state house or official residence can affect independence of the judge, because the absence of official housing for the judge can be utilized  by certain  parties  who  offer  facilities  for the judge  and  often  cause conflicts of interest. There are several factors causing the judge not to occupy or get a state house or official residence. First is the availability factor, in which not all the areas have  an adequate official residence  for the judges  who work  in the  court. Second is feasibility, namely many official houses that are far from workplaces or supporting facilities that  are unfit for habitation  and unable to accommodate the number  of  families  that  a judge  might  bring  to  his  assignment.  The judge  not occupying or obtaining official housing in the place of duty must make efforts and actions to meet their needs for a place to live by renting a house or boarding house. This condition is actually not feasible considering the judge  as a state official who must be protected of his/her dignity. This condition also makes judges have to spend temporary personal costs, while not all financial and facility rights for the judges mandated by the law and regulations have been fulfilled by the government.Keywords: Policy, Provision of Houses, Supreme Court 
ANALISIS YURIDIS TERHADAP SURAT EDARAN KAPOLRI NOMOR 8 TAHUN 2018 TENTANG PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DI KOTA PONTIANAK NIM. 2021171004, IRVAN ARIYADI, SH
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPenelitian tesis dengan judul: ?Analisis Yuridis Terhadap Surat Edaran Kapolri Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penerapan Restorative Justice Dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Pencurian Ringan Di Kota Pontianak? bahwa dengan diselesaikannya persoalan tindak pidana ringan berdasarkan surat edaran tersebut menyebabkan munculnya persoalan yaitu dilakukannya perbuatan berulang oleh para pelaku, karena itu tujuan penulisan ini : Untuk mengetahui dampak dari penerapan Surat Edaran Kapolri Nomor 8 Tahun 2018 terhadap penyelesaian perkara pencurian ringan diluar pengadilan sehingga terjadinya kejahatan pencurian ringan secara berulang di Kota Pontianak. Untuk mengetahui formulasi kebijakan terhadap penyelesaian perkara pencurian ringan diluar pengadilan (restorative Justisce) agar tidak terjadi pengulangan tindak pidana pencurian ringan yang dilakukan oleh pelaku.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan Yuridis Sosiologis (Sosio Legal Approach). Pendekatan sosiologi digunakan untuk memahami konsep-konsep tentang keberlakuan hukum di dalam masyarakat, termasuk keberlakuan restorative justisce dalam proses penyelesaian tindak pidana.. Pendekatan hukum yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan sosial (sosiological approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang penormaannya mengatur tentang proses penegakan hukum tindak pidana pencurian ringan. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut : Bahwa dampak dari penerapan Surat Edaran Kapolri Nomor 8 Tahun 2018 terhadap penyelesaian perkara pencurian ringan diluar pengadilan di Kota Pontianak tidak membuat pelaku menjadi jera atau menyesal telah melakukan perbuatannya, tetapi penyelesaian perkara di luar pengadilan ternyata membuat pelaku mengulangi kembali perbuatan yang sama dan selama kurun waktu tahun 2018 terjadi pengulangan kasus sebanyak 3 kasus di wilayah Kepolisian Resort Kota Pontianak. Bahwa formulasi kebijakan terhadap penyelesaian perkara pencurian ringan diluar pengadilan (restorative Justisce) lebih ditinjau lebih jauh lagi untuk melihat secara lugas agar pemanfatannya benar-benar untuk pelaku yang berniat untuk memperbaiki diri dan tidak mengulangi lagi perbuatan yang sama. Oleh karena itu formulasi kebijakan yang mungkin bisa dijadikan pedoman adalah dalam pembuatan kebijakan harus benar-benar dilihat sisi dari tujuan hukum yaitu untuk keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum agar tidak terjadi pengulangan tindak pidana pencurian ringan yang dilakukan oleh pelaku.Kata Kunci : Surat Edaran, Kapolri, Penyidikan, Tindak Pidana Ringan2ABSTRACTThesis research with the title: "Juridical Analysis of the Circular of Police Chief Number 8 of 2018 concerning the Implementation of Restorative Justice in the Settlement of Mild Theft Crime Cases in the City of Pontianak" that by resolving the problem of minor criminal offenses based on the circular letter causes the issue of repeated acts by the perpetrators, therefore the purpose of this writing: To determine the impact of the application of the Chief of Police Circular Letter Number 8 of 2018 on the settlement of minor theft cases outside the court so that there are recurring minor theft crimes in Pontianak City. To find out the policy formulation for the completion of a restorative Just so that there is no repetition of minor theft committed by the perpetrator.This research was conducted using the Sociological Legal Approach method. The sociology approach is used to understand the concepts of legal enforceability in society, including the implementation of restorative justisce in the process of criminal offenses. The legal approach taken is a statute approach, and a sociological approach. The legislative approach is carried out to examine the rules that stipulate the process of law enforcement of minor theft. Based on the research, the following results were obtained: That the impact of the application of the Chief of Police Circular Letter Number 8 of 2018 on the settlement of minor theft cases outside the court in Pontianak City did not make the perpetrator deterrent or regret doing his actions, but the settlement of cases outside the court turned the perpetrator back the same act and during the period of 2018 there were repeated cases of 3 cases in the Pontianak City Police Resort area. Whereas the policy formulation towards the settlement of a theft case outside the court (restorative Justisce) is further reviewed to see in a straightforward manner so that its utilization is truly for the perpetrators who intend to improve themselves and not repeat the same actions again. Therefore the policy formulation that might be used as a guideline is that policy making must really be seen from the side of the legal objective, namely for justice, benefit and legal certainty so that there is no repetition of minor theft committed by perpetrators.Keywords: Circular, Chief of Police, Investigation, Mild Crime
PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA NIM. A2021171077, PRANAYOGA, S.H
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTesis ini membahas tentang Penyelesaian Sengketa Pertanahan Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Normatif Sosiologis. Kesimpulan dari tesis ini adalah Sengketa pertanahan memerlukan dua system peradilan yang berbeda, proses penyelesaian sengketa tanah  pada umumnya dapat dilakukan melalui forum pengadilan (litigasi) yaitu melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum atau Pengadilan Negeri, namun demikian bisa juga diselesaikan melalui kerangka pranata alternative penyelesaian sengketa (isputes Resolution), seperti melalui misalnya melalui lembaga-lembaga yang berwenang Badan Arbritase Nasional Indonesia (BANI), kemudian melalui Negoisasi, Mediasi, Konsiliasi, Mediasi, selain itu dapat  juga  melalui Badan Pertanahan Nasional. Proses hukum penyelesaian sengketa tanah di Indonesia saat ini masih dilakukan melalui jalur  Pengadilan yang prosesnya memakan waktu lama, biaya yang cukup besar dan bahkan  tidak menyelesaikan masalah,  dan lebih mengerikan lagi bukannya mendapatkan kepastian hukum dan keadilan, tetapi sebaliknya malah menimbulkan sengketa baru, ini adalah merupakan hambatan bagi para pihak yang ingin mencari keadilan.Terlebih bagi masyarakat yang berada pada golongan ekonomi menengah ke bawah yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara.Kekuatan hukum apabila dua peradilan yang berbeda dan masing-masing lembaga pengadilan yaitu PTUN dan PN terkait dengan Perlindungan Dan Kepastian Hukum Pemegang Hak Atas Tanah  Suatu sertifikat hak atas tanah dapat digugat oleh pihak lain yang berkepentingan yang merasa dirinya dirugikan. Dalam hal sertifikat ganda hak atas tanah, maka akan timbul suatu tumpang tindih dan ketidakpastian mengenai siapakah yang berhak untuk memegang hak atas tanah. Dengan demikian harus ada bentuk perlindungan hukum agar menjadi pasti siapa sebenarnya pemegang yang sah suatu hak atas tanah yang telah disertifikasikan. Berkaitan dengan titik singgung antara Peradilan TUN dan Peradilan Umum, dalam kasus penerbitan sertifkat dari Kantor Pertanahan kepada dua orang berbeda, maka seketika itu pula status sertifikat yang merupakan keputusan TUN dapat pula menjadi bukti hak atas kepemilikan tanah, sehingga jika terjadi sengketa, maka dapat pula diajukan kepada Peradilan Umum untuk perkara keperdataan.Kata Kunci: Penyelesaian, Sengketa,Pertanahan.  ABSTRACTThis thesis discusses Land Settlement Settlement in Judicial Systems in Indonesia. The method used in this study is the Sociological Normative approach. The conclusion of this thesis is that land disputes require two different judicial systems, the land dispute resolution process can generally be done through a court forum (litigation), namely through the State Administrative Court and General Court or District Court, but can also be resolved through an alternative framework dispute resolution, such as through, for example, institutions authorized by the Indonesian National Arbritase Agency (BANI), then through Negotiation, Mediation, Conciliation, Mediation, but also through the National Land Agency. The legal process of land dispute resolution in Indonesia is still carried out through the Court, the process takes a long time, the costs are quite large and even does not solve the problem, and it is even more terrible to get legal certainty and justice, but instead cause new disputes, this is is an obstacle for parties who want to seek justice. More so for people who are in the middle to lower economic class who cannot afford to pay court fees. The legal strength if the two courts are different and each court institution, namely the Administrative Court and the PN Legal Certainty of Holders of Land Rights A certificate of land rights can be sued by other interested parties who feel they have been harmed. In the case of a double certificate of land rights, there will be overlapping and uncertainty about who has the right to hold land rights. Thus there must be a form of legal protection to be certain who is actually the legal holder of a land right that has been certified. In connection with the tangency point between the TUN Judiciary and the General Courts, in the case of issuing certificates from the Land Office to two different people, immediately the status of the certificate which is a TUN decision can also be proof of land ownership rights, so that if a dispute occurs, it can also submitted to the General Court for civil matters.Keywords: Settlement, Dispute, Land.
IMPELEMENTASI PELAKSANAAN PASAL 40 HURUF C PERATURAN KAPOLRI NOMOR 22 TAHUN 2011 TERKAIT DUKUNGAN ANGGARAN KEPOLISIAN DALAM MELAKUKAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA (STUDI DI KEPOLISIAN RESORT MEMPAWAH) NIM. A2021171003, MUTHIA KHANSA NURWIJAYA, S.Tr.K
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTesis ini membahas Tentang Impelementasi Pelaksanaan Pasal 40 Huruf C Peraturan Kapolri Nomor 22 Tahun 2011 Terkait Dukungan Anggaran Kepolisian Dalam Melakukan Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana (Studi Di Kepolisian Resort Mempawah). Adapun permasalahan dalam penelitian tesis ini adalah Bagaimana Dukungan Anggaran Kepolisian Mencukupi Dalam Melakukan Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana Yang Terjadi Di Kepolisian Resort Mempawah ?  Bagaimana Tehnis Pihak Kepolisian Dalam Menyikapi Tidak Mencukupinya Dukungan Anggaran Kepolisian Dalam Melakukan Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana ? Bagaimana Bentuk Pertanggungjawaban Pihak Kepolisian Terhadap Anggaran Yang Dipergunakan Untuk Menutupi Dan Mencukupi Kekurangan Dukungan Anggaran Untuk Melakukan Melakukan Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana ? dari hasil penelitian terdapat kesimpulan yaitu  Dukungan anggaran kepolisian mencukupi dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang terjadi di Kepolisian Resort Mempawah. Guna Terwujudnya Pelaksanaan Tugas Kepolisian Resort Mempawah yang efektif, tepat guna, transparan dan akuntabel, mekanisme penggunaan anggaran yang dijabarkan dalam bentuk program kerja, perlu dilengkapi dengan administrasi yang tertib sebagai bentuk pertanggungjawaban keuangan kepada negara. Kepolisian Resort Mempawah terkait Dukungan Anggaran Kepolisian Dalam Melakukan Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana berdasarkan pada Pasal 40 huruf c Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Administrasi Pertanggungjawaban Keuangan  Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan ?Dukungan anggaran kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, digunakan untuk?: 1). Penyelidikan pelanggaran dan tindak pidana; 2) Penyidikan: a. Perkara sangat sulit b. Perkara sulit c. Perkara sedang d. Perkara mudah dan d. Pelanggaran. 3). Dukungan administrasi. Tehnis Pihak Kepolisian Dalam Menyikapi Tidak Mencukupinya Dukungan Anggaran Kepolisian Dalam Melakukan Penyelidikan Dan Penyidikan Tindak Pidana diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu Keterbatasan Sumber Daya Manusia. Kurang memadainya anggota kepolisian dari segi kuantitas. Kurangnya dukungan anggaran untuk penanganan perkara pidana. Untuk memproses suatu perkara pidana tentu dibutuhkan anggaran operasional untuk menunjang kinerja penyidik POLRI pada Kepolisian Resort Mempawah. Dengan minimnya anggara penyidikan, ini akan menghambat dari kinerja pihak penegak hukum dalam hal ini penyidik Kepolisian Resort Mempawah.Kata Kunci : Anggaran Kepolisian,  Penyelidikan Dan Penyidikan  AbstractThis thesis discusses the implementation of Article 40 letter C of the Regulation of the National Police Chief Number 22 of 2011 Regarding the Support of the Police Budget in Conducting Investigations and Investigations of Criminal Acts (Studies in the Mempawah Resort Police). The problem in this thesis research is How is the Police's Budget Support Sufficient in Conducting Investigations and Investigations of Crimes that Happen at the Mempawah Resort Police? How is the Police Technical Technique in Dealing with Inadequate Police Budget Support in Conducting Investigations and Criminal Investigations? What Is The Form Of Accountability Of The Police For The Budget That Is Used To Cover And Sufficient Lack Of Budget Support For Conducting Investigations And Criminal Investigations? From the results of the study there is a conclusion that the police budget support is sufficient in conducting investigations and investigations of criminal acts that occur in the Mempawah Police Department. In order to realize the effective, effective, transparent and accountable tasks of the Mempawah Resort Police, the mechanism for using the budget outlined in the form of work programs needs to be supplemented with orderly administration as a form of financial accountability to the state. Mempawah Resort Police related to the Police Budget Support in Conducting Investigations and Criminal Investigations based on Article 40 letter c of the Republic of Indonesia National Police Chief Regulation Number 22 of 2011 Concerning Financial Accountability in the Environment of the Republic of Indonesia National Police stating "Budget support for investigative activities and investigation of acts of investigation criminal, is used for ": 1). Investigation of violations and criminal offenses; 2) Investigation: a. Case is very difficult b. Difficult case c. Medium case d. Easy matters and d. Violation. 3). Administrative support. The Police Technical In Response to Inadequate Police Budget Support in Conducting Investigations and Criminal Investigations is caused by several factors, namely Limited Human Resources. Inadequate quantity of police officers in terms of quantity. Lack of budget support for handling criminal cases. To process a criminal case certainly requires an operational budget to support the performance of POLRI investigators at the Mempawah Resort Police. With the lack of investigation budget, this will hamper the performance of law enforcement agencies in this case the Mempawah Police Police investigator.Keywords: Police Budget, Investigations and Investigations
IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 JO FORUM MAHKAMAH AGUNG, KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM, JAKSA AGUNG DAN KEPOLISIAN (MAHKUMJAKPOL) DALAM HUBUNGAN DENGAN PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DI TINGKAT PENYIDIKAN NIM. A2021171028, DWI FEBRIE ANDIKA, SH
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTesis berjudul: “Implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Jo Forum Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Jaksa Agung dan Kepolisian (Mahkumjakpol) Dalam Hubungan Dengan Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian Ringan di Tingkat Penyidikan”. Adapun yang menjadi latar belakang adalah bahwa tindak pidana pencurian ringan yang diatur dalam Perma Nomor 2 Tahun 2012 dengan nilai kerugian dibawah Rp. 2.500.000,- seharusnya diadili dengan pemeriksaan acara cepat namun yang terjadi adalah diselesaikan melalui proses peradilan umum.Dalam tesis ini  akan dibahas beberapa permasalahan yaitu mengapa Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatur tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP yang sudah ada kesepakatan bersama Mahkumjakpol belum diimplementasikan secara maksimal dan bagaimana seharusnya formulasi forum Mahkumjakpol terkait dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dan yang akan datang agar lebih sempurna untuk menyelesaikan perkara pencurian ringan ditingkat penyidikan.Berdasarkan analisa data penelitian diperoleh hasil sebagai berikut: Bahwa implementasi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Jo Forum Mahkumjakpol berkaitan dengan penyelesaian tindak pidana pencurian ringan di tingkat penyidikan belum sepenuhnya dilaksanakan pada tataran penegakan hukum karena masih terdapat penyelesaian perkara tindak pidana ringan yang diselesaikan melalui proses peradilan umum sebagaimana dapat dilihat pada putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Nomor : 940/Pid.B/2018/PN.Ptk dengan tersangka Fahri Amrullah melakukan tindak pidana pencurian helm di teras rumah seseorang dan Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor : 815//Pid.B/2018/PN.Ptk dengan tersangka Agus Triyansyah melakukan tindak pidana pencurian helm dengan nilai kerugian sebesar Rp. 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah). Pelaku dikenakan dengan Peradilan Umum. Ada beberapa pertimbangan kepolisian melanjutkan perkara ke peradilan umum diantaranya yaitu pelaku tindak pidana melakukan perbuatan berulang, pelaku berdomisili di luar kota, perbuatan pelaku meresahkan masyarakat, pelaku diserahkan masyarakat dalam keadaan babak belur akibat amukan massa.Bahwa formulasi Forum Mahkumjakpol terkait dengan peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 yang akan datang agar lebih sempurna untuk menyelesaikan perkara pencurian ringan ditingkat penyidikan adalah agar dalam penerapan hukum tersebut tidak multi tafsir, motif pelaku tindak pidana melakukan pidana pencurian ringan harus diperhatikan, keadilan bagi korban juga harus diperhatikan. Jika korban tindak pidana itu berpenghasilan pas-pasan sedang pelaku tindak pidana dikenakan tipiring tentu korban tidak akan mendapat rasa keadilan.Sosialisasi harus dilaksanakan secara intens kepada seluruh aparat penegak hukum di lingkup Mahkumjakpol dan masyarakat umum agar satu persepsi dalam penegakan hukum. Selain itu perlu didukung sarana dan prasarana adanya suatu database terintegrasi dengan E-KTP, jadi data pelaku kejahatan dapat diakses di seluruh wilayah republik Indonesia.Kata kunci : Implementasi, PERMA 02/2012,Tindak Pidana Ringan  ABSTRACTThis thesis is entitled: "Implementation of Supreme Court Regulation Number 2 of 2012 Jo Forum of the Supreme Court, Ministry of Law and Human Rights, Attorney General and Police (or Mahkumjakpol) in Relation to the Settlement of Criminal Acts of Petty-Theft at the Investigation Level". As for the background of this study was that the petty theft crime which is regulated in Perma Number 2 of 2012 with a value of loss below 2,500,000. - should be supposedly tried by an examination of a quick event, however it was in fact resolved through general justice.In this thesis, several issues were discussed, such as why Supreme Court regulation No. 2 of 2019 which regulates the adjustment of minor criminal offenses and the amount of fines in the Criminal Code that have been mutually agreed upon between Mahkumjakpol has not been fully implemented, and how should the formulation of the Mahkumjakpol forum be related to Supreme Court regulations Number 2 of 2012 in the future so that it can better address the petty theft at the investigation level.Based on the analysis of research data the results of the acquisition are as follows: That the Implementation of the Supreme Court Regulation Number 2 of 2012 Jo Forum Mahkumjakpol relating to the resolution of minor theft crimes at the level of investigation has not been fully implemented at the level of law enforcement because there are still minor criminal case settlements that are resolved through the process of general court. It can be seen in the verdict handed down by the District court Number: 940/Pid.B/ 2018 /PN.Ptk with the suspect named FahriAmrullah who committed acts of theft of helmets on someone's porch. As well as the Pontianak District court ruling Number: 815 / Pid.B / 2018 / PN.Ptk with the suspect named AgusTriansyah who also committed the crime of helmet theft with a loss of Rp. 250,040, - (Two Hundred Thousand Rupiah). In these cases, the perpetrators were subject to general justice due to several considerations so that the police continue the cases to the general court, such as the crimes committed by the perpetrators were repetitive acts, the perpetrators domiciled outside the city, the perpetrators' actions disturbed the community, and the perpetrators were surrendered by the community after being battered.That the formula of the Mahkumjakpol forum is related to the Supreme Court Regulation No. 2 of 2012 so that it is more perfect to settle petty theft cases at the investigation level. Thus, the application of the law is not multi-interpreted. The motives of the perpetrators of crimes of committing petty theft must be also considered. If the victims of the crime earn a mediocre income, while the perpetrators of the crime are subject to ripiring of course the victim will not get a sense of justice.Dissemination must be carried out intensely to all law enforcement officials in the scope of Mahkumjakpol and the general public, so that there is a common perception in law enforcement. In addition. facilities and infrastructure need to be supported by the existence of an inter ;Ited database with E-KTP, so that the data of perpetrators of crime can be accessed in all regions of the Republic of Indonesia.Keywords: Implementation, PERMA 02/2012, Light Crimes (Infractions)
FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENYEDIAAN BARANG/JASA YANG MENYALAHI PROSEDUR PERPRES NOMOR 54 TAHUN 2010 (KASUS PUTUSAN HAKIM NOMOR 21/PID.SUS-TPK/2018/PN PTK TENTANG PENYEDIAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KODYA SINGKAWANG TAHUN 2013) DI PENGADILAN NEGERI PONTIANAK NIM. A2021171017, SULONO, S.Kom
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKDalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, pemerintah dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menyediakan pembangunan infrastruktur yang diwujudkan dalam bentuk pengadaan barang/jasa.Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pelaksanaan pengadaan sebagai alternatif yang dapat mengefisiensi waktu dan biaya serta meningkat transparansi dalam proses pengadaan yang dikenal dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement). Semua proses pengadaan barang/jasa diatur dalam Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk memberikan pedoman prosedur mengenai tata cara pengadaan yang sederhana, jelas dan konprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik serta percepatan pelaksanaan APBN/APBD.Permasalahan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah sering terjadi yang menyebabkan persaingan tidak sehat, pengaturan dalam proses pengadaan dan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara. Hal ini tidak akan terjadi apabila para pelaksana memahami dan melaksanakan sepenuhnya prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.Faktor-faktor kesalahan prosedur dalam pengadaan terjadi karena masih belum ada rasa tanggungjawab yang tinggi dari pelaku pengadaan selain itu masih adanya persengkongkolan dan intervensi dalam proses pengadaan yang menyebabkan terjadi tindak pidana korupsi di dalam proses pengadaan sehingga menimbulkan kerugian negara.Untuk mengurangi faktor-faktor tersebut, pelaku pengadaan (Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Panitia Pengadaan dan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan) yang ditunjuk adalah orang-orang yang kompeten dan memiliki akuntabilitas yang tinggi untuk mengurangi penyimpangan dalam pengadaan serta meningkatkan peran inspektorat dalam pengawasaan di proses pengadaan barang/jasa.Kata Kunci : Korupsi, Penyediaan Barang/Jasa2In organizing the life of the state, the government is required to advance the general welfare of social justice for all the people of Indonesia. To realize this, the government provides infrastructure development that is realized in the form of procurement of goods / services. The use of information and communication technology in the procurement implementation process as an alternative that can streamline time and costs and increase transparency in the procurement process known as procurement of government goods and services electronic (e-procurement). All goods / service procurement processes are regulated in Presidential Regulation 54 of 2010 concerning Procurement of Goods / Services of the Government to provide procedural guidelines regarding simple, clear and comprehensive procurement procedures, in accordance with good governance and the acceleration of the implementation of the State Budget / Regional Budget. Problems in procurement of goods and government services often occur which cause unfair competition, arrangements in the procurement process and criminal acts of corruption which cause state losses. This will not happen if the implementers fully understand and implement the principles of efficient, effective, transparent, open, competitive, fair / non-discriminatory and accountable as stipulated in Presidential Regulation Number 54 Year 2010. Factors of procedural errors in procurement occur because they are not yet there is a high sense of responsibility from the procurement actors in addition to that there is still a conspiracy and intervention in the procurement process that causes corruption in the procurement process resulting in state losses. To reduce these factors, procurement actors (Budget Users / Budget User Authorities, Commitment Officers, Procurement Committees and Work Recipient Committees) appointed are competent people with high accountability to reduce irregularities in procurement and increase the role of inspectorates in overseeing the procurement of goods / services.Keywords: Corruption, Provision of Goods / Services

Page 1 of 54 | Total Record : 535


Filter by Year

2009 2019


Filter By Issues
All Issue Vol 4, No 4 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 9, No 2 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 2 Vol 8, No 1 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 1 Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 5 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 8, No 1 (2012): Jurnal Nestor - 2012 - 1 Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 2 Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 1 Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 2 Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 1 More Issue