Artikel ini menjelaskan mengenai masa depan demokrasi Indonesia di tengah ancaman Populisme Islam dengan melihat pertautan media sosial dengan mengajukan tiga pertanyaan; bagaimana politik elektoral dipengaruhi oleh disinformasi melalui media sosial sebagai cara dan strategi untuk menghancurkan lawan politik? Wacana-wacana apa saja yang muncul dalam disinformasi tersebut sebagai pendulum menguatkan sekaligus menyerang politik lawan? Bagaimana masa depan demokrasi Indonesia di tengah disinformasi masyarakat dan populisme Islam di Indonesia? Artikel ini berargumen bahwasanya disinformasi merupakan gejala yang tidak hanya menimpa Indonesia, melainkan juga secara global. Dalam runtutan sejarah, peristiwa 1965-1966 merupakan titik awal bagaimana hoaks dan fitnah itu digunakan dalam disinformasi yang mengacaukan bangunan logika masyarakat Indonesia sehingga tidak bisa melihat batas tegas masa lalu dan masa depan pada saat ini serta titik perbedaan antara fiksi dan realitas dalam tautannya dengan isu sosial dan politik. Kehadiran media sosial, menguatnya populisme Islam, berkawin-mawin dengan predator politik dalam politik elektoral memperparah kondisi tersebut, mengakibatkan kemunculan narasi-narasi yang berasal dari tautan masa lalu, kebijakan politik, sekaligus fitnah yang tidak diselesaikan sebelumnya. Disinformasi dalam tautan populisme Islam yang dimainkan oleh predator politik ini berakibat tuntutan yang lahir dari masyarakat agar negara memiliki kebijakan tangan besi.
Copyrights © 2019